8. Separuh Hatiku Masih Miliknya

129K 9.9K 332
                                    

Hampir dua hari sudah berlalu sejak malam itu. Hari di mana Noura bertemu Andra untuk terakhir kalinya. Sudah hampir dua hari, dan bahkan ciuman itu masih terasa. 

Bagaimana lembut bibir Andra saat menyentuh bibirnya. Bagaimana harum napas pria itu yang selalu beraroma mint. Bagaimana wangi tubuh Andra yang membiusnya. Andra terlalu mempesona. Untuk ditolak ataupun dilupakan. Segalanya yang ada pada dirinya terlalu indah.

Noura bahkan yakin sudah jatuh cinta pada Andra. Dan itu semua hanya dalam waktu satu minggu setelah hubungannya dan Ed berakhir! 

Konyol! Sekian tahun lamanya ia hanya mencintai satu orang lelaki yang sama dalam hidupnya. Dan saat hubungannyadan Ed berakhir, semudah ini ia melupakannya?? Atau memang selama ini cintanya pada Ed sudah tidak seperti dulu? Apa kebersamaan mereka yang begitu lama membuatnya bosan?

Noura mendengkus kasar dan keluar kamar. Hari ini ada banyak hal yang harus ia lakukan di tempatnya bekerja. Ia sedang berpikir untuk mengambil cuti dan pulang ke Norwegia. Sepertinya ia butuh liburan. Otaknya terlalu sumpek dengan berbagai hal. Tidak ada tempat senyaman di rumah sendiri. Seperti apapun itu keadaannya.

Ia keluar dari apartemen dan berjalan pelan menuju halte bus. Hari masih terlalu pagi. Noura suka menikmati udara pagi kota Görlitz yang segar. Karena itulah ia tidak pernah meminta mobil pada orangtuanya. Ia lebih suka seperti ini. Naik bus atau kereta ke mana-mana. Lima belas menit kemudian, Noura sampai di kantor majalah tempatnya bekerja. Biasanya ia lebih suka mengerjakan pekerjaannya di rumah.

"Halo, Noura! Pagi sekali kau datang?" Tanya pemimpin redaksi yang memang selalu datang lebih pagi dari siapapun. Bahkan mereka semua juga hampir yakin pria itu lebih sering tidur di kantor daripada rumahnya sendiri.

"Aku bosan di rumah. Tampaknya aku butuh cuti." Noura mulai mengeluarkan jurus merajuknya, membuat lelaki itu terbahak.

"Tidak perlu merajuk padaku, gadis kecil! Semua tergantung 'ibumu'."

Noura cemberut. Ibu yang dimaksud disini adalah senior editor di kantor. Atasannya langsung. Dan wanita itu tidak bisa ditebak. Dia akan baaaiiikk sekali atau kejaaam sekali tergantung suasana hatinya.

"Kau sama saja melemparku ke kandang gorilla, Stu!!"

Dan sebuah tangan menarik rambutnya. Noura menoleh dan menyeringai sementara Stuart tertawa geli.

"Siapa yang kau sebut gorilla, gadis kecil?" Marrie melotot padanya. Tetapi dari raut mukanya, Noura tahu ia sedang dalam suasana hati yang baik. Ini akan menjadi satu-satunya kesempatannya!!

"Tentu saja Stuart, Marrie. Siapa lagi?"

"Apa? Kenapa jadi aku? Tadi kau bilang ..."

"Ayo, Marrie, kita ke ruanganmu." Noura mendorong Marrie sebelum Stuart menyelesaikan omongannya. Ia menoleh dan menjulurkan lidah pada Stuart.

Mereka di sini bekerja penuh keakraban. Tidak ada istilah herr, sir, boss, atau apalah itu. Mereka saling memanggil nama masing-masing. Itu yang membuatnya betah bekerja di sini. Noura dan Marrie masuk ke ruang kerja milik Marrie dan wanita itu langsung memberikan setumpuk naskah. Noura mengerang. Kenapa harus sebanyak ini?

"Marrie ..."

"Tidak usah mengeluh. Selesaikan itu maka kau mendapat cutimu besok."

Itu berita baik dan buruk. Jadi ia harus senang atau sedih?

"Noura, kerjakan sekarang atau kau tidak akan mendapat liburmu."

My Doctor, My Love (Tersedia Cetak Dan Ebook)Where stories live. Discover now