01 Gorilya : Pencuri, Maling, Pencoleng

98.7K 3.5K 53
                                    

Bab 1 Gorilya

Seorang laki-laki dengan setelan formalnya berjalan masuk ke dalam gedung dengan 25 lantai yang merupakan gedung perkantoran, pada jam-jam sibuk seperti sekarang keadaan gedung terlihat ramai. Alden ikut mengantri di depan lift bersama lima orang laki-laki yang terlihat sibuk masing-masing. Ada yang sibuk mengoceh di telpon atau hanya sekedar menatap serius layar smartphone mereka.

Ketika pintu lift terbuka Alden masuk bersama kelima orang tersebut, jari-jari panjang dan kekar Alden menekan angka 25 pada tombol lift. Memang perusahaan milik Alden berkantor di lantai 20 sampai 25 gedung ini.

Sembari menunggu lift sampai pada tujuannya Alden mulai menyibukkan dirinya dengan smartphone-nya, mengecek jadwal kerjanya selama seminggu ke depan yang telah dikirim sekertarisnya melalui e-mail.

Alden memang baru kembali ke Indonesia setelah sebelumnya menetap di New York selama lima tahun, sebenarnya Alden pergi ke New York untuk melanjutkan study-nya dan 3 tahun terakhir dihabiskan Alden berkarir di New York. Ketika pertama kalinya dia menginjakkan kakinya di Indonesia, begitu turun dari pesawat segala memorinya tentang seseorang yang sangat dicintainya mendesak ingatannya hingga Alden hampi gila begitu kenyataan menampar kerasnya.

Gadisnya, yang dulu selalu mensuportnya kini bukanlah lagi gadisnya. Bening, nama itu selalu membayangi Alden selama di New York. Membuat Alden ingin kabur dan menemui Bening kembali bersama dengan mantan istrinya itu. Wajahnya yang ayu, tutur bahasanya yang lembut, senyum manis yang terukir di bibir mungilnya selalu hadir di dalam mimpi Alden setiap malamnya selama lima tahun ini. Ketika Alden harus bangun pagi dan melakukan aktivitasnya Alden akan tersenyum pahit begitu sadar bahwa semuanya hanya mimpi.

Ting!

Dentingan lift menyadarkan Alden dari lamunan panjangnya tentang Bening dan dia sadar bahwa dia hanya tinggal sendiri di dalam lift yang sudah berhenti di lantai 25. Alden melangkahkan kakinya mantap dan tangannya bergerak mengenakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang memerah.

"Selamat pagi Pak," sapa sekertaris Alden yang bernama Mahira begitu Alden lewat di depan mejanya.

"Pagi. Mahira tolong saya minta secangkir kopi susu," ujar Alden dan setelahnya Alden berlalu masuk ke dalam ruangannya.

Alden duduk di kursinya sambil memijit batang hidungnya setelah tangannya selesai melepas kacamata hitamnya. Sesekali hembusan kasar dan berat terdengar dari bibir Alden. Tak ada kata yang tepat untuk mewakili semua perasaan laki-laki itu sekarang, laki-laki itu seolah hidup tanpa semangat dan sahabat Alden selalu mengatakan bahwa dirinya hidup tanpa jiwa selama lima tahun terakhir ini.

Yah, bagi seorang Alden sosok Bening Citra Lentera sudah mencuri seluruh jiwanya. Satu-satunya alasan bagi Alden menunda kepulangannya tiga tahun yang lalu adalah laki-laki itu takut bahwa dirinya akan langsung menghambur dan mengubrak-abrik Jakarta untuk dapat menemukan Bening.

Mereka menikah di usia muda karena memang mereka ingin dan sudah yakin. Namun, sepertinya ikatan mereka tidak sekuat seperti yang selama ini keduanya bayangkan. Ikatan itu dapat longgar karena hansutan semata. Bagi Alden, ikatannya dan Bening belumlah putus, Alden percaya selama dirinya dan Bening masih saling mencintai ikatan mereka akan tetap utuh.

"Apa kau masih mencintaiku Bening?" kalimat tanya itu terucap begitu saja oleh Alden ketika dia sadar bahwa dia tidak tahu apakah Beningnya masih mencintainya ataukah sudah menemukan pelindung yang lebih bisa menerima dirinya?

Satu titik air mata meluncur dari mata Alden dengan sangat cepat begitu pemikiran buruk itu menghantam keras hatinya. Ini bukan pertama kalinya dia menangis untuk Bening, sudah sering Alden menangis jika dia mengingat bening. Tidak ada isakan yang keluar, tak ada tangis histeris yang ada hanya air mata yang terus terjun payung keluar dari mata cokelat gelap Alden. Cepat Alden menghapus air matanya begitu mendengar suara ketokan pintu dan di sambung dengan suara Mahira. Alden mengenakan kembali kacamata hitamnya setelah dirinya memberikan persetujuan untuk Mahira masuk.

Turn Back (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now