Dua Puluh Delapan

14.8K 1K 78
                                    

Sorry for the typo

Enjoy the Story!!!

____________________________

Dengan perasaan yang lebih ringan Fay berjalan masuk ke bangunan utama rumah sakit. Setelah apa yang temukan hari ini, ia merasa hatinya bisa berdetak kembali normal tanpa ikatan sesak secuil pun. Semuanya terasa lebih lepas sebagaimana ketika dulu ia merasakan kebahagian tanpa beban sedikitpun. Rasa yang kadang diam-diam ia rindukan namun terlahang oleh kebencian yang menguasai sebagian hati dan pikirannya.

Rasa bersalah bersamaan hadir dengan rasa-rasa lepas itu. Mengingat bagaimana selama ini ia menumpahkan segala pada Ivar. Tentang kepedihan dan rasa sakit hati yang ia pikir hanya dialah yang merasakannya. Tanpa ingin tahu bahwa ada hati lain, yang bahkan lebih terluka darinya. Namun, bukan saatnya untuk menyesali semuanya...ia harus mulai memperbaiki dan kembali membalas...benar-benar membalas rasa kasih sayang yang selama ini Ivar berikan padanya tanpa lelah dan tak henti-hentinya.

Fay menoleh ke arah Clara yang menggenggam tangannya erat, mereka berjalan bersisihan, memperhatikan putrinya yang seperti biasanya menceritakan tentang kegiatan sekolahnya tadi pagi. Wajah mungil itu selalu tampak bahagia di setiap kegiatannya dan hal tersebut membuat Fay tersenyum lembut lalu memantapkan hatinya, ia ingin membahagiakan putrinya sepenuhnya. Dan ia tahu jalan yang paling tepat untuk itu....tetap tinggal disini, disisi Ivar.

Pintu kamar inap Ivar sudah terlihat dari ujung lorong, Fay menghela nafasnya kemudian tersenyum, hal yang dulu selalu ia lakukan ketika akan bertemu dengan pria itu, senyuman yang benar-benar tulus. Ia ingin Ivarpun kembali membalas senyumannya dengan caranya yang dulu, senyum lembut dengan binar mata hitamnya yang cerah. Ia ingin Ivar kembali merasakan kebahagian yang ia renggut beberapa terakhir ini. Ia ingin...Ivar memeluknya hangat seperti sedia kala.

Tangan Fay mulai memutar knop pintu, bersamaan Clara yang sudah berlari masuk yang sudah tidak sabar ingin menemui ayahnya.

"Kalian sudah datang?" sapa Oscar pertama kalinya.

"Daddy, Sleep?" tanya Clara ketika ia sudah berdiri di samping tempat tidur ayahnya yang sedang tertidur membelakanginya.

Fay yang baru saja masuk berjalan mendekat ke arah Clara lalu memperhatikan mata Ivar yang tertutup. "Daddy tidur, sayang." Ia kemudian menarik Clara untuk duduk di sofa agar tidak menganggu ayahnya. "Sepertinya Ivar kelelahan, tidak biasanya dia tidur sepagi ini," lanjut Fay sembari menaruh tas besar di dalam lemari yang ia bawah dari rumah.

Oscar mengecek jam tangannya, memandangi jarum-jarum jam yang menunjuk ke arah 7 dan 11. Memang masih terlalu dini untuk tidur malam, tapi keaadan hari ini yang mungkin membuat Ivar lebih memilihnya diam seperti itu.

"Oh iya paman...bagaimana hasil pemeriksaannya?"

Tubuh Oscar tiba-tiba menegang, ia belum memikirkan jawaban apa yang harusnya ia jelaskan pada orang-orang, ketika Ivar memintanya untuk tidak mengatakan apa-apa. Dengan usaha yang ia buat agar tetap tenang Oscar berkata, "Kata Dokter baik-baik saja. Ia bisa pulang secepatnya."

Ekor mata Fay mendilik, "Paman tidak berakting seperti di drama-drama atau novel yang aku baca, kan?" Oscar membalas tatapan Fay dengan dahi yang berkerut. "Ya...biasanya mereka menyembunyikan yang sebenarnya terjadi. Mengatakan semuanya baik-baik saja seperti yang paman lakukan tadi."

Oscar berdehem beberapa kali, merilekskan tubuhnya yang sempat menengang ia tidak ingin ketahuan. "Aku tidak berbohong, dia baik-baik saja. Lagi pula aku tidak suka dengan drama dan novel seperti yang kau katakan."

Fay tersenyum cerah. "Baguslah kalau begitu. Kita bisa cepat kembali ke rumah."

Oscar sedikit pangling dengan reaksi yang diberikan oleh Fay, lebih spesifiknya ada pada senyuman itu, senyuman indah yang sudah lama tidak ia lihat dari wajah cantik Fay . "Aku suka senyummu hari ini." Oscar ikut tersenyum.

PAIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang