Damian menyangga kedua tangannya di samping kepalaku. Bersandar di sana dengan kekesalan yang dipancarkan oleh mata birunya. Menancapkan beribu pertanyaan yang terwakili dalam satu kata terucap dari bibirnya.

"Kenapa?" Ulangnya lagi.

Aku tidak tau pasti bagian mana yang lebih dulu ingin dibicarakan olehnya. Jangan sampai jawabanku tidak sesuai dengan apa yang Damian putuskan untuk dibahas. Dengan menangkap sorot mata yang turun ke leherku, kuasumsikan jika ini mengenai perbuatan brutal Anggela. Semoga saja.

Mulutku setengah terbuka ingin menjawab namun terhenti ketika Damian kembali mendahului. Dengan suara tajam.

"Kenapa kau melakukan ini?"

Melakukan apa?

"Kau sudah menyakitiku, Alicia."

Tunggu dulu...

Tatapan sendunya kubalas dengan kebingungan yang berhasil kubuat dengan sempurna. "Aku tidak mengerti maksudmu. Apa yang sudah kulakukan?."

Kuusahakan kata-kataku meluncur halus tanpa tersendat. Namun Damian mengeraskan tatapannya dan meraih ujung daguku. Mendongakkan wajahku hingga bersitatap lurus dengannya.

Perbedaan tinggi badanku dengannya membuatku harus mendongak lebih tinggi, hal itu cukup memberi efek perih di leherku yang masih terdapat luka baru disana. Aku yakin Damian melihat kernyitan di dahiku ketika menahan sakit, namun tidak seperti biasanya, ia seolah mengabaikan itu semua. Ia justru menajamkan matanya menuntutku untuk bicara. Menahan sesuatu di dalam dirinya untuk tidak segera meledak.

"Kau pikir aku tidak tau." Desisnya.

Aku meringis. "Damian, sakit.."

Usahaku untuk melepaskan daguku dari jarinya berhasil dengan mudah. Namun tidak dari tangannya yang kali ini berpindah mencengkram bahuku.

"Apa kau sudah gila? Apa kau telah kehilangan akal sehatmu sendiri? Bagaimana bisa ide sialan itu menghampiri kepalamu!"

Tanganku berpegangan pada lengannya. Menjagaku untuk tetap stabil. "Aku tidak mengerti apa yang kau katakan, Damian. Ide apa? Apa yang sudah ku lakukan? Tidak bisakah kita membicarakannya dengan duduk. kau menyakitiku."

"Berhenti berpura-pura." Tandasnya di depan wajahku. Memberi pandangan jelas betapa sesuatu yang sudah diketahuinya, telah menghancurkan ketenangan yang ia miliki selama ini.

Aku membeku.

Tidak mungkin.

"Aku sudah berupaya dengan begitu keras untuk menjagamu, melindungimu dengan segala kekuatan yang aku punya. Aku bahkan tidak memikirkan tentang keselamatanku dan membunuh iblis manapun yang berani mendekat dan menyentuh ujung rambutmu. Dan sekarang, lihat apa yang kau perbuat?"

Damian menampilkan kerentanan di dalam dirinya. Untuk pertama kalinya. Di hadapanku. Aku berusaha menahan diriku untuk tidak membuka mulut, yang kutahu pasti hanya akan menyemburkan tangis.

"Aku tahu kau gadis yang sangat keras kepala. Tapi aku tidak menyangka kau memiliki kenekatan di luar pikiran orang normal manusia. Kali ini kau benar-benar mengecewakanku, Alicia."

Damian melepaskan cengkramannya di bahuku. Ia mundur satu langkah dengan sorot kemarahan yang perlahan memudar dan terganti dengan kesedihan. Aku yakin aku sedang memandangnya dengan tatapan yang sama saat ini.

Bagaimana Damian mengetahuinya?

"Damian, aku tidak-"

"Berhenti. Aku bilang berhenti berpura-pura." Damian berbalik dan membuka laci nakas di sampingnya. Mengeluarkan sesuatu dari dalam sana yang berakibat pekikan kecil keluar dari mulutku.

Shadow Kiss [Completed]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt