23 - Special Day For My Girl

117K 8.5K 1K
                                    



Dari semua kata yang bisa ku ungkapkan,

Aku hanya ingin mengatakan ....

I Just wanna be your teddy bear.

-

Alena menahan senyumnya, sejak tadi mencuri-curi pandang pada Muda yang kini tengah menggendong Dylan dan berbicara dengan keluarganya.

Tepat hari ini adalah acara lamaran mereka, satu minggu setelah pernikahan Astrid. Semua keluarga besar pak Haris Iskandar datang, termasuk nenek Muda yang kini duduk di samping Alena dengan wajit di tangannya.

"Neng!" panggilnya. Alena menoleh, tersenyum pada nenek Muda.

"Oh, nin?"

Jujur, Alena masih canggung memanggil nenek Muda dengan sebutan seperti itu.

"Jadi, gimana cucu nenek si Muda teh?" tanyanya.

Alena menahan senyum, "Ganteng, nin. Baik, Sholeh, alhamdulillah ... Aa bisa jadi imam yang baik buat Lena." Kekehnya.

"Euleuh! Aing mah meni gararetek ningalina ge. Abong budak ngora, gusti ngomongkeun lalaki teh siga ngomongkeun naon wae."

(Aduh, saya geli melihatnya. Mentang-mentang anak muda, gusti... ngomongin cowok udah kayak ngomongin apa aja.)

Alena menutup wajahnya karena malu, "Ih, nin. Lena malu."

"Ya allah, ieu budak. Naon atuh, kakah eeraan kieu?"

(Ya allah, ini anak. Apa atuh, malah malu-malu begini?)

"Lena emang gitu Nin, emangnya si Icha, suka malu-maluin." Muda tiba-tiba saja sudah berada di sampingnya, duduk merapat pada Alena dan merangkul bahunya.

Aih, tidak tahukah ia kalau Alena sedang malu? Sekarang Muda malah membuatnya semakin malu.

"Geuleuh siah Muda, abong geus boga anu bisa dibela. Ayeuna mah dibelaan wae lah, naon atuh nin mah eleh."

(jijik banget Muda, mentang-mentang udah punya yang bisa dibela. Sekarang mah dibelain terus. Apa atuh nin mah kalah.)

Alena kembali menutup wajahnya, kali ini ia bersembunyi di balik pelukan Muda.

"Udah ah, nin. Kasian, Alena malu." Sahut Muda. Dengan menggerutu penuh keirian, akhirnya neneknya beranjak dan menjauh dari mereka sehingga kini tinggalah Alena dan Muda berdua di teras rumahnya. Duduk merapat dengan tangan Muda yang merangkulnya dengan erat.

"Udah, Len. Nin udah ke dalem lagi." Bisik Muda.

Alena mengangkat kepalanya dan menatap Muda. Ada yang berbeda dengan Muda hari ini. pria itu terlihat lebih santai, lebih bersahabat, dan juga lebih ... apa ya, bahagia? Mungkin.

"Kenapa?" Muda bertanya dengan wajah datarnya, tetapi dengan suaranya yang terdengar agak geli.

Alena tersenyum, "Nggak, Lena seneng tahu, liat Aa hari ini. Kok kayaknya seneng banget, ya."

Muda tersenyum, "Memangnya kamu pernah melihat ada yang lamaran sedih?"

"Pernah."

"Siapa?"

"Siti Nurbaya."

"Loh? kata siapa?'

"Kata mami!" Alena terkekeh, "Tadi waktu Lena lagi dandan, mami bilang nggak boleh cemberut A. harus seneng, jangan kayak Siti Nurbaya yang cemberut waktu lamaran."

Muda mengerutkan keningnya, "Memangnya mami kamu lihat ekspresinya Siti Nurbaya waktu lamaran?"

Alena terdiam sejenak, "Nggak tahu juga sih, A. Siti Nurbaya cerita jaman dulu, kan? mungkin mami juga di ceritain sama yang lain."

A Short Journey (3)Where stories live. Discover now