Dua Puluh Dua

14.8K 1K 43
                                    

Mohon maaf kalau upadatenya kelamaan. Saya sempat mengalami kemalasan akut untuk menulis.  Semoga masih ada yang nungguin ceritanya.....

Tolong jangan membenci Fay^^

_______________________________

"Maaf aku terlambat, tadi ada meeting dengan beberapa kolega. Kau sudah lama?" sapa Ivar sembari menarik kursi yang berada di depan perempuan yang tersenyum manis padanya. "kau belum memesan sesuatu?" tambahnya lagi.

Lani menggeleng dan berkata, "Aku baru saja datang, tidak seperti yang anda pikirkan. Jadi, aku belum sempat memesan sesuatu. Bagaimana kabar anda?"

Ivar bergumam, memikirkan tentang keadaannya yang sebenarnya. "Mungkin lebih baik...yaa sangat baik." Terdengar tawa dari mulut Lani, gadis itu terlihat ikut bahagia dengan ekspresi Ivar yang lain dari biasanya mereka bertemu.

"Bagaimana dengan kalian, apa ibumu baik-baik saja?" tanya Ivar dengan senyuman yang masih tersungging di wajahnya. Tangannya melambai pada seorang pelayan untuk membawakan mereka buku menu. "Seperti biasanya?" tanya Ivar lagi, di balas anggukan oleh Lani.

"Two cups Coffee Americano, please." Ivar mengembalikan buku menu yang belum sempat ia buka.

"Anda sangat tahu bagaimana kondisi Ibu." Lani mendesah sendu,"aku pikir seiring berjalannya waktu, ibu bisa kembali sehat."

"Rehabilitasi....apa kau masih menolaknya?"

Lani tersenyum lembut. Pertanyaan itu sudah berulang-ulang kali ia dengarkan dari pria tampan di hadapannya, namun hingga saat ini pun, ia tak pernah menemukan alasan untuk membawa ibunya ke tempat itu. Ia masih menaruh harapan agar ibunya akan baik kembali setelah kejadian itu. "Aku masih bisa merawat ibuku sendiri. Lagi pula perawat yang anda kirimkan cukup baik. Itu sangat membantu."

Ivar mengangguk mengerti, setelah sekian lama ia berharap semua orang akan segera membaik. Seperti keadaanya saat ini, bisa kembali merasakan kebahagian yang telah lama hilang dari rasa nyaman hatinya, dan ia ingin semua orang merasakan hal yang sama seperti dirinya.

"Anda terlihat sangat bahagia. Sesuatu telah terjadi?" tanya Lani menyuruput kopinya yang baru-baru saja tersedia di meja bundar kecil di hadapan mereka. "ada hubungannya dengan Fay?"

"Ini masih seperti mimpi untukku. Fay kembali....dan itu sesuatu yang sulit untuk aku percaya. Setelah kejadian itu...ya dia kembali," ujar Ivar dengan sedikit berantakan.

Lani tertawa. "Anda benar-benar bahagia. Syukurlah Fay menyadari kebaikan anda, karena anda memang berhak untuk itu. Lalu kapan anda akan memberitahu yang sebenarnya pada Fay."

Riak wajah Ivar tiba-tiba berubah gusar, ia megusap wajahnya lembut. "Apa ia mampu? Maksudku apa itu tidak akan membuat Fay terluka lagi?"

"Menjadi orang yang tidak tahu membuat kita menjadi seperti orang yang paling bodoh dan perasaan itu membuat kita merasa terkhianati. Aku pikir itu akan membuat luka yang lain....sebelum terlambat, ada baiknya anda memberitahu Fay semuanya. Tentang kami....yaa kenyataan memang akan melukai, tapi setidaknya kita menjadi orang yang tahu. Fay berhak untuk itu."

"Walaupun kenyataannya saat ini, ibu masih membenci sesuatu yang berhubungan dengan anda dan keluarga anda. Tentu saja dengan keberadaan Fay juga....tapi kita akan terus mencoba, hati manusia tidak akan selalu membenci. Aku tahu itu...begitu pula dengan ibuku. Anda harus mencobanya."

Kata-kata Lani membuat Ivar tertegun. Ia tahu ini memang akan menjadi beban berat yang baru, walaupun begitu saat ini yang terbaik adalah Fay tahu segala hal yang selama ini mereka sembunyikan. Karena ia tahu tak ada luka yang tak mengering, bila pun menyisakan bekas, setidaknya perih tak lagi terasa. Sudah cukup rahasia itu tersimpan, ia akan mencoba mencari waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya. Fay harus tahu....

PAIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang