4

101K 9.4K 879
                                    

"the past can't be repeated. the past can only be remembered."

-Adel-

•••

"Darimana saja kamu?!" tanya Papa dengan nada tajam.

Aku menatap Papa datar. "Gak salah? Harusnya aku yang nanya, kemana saja Papa selama ini?"

"Papa kerjalah! Ngehidupin kalian, emang kalian pikir selama ini bisa makan dari duit siapa?!" tanya Papa dengan nada membentak, wajahnya merah akibat tersulut emosi.

"Oh, kerja. Aku baru tau loh Pa, kalo hari libur tetep masuk kerja," ucapku dengan nada santai dan datar.

"Papa banyak kerjaan. Makanya hari libur tetep kerja," jelas Papa.

"Kerja? bullshit," umpatku sembari menatap Papa terang-terangan tanpa rasa takut sedikit pun.

"Kerja kata Papa? Jelas-jelas Papa gak ada di kantor. Gak ngasih kabar sama sekali, gak pulang ke rumah dan sekarang? tiba-tiba pulang trus buat keributan. Mau Papa itu apa sih?!" tanyaku geram seraya mengepalkan kedua tanganku di sisi celana.

Papa tak berkutik. Ia terus menatapku dengan tatapan membunuhnya. Tapi sayangnya, aku tidak takut sama sekali dengan tatapan itu. Aku justru membalas tatapan itu dengan tatapan yang tak kalah membunuhnya, seakan tak mau kalah.

Karena kesabaranku sudah habis, aku berjalan keluar rumah dan segera melenggang pergi menggunakan motorku dengan kecepatan sangat tinggi.

Sebenarnya, aku juga tidak tau mau pergi kemana. Yang jelas, aku harus segera pergi dari neraka itu. Aku sudah tidak kuat berlama–lama di rumah terkutuk itu. Rumah yang dulu memberiku kenyaman dan sekarang memberiku kekecewaan.

Seketika, aku teringat kalau Papa memiliki Villa yang tidak terlalu jauh dari sini. Aku membelokkan motorku lalu membelah jalanan dengan kecepatan tinggi.

•••

"Eh mas Nico, mau ngapain mas kok malem-malem kesini?" sapa penjaga Villa.

Para penjaga Villa ini memang sudah mengenalku sejak lama, karena dulu, kami sering menginap di Villa ini. Villa ini masih begitu asri. Tidak ada polusi udara, suara bising kemacetan ataupun suara kendaraan lainnya. Hanya ada kicauan burung yang terdengar seperti lantunan lagu yang sangat damai. Udara di sini juga masih sangat sejuk, sangat berbeda dengan di kota. Itu yang membuatku memilih untuk pergi ke tempat ini.

"Mau nginep, kamar biasa ya," kataku kepada penjaga Villa.

Penjaga Villa itu mengangguk patuh dan memberikan kunci bernomor 69, itu nomor kamar yang biasa di tempatiku dulu saat berlibur disini.

Aku memasukkan kunci ke dalam ganggang pintu dan segera membukanya. Aku berjalan masuk dan langsung membuka pintu balkon yang tidak di kunci. Angin malam langsung masuk dan menerpa kulit wajahku. Villa ini terletak di bukit pinggiran kota, oleh karena itu, disini kita bisa melihat keindahan kota dari ketinggian. Rumah-rumah berjejer, kantor-kantor menjulang tinggi, restoran-restoran dan tempat swalayan terlihat dari sini. Walaupun tidak terlalu jelas.

Aku duduk di ayunan kayu yang menghadap ke depan lalu merogoh kantong celanaku untuk melihat ponsel, dan begitu mencengangkan karena sudah ada 49 notifications dalam waktu 2 jam.

Broken HomeWhere stories live. Discover now