Part 28

24.9K 1.1K 20
                                    

-Skylar's POV-

Mereka yang sedang bermain sangat berisik, gue jujur ga suka  kebisingan, setelah Jill memberi tahu kita letak kamar kita, gue langsung masuk ke kamar gue. Apartemen ini jujur sangat luas dan sangat mewah, gue harus berfikir beberapa kali bagaimana caranya orang yang kabur dari rumah dengan membawa barang-barang seadanya bisa membeli apartemen semewah ini.

Kamar untuk gue sangat besar, ruangan ini cukup rapih, kamar bernuansa warna putih dan biru navy ini tidak berbau khas Shania, mungkin kamar ini belum pernah ditempati olehnya. Satu hal yang gue ga suka dari kamar ini, kamar ini tidak kedap suara jadi suara temen-temen gue yang lagi bermain di luar bisa terdengar jelas.

Gue merebahkan diri di kasur king size ini. Sesekali ikut tersenyum suara mendengarkan teman-teman gue yang sedang bermain di luar.

Tidak bisa membayangkan Nate yang memakan telur mentah, si kembar itu memang lucu.

Gue buru-buru masuk ke dalam selimut gue dan mematikan lampu ketika gue mendengar dare mereka untuk Shania. Anak-anak iblis memang.

Mencium pipi gue. Itu darenya.

Keputusan terbaik gue adalah pura-pura tidur. Sesuai dengan pengalaman gue bermain Dare bersama mereka, mau tidak mau kita akan dipaksa untuk tetap melakukan darenya, apapun keadaannya.. jadi Shania juga pasti akan melaksanakan dare ini.

Gue menutup mata gue dan berpura-pura tertidur saat pintu kamar gue terbuka. Sesekali gue mengintip. Disana ada Shania dengan wajah pucatnya masuk dengan mengendap-ngendap, dia memang berbakat menjadi maling. Kalau saja gue tertidur, gue tidak akan sadar akan kehadirannya. Shania berhenti sebentar lalu menengok ke arah teman-temannya di depan pintu. Jill menyuruhnya untuk tetap melaksanakan darenya. Shania kembali mendekat. Kali ini gue menutup mata gue rapat-rapat..

Tiga...

Dua....

Satu...

Cup.. sebuah ciuman lembut memdarat di pipi gue. Tubuh gue seperti tersengat listrik seketika dan detak jantung gue berdetak semakin cepat.

Gue ga bisa nahan lagi senyuman gue. Gue langsung mengubah raut muka gue karena takut dia menyadari senyuman gue.

Dia pikir gue tidur? Bagaimana gue bisa tidur kalau kalian terus-terusan ribut.

Dia berlari terbirit-birit keluar pintu, sangat lucu, gue membuka mata gue lalu tersenyum. Mata gue bertemu dengan mata Jill

'Hahaha.. lu ga tidur, mungkin lu bisa ngebohingin Shania tapi lu gabisa ngebohongin gue. Dasar cari kesempatan dalam kesempitan. Giliran dicium baru senyam-senyum. kalau udah jatuh cinta ngaku aja, kalau Shanianya diambil orang baru tau rasa lu.' Itu suara Jill, Jill yang Indigo itu bisa berbicara langsung ke otak seseorang kalau mata kita bertemu. Dia bisa membaca pikiran seseorang dan mengobrak-abrik pikirannya. Hebat memang.

'It's not the right time' gue membalas perkataan Jill di otak gue. Gue yakin dia mendengarnya.

Setelah ciuman itu gue gabisa tidur, padahal ini udah jam 11 malam, sebegitu parah-kah efek ciuman Shania pada tubuh gue. Padahal gue udah beberapa kali memutar-mutarkan tubuh gue, tapi gue tidak mendapatkan tempat tidur yang nyaman.

Gue terus mengingat kejadian tadi. Bahkan tekstur bibirnya masih teringat jelas di otak gue. Gue sama sekali tidak berkeinginan untuk menghapus jejaknya. Gila.. memang..

-Shania's POV-

"Huh, gue keringet dingin, Jill stop, jangan muterin video ini berulang-ulang" kata gue.

Dari 30 menit yang lalu Jill belum berhenti memutarkan video saat kita bermain, lebih menyebalkannya lagi adalah dia selalu mem-pause videonya tepat saat bibir gue menyentuh pipinya. Bisa gila gue.

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang