5

2.1K 317 40
                                    

Author's POV

Lelaki itu membanting semua barang-barang yang ada didepannya. Nafasnya berderu tak karuan. Lelaki itu mengacak rambutnya frustasi seraya menatap kearah cermin didepannya. Lingkaran hitam semakin menebal dibawah matanya.

"Gue gak bisa kecolongan terus-terusan." Ucap lelaki itu seraya berdiri dan berjalan mondar mandir didalam kamarnya.

Dia menggeleng terus-terusan, menyatukan kedua tangannya dan menggenggamnya erat.

Keringat dingin mengalir terus-terus dari wajahnya. "Harus berapa korban lagi?" Gumamnya terus-terusan.

Ia menghela nafasnya, mencoba untuk mengatur nafasnya sendiri.

Beberapa saat kemudian, ibunya mengetuk pelan pintu kamarnya, "Honey, are you okay?" Ibunya terus-terusan mengetuk pintu kamarnya. Ia tidak menghiraukan, ia terus-terusan mondar-mandir dan sesekali menatap kearah cermin didepannya.

Ia berdiam diri menatap pantulan dirinya sendiri.

Sebentar-sebentar, wajahnya terlihat pucat dan mata birunya berubah menjadi hitam sepenuhnya.

Ia menggeleng berkali-kali, berusaha untuk kembali ke dirinya yang sesungguhnya.

Lelaki itu menggeram, kemudian kembali membanting seluruh barang-barang yang ada dimeja belajarnya.

Ia berteriak berkali-kali.

Ia melihat botol kecil yang berisikan obat-obatan miliknya. Ia meliriknya sebentar kemudian meraihnya dan membanting botol itu. Membuat semua pil-pil obatnya jatuh berserakan.

"Honey, open the door, please!" Ibunya terus-terusan mengetuk pintu kamarnya dengan panik.

Ia tidak perduli.

Ia--maksudnya, dirinya yang lain, menatap kearah pojok kamarnya, senyuman miringnya terukir diwajahnya. Ia berjalan kearah pojok ruangan itu, kemudian meraih botol kaca berisikan jantung seseorang.

Dengan kasar, ia membuka tutup botol kaca itu dan memakan jantung itu dengan rakus.

Namun, dibawah sana, dirinya yang sesungguhnya meronta meminta pertolongan.

-------

Athena's POV

Aku tertawa melihat kakak lelakiku itu yang sedang memasak itu. Entah mengapa, tetapi melihatnya seperti ibu-ibu rempong itu yang membuatku terbahak. Sebentar-sebentar, ia akan pergi kesana. Dan sebentar-sebentar, ia akan pergi kesini.

"Bang, Gia bantu ya?" Tanyaku untuk kesekian kalinya.

Ia menolehkan kepalanya kemudian menggeleng, "No, Gia tetep duduk disitu. Biar abang yang ngerjain semua."

Aku hanya bisa menuruti perkataannya. Namun, beberapa saat, kakakku itu berteriak seraya menjauhi tubuhnya. Ia memegangi tangan kirinya dan berloncat-loncat.

Kena minyak ni anak kayaknya.

Dengan sigap, aku langsung berdiri dan mengambil es batu didalam pendingin dan meraih tangan kakakku itu. Es batu itu kutaruh ditangannya sebentar sampai warna merah mulai pudar.

"Itusih, Gia mau bantuin masak abang gak mau. Emang enak." Aku memeletkan lidahku kepadanya. Ia mendengus sebal seraya mengambil es batu dari tanganku.

Ia duduk dimeja dapur kami, aku mematikan kompor terlebih dahulu dan duduk didepannya.

"Abang, Gia kalo udah lulus sekolah pengen kayak abang, boleh? Soalnya, kayaknya seru aja gitu jadi agent yang ngurusin masalah-masalah ginian. Menantang." Kataku membuka percakapan.

"Gia berani emang liat darah-darah? Atau bahkan lebih dari darah?"

Aku mengedikkan bahuku, "Ya berani-berani aja sih. Anyway, gimana tuh sama kasus pembunuhan minggu lalu, bang?"

"Masih abu-abu, Gi."

"Maksudnya, bang?"

"Pembunuhnya gak ada ninggalin jejak. Tapi, abang sedikit curiga,"

"Curiga kenapa bang?" Aku mendekat kearahnya seraya menatapnya dengan tatapan bingungku.

Kakakku itu mencubit kedua pipiku gemas, aku mengerang sakit kemudian cemberut. Kakakku tertawa pelan, "Motif pembunuhan di St. Veronica, itu sama kayak motif pembunuhan Mr. Reynolds. Perempuan yang kebunuh di St. Veronica dadanya juga bolong, persis kayak Mr. Reynolds. Terus, mereka berdua jantungnya sama-sama hilang entah kemana."

"Jadi gimana bang?"

"Ya gak gimana-gimana, abang sama rekan-rekan abang juga lagi nyelidikin."

Aku berdiri dari dudukku kemudian berkata, "Semangat abang!"

Kakakku tertawa kemudian menarikku kembali untuk duduk, "Mom hari ini pulang, Gia mending siap-siap. Ntar lagi abang mau jemput soalnya."

"Aye-aye, Captain!" Kataku seraya berlari menaiki tangga dan menuju kamarku.

"Jangan lama-lama!" Teriak kakakku dari bawah.

"Iya!" Balasku juga berteriak.

Tapi, ya, perempuan mana sih yang bakal sebentar kalo disuruh siap-siap?

-----

EH GUE SENENG MASA, INI ADDICTED BARU 5 PART TAPI YANG BACA UDAH HAMPIR 1K. DEMI APA SAOLO:")))) DD TERHURA.

OY OY JANGAN LUPA CEK MULMED KYA

JANGAN LUPA JUGA VOMMENTS.

Addicted || l.r.hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang