11. Go Away

52.3K 1.8K 25
                                    

10 tahun yang lalu.

Tok.

Tok.

"Masuk"

Pemuda itu pun memasuki ruangan dengan langkah canggung. Entah kenapa selama 17 tahun umurnya baru kali ini ia menginjakkan kaki keruangan kerja sang ayah.

Melirik bagaimana interior dan penataan di sana ia pun kembali menatap orang yang sedang sibuk membaca berbagai file dokumen dimejanya.

"Pa...." Panggil Pemuda itu.

Pria paruh baya tersebut mendongak menatap siapa orang yang masuk ke ruangan kerjanya.

Sedikit terkejut menatap anak laki-laki semata wayangnyalah yang menghampirinya di kantor.

"Melvin" pria paruh baya itu pun melangkah mendekati putranya.

Menginstruksi anaknya tersebut untuk duduk di sampingnya.

"Ada apa nak? Tumben kamu mau kesini? Biasanya Papa ajak selalu nolak" Tanya sang Ayah menatap putranya bingung.

"Uhm, Pa.  Papa pernah bilangkan Papa sebenarnya gak berminat bekerja di kantoran?"

"Haha kamu masih ingat nak?" Kekeh pria itu sambil merangkul putra tunggalnya.

"Ya, dan Melvin juga memiliki pemikiran yang sama seperti Papa"

Mendengar perkataan sang anak membuat sang ayah menghela napasnya sejenak.

"Papa ngerti nak, walaupun begitu keputusan ada di tangan kamu. Papa sebagai orangtua hanya memberikan dukungan kepada anaknya. Jika memang kamu tidak mau menggantikan Papa disini. Tak masalah bagi Papa. Asalkan kamu bisa mencapai cita-cita dan impianmu, Melvin" Tutur sang Ayah menatap putranya.

Melvin pun mengangguk pasti. Tekatnya sudah bulat.

"Pa, Melvin dapat beasiswa di Universitas Harvard"

"Sudah Papa duga, kamu bakalan lolos disana. Haha kamu memang kebanggaan Papa nak" Dengan bangga sang ayah menepuk bahu sang anak senang.

"Tapi, Melvin ngambil jurusan kedokteran"

"Papa dukung apapun pilihan kamu. Sepertinya papa harus bekerja keras mulai hari ini. Haha kayaknya waktu pensiun harus papa undur 10 atau 15 tahun lagi, untuk mencari mengganti papa mu ini, disini"

"Maafkan Melvin Pa" Sesal sang anak sedih menundukan kepalanya.

"Tak ada yang perlu dimaafkan Melvin. Papa dukung kamu. Setidaknya Jika papa sakit-sakitan saat tua nanti, ada kamu yang akan merawat papa. Haha" kekeh sang ayah menatap putranya jenaka.

Kebahagiaan sang anak adalah Kebahagiaan orangtuanya juga bukan?

"Sekarang usia kamu 17 tahun. Papa harap kamu lulus di Harvard sesegera mungkin. Papa percaya kamu bisa. Bawa gelar yang membuat orangtua mu ini bangga nak"

"Pasti pa. Melvin janji"

"Ahya kapan kamu berangkat kesana? Mama sudah tau?"

"Besok Pa. Kalau tentang Mama-"

"Biar papa yang urus Mamamu yang keras kepala itu. Semuanya beres kalau ada papa. Aah putra papa ternyata sudah besar sekarang. Hati-hati disana. Jangan pacar-pacaran dulu, raih cita-cita dan impian kamu. Walau wanita disana cantik-cantik papa gak setuju anak papa nikah sama bule. Gak baik"

"Papakan juga bule" balas Melvin terkekeh.

"Aish. Itu beda nak, bule cewek kagak baik-baik udah ternoda duluan. Sebaik-baiknya perempuan, perempuan yang dapat menjaga kesuciannyalah yang terbaik, seperti Mama kamu"

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang