Lima Belas

13.9K 1K 21
                                    

Vote dan Commentnya masih selalu dinantikan. Terima Kasih^^

Ivar menutup matanya, mencoba mengistirahatkan tubuhnya yang selama dua hari ini ia habiskan untuk bekerja. Kerena ingin segera pulang, ia berusaha untuk membereskan semuanya secepat kilat. Seperti biasa tanpa memikirkan kondisi tubuhnya yang kelelahan. Di pikirannya selalu merindukan rumah ingin segera pulang untuk bertemu putri kecilnya dan sosok iblis kecil nan cantik yang sangat ia cintai, istrinya.

Mengingat kejadian terakhir yang dimana saat itu ia berubah menjadi sosok maling anak labil yang mencuri sebuah ciuman dari seorang gadis ketika tidur, sangat tidak sesuai dengan usianya saat ini, apalagi ia melakukannya pasa istrinya sendiri. Terlalu konyol....

Ivar tertawa pelan, masih dengan matanya yang tertutup rapat, sudah dipastikan ia tidak betul-betul tidur, bahkan selama berada di London. Seharusnya dengan pekerjaan yang banyak, ia bisa terlelap dengan tenaganya yang terkuras ketika kembali ke hotel. Namun, yang terjadi ia harus kembali menyibukkan dirinya dengan pekerjaan, ketika bayang-bayang Fay datang merongrong pikirannya begitu saja, apalagi bibir manis itu.

Rindunya semakin menjadi-jadi, ketika wajah itu hanya terlihat sebagai background atau seorang pengintip dari bailk layar ponselnya ketika ia berbicara dengan putrinya. Ingin sekali-kali rasanya menyapa Fay seperti bagaimana ia menyapa dan menyatakan cinta pada putrinya. Tapi, tetap saja ia belum berani melakukannya. Cukup mendengar Fay tertawa di belakang putrinya, itu sudah membuatnya bahagia.

"Ivar sebaiknya kau tidur. Aku tidak yakin dengan waktu tidurmu akhir-akhir ini. Dan berhenti tersenyum seperti remaja labil yang tak tahu malu," kata Oscar yang tahu pasti apa yang ada dipikran Ivar.

Ivar tertawa pelan, ia tahu Oscar saat ini mengejeknya. Tapi, walaupun ia mengusahakannya, ia tahu ia tidak akan bisa tidur lelap saat ini, ia akan mengambil jatah itu ketika ia sampai di rumah nyamannya. Ivar membuka mata, lalu mengintip pada jam tangannya.

30 menit lagi, batinnya. Masih tersenyum-senyum tak tahu malu seperti kata Oscar tadi. Sebentar lagi ia akan mendarat di kota yang sama dengan putri dan istrinya, ia tidak sabar untuk cepat-cepat sampai di rumah.

___________________________

"Kau baik-baik saja?" tanya Oscar ketika mereka sudah berada pada lantai terminal kedatangan menuju mobil yang sudah menjemput mereka.

"Hmm...lebik baik."

Oscar tahu pasti apa yang membuat Ivar bersemangat untuk pulang ke rumah. Padahal kalau diperhatikan, saat ini tuannya itu sudah seperti mayat hidup dengan wajahnya yang pucat. Kelelahan tercetak jelas dengan bayang-bayang hitam di bawah matanya. Selama di London mereka memang harus bekerja dengan cepat, setidaknya ia bisa beristirahat beberapa jam, tidak seperti anak muda yang kini berjalan di depannya dengan cepat. Harus ia akui kondisi tubuh Ivar berbeda dengan orang lain, entah darimana ia mendapatkan kekuatan itu, dan ia bersyukur selama ini ia tidak pernah melihat Ivar tumbang begitu saja.

Tiba-tiba saja Ivar berhenti di depannya. Wajah pucatnya semakin pucat ketika ponselnya sudah terlihat menempel ditelinganya. Oscar sudah tahu ada yang tidak beres.

"Oscar...cek posisi Fay sekarang," kata Ivar yang ketika mereka terburu-buru masuk ke dalam mobil yang sudah disediakan.

Oscar menyalakan mobil dengan segera, lalu mulai melakukan perintah Ivar. Ia mengernyit ketika alat canggih di tengah dashboard menunjukan tempat yang tidak seharusnya. "Rumah sakit? Fay?" tanyanya bingung.

"Clara...kecelakaan. Cepatlah Oscar." Pintah Ivar.

Perasaan Ivar berubah begitu saja, yang tadinya bahagia hingga langit ke tujuh, kini digantikan dengan perasaan cemas yang luar biasa. Hingga membuatnya mual dan sesak secara bersamaan. Selama ini Clara jarang sakit, kalau pun sakit, itu hanya terserang flu dan demam. Ivar mengacak rambutnya kasar, sepertinya ide yang sangat baik ia menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Ia tidak tahu akan bagaimana jadinya bila ia masih di London saat ini. Sesaknya pasti semakin terasa menjepit, karena waktu yang ia gunakan untuk pulang akan panjang.

PAIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang