17 - Wrecking Balls Inside My Brain

Start from the beginning
                                    

Bicara soal sofa itu...

Aha! Sepertinya ini saat yang tepat untuk membalas dendam pada Iskandar Muda!

"Hmm... kalian berdua selamat berpacaran ya! Noy... lo harus bikinin gue Restoran Padang karena gue udah mengamankan mantan-mantan suami gue yang berserakan di kantor ini dan abang... Icha mau temu kangen dulu sama pak Iskandar. Ekhm... satu lagi! hati-hati sama sofa itu Nooy, tarikan untuk berbuat mesumnya dahsyat banget. Dulu si abang ciuman hot banget sama si Astrid disana, gue aja ampe merinding liatnya. Yu, gue cuss!"

Dengan lempengnya, Icha melenggang keluar dari ruangan Muda sementara Alena kehilangan kata-katanya karena ucapan Icha barusan dan Muda tidak bisa melakukan apapun selain menggerutu habis-habisan dan mengutuk Icha dalam hatinya.

Dasar adik menyebalkan!

Adik nakal!

"Oh... Aa belum pernah cium Astrid, seperti Aa cium Lena ya? jelas dong beda. Kata Icha ciumannya hot. Sementara sama Lena kan biasa aja... Aah, I see."

Alena tertawa dalam diamnya. Jadi begitu ya, kemarin Muda berbohong padanya? Pria dan bualannya! Menjengkelkan sekali.

"Lena..." Muda meraih tangannya dan dengan cepat Alena menepisnya.

"Lena mau pulang! Mami minta Lena nemenin dia arisan." Alena bangkit dari sofa dan hendak keluar dari ruangan Muda tetapi Muda lebih dulu meraih tangannya dan menarik kembali Alena untuk duduk di sampingnya.

"Kamu nggak akan pulang sebelum kamu dengar penjelasan Aa."

"Ih, emang Aa mau jelasin apa? kan udah jelas kata Aa juga kalau―"

"Itu Astrid yang cium Aa. Bukan Aa yang cium dia." Ucap Muda secepat kilat. Alena mengerucutkan bibirnya, "Sama aja. toh akhirnya kalian ciuman."

"Ya, beda. Itu Astrid yang mencium Aa, bukan Aa yang mencium Astrid."

"Tapi sama aja bibir kalian itu nempel Aa... sama aja." Alena bergeser menjauh, dan Muda ikut bergeser untuk kembali dekat dengannya.

"Ya, masa Aa harus lempar Astrid waktu dia cium Aa?"

Alena menatap Muda tak menyangka.

Haaa... laki-laki sama saja! dasar kucing!!

"Jadi Aa seneng ya, kalau Aa disosor begitu? perlu Lena bawain soang, buat sosor Aa?"

Muda malah tertawa, dan Alena kembali menatapnya tak percaya. "Kok Aa malah ketawa sih?"

"Ya, habisnya. Kamu lucu."

"What? Aa... perasaan Lena nggak selucu itu! kalau udah ciuman ya bilang dong, jangan bilangnya belum begini belum begitu. Aa dustaa... ya udah, sekalian Lena mau bilang aja, dulu Lena sama Al juga sering kok ciuman, malahan Icha pernah Lena kirimin foto kita lagi ciuman―"

Sebelum Alena menyelesaikan ucapannya, Muda beranjak dari sofa nya dan berjalan menjauhinya. Alena menahan senyumnya. Nah, sendirinya juga kesal kan mendengarnya?

Dengan cepat Alena menghampiri Muda dan mencium pipi kekasihnya secepat kilat, "Nah... nggak enak kan, A... rasanya?" Tanyanya.

Muda tidak menjawab apa-apa, dan itu membuat Alena kembali mengerucutkan bibirnya.

"Kayaknya kalau kita ada masalah, Lena selalu kalah deh. Soalnya tiap Lena marah dan kesel sama Aa, dan Aa diem begini... Lena jadi takut, kalau Aa malah balik marah sama Lena."

Alena meraih lengan Muda dan memeluknya, "Udah ah, Aa nggak boleh cemberut gitu. Makin tua tau A..."

Muda mendengus, ia menjawil hidung Alena kemudian berkata, "Aa nggak suka kamu ngomong yang begitu sama Aa." Ucapnya. Alena tersenyum manis, "Lena juga nggak suka kalau Aa bohong sama Lena. Jujur meringankan, bohong berdosa A. Sepahit apapun, kejujuran itu jauh lebih baik daripada kebohongan."

A Short Journey (3)Where stories live. Discover now