Part 16 : Akhiri denganya, mulai denganku

21.8K 1.6K 219
                                    

Jika tidak ada cinta, katakan saja. Jangan karena tak ingin menyakiti, kamu lupa, walau luka yang kamu beri bisa di maafkan, namun tidak dengan di lupakan.


Langit...

Melody menggumamkan nama itu di dalam hatinya. Menimbulkan riak kesenangan di dasar sanubari. Kehangatan yang semalam ia idamkan melingkupi. Menutup lubang menganga di palung jiwa.

Pria ini nyata dan tengah memeluknya. Melindungi dia, dari dunia yang menilai seenaknya. Mendekap erat tubuhnya seakan berharga, Melody ingin tidur selamanya jika ternyata ini semua hanya ilusi semata.

Langit...

Tidak, pria ini bukanlah fatamorgana. Ia bernafas dan berdetak. Membungkus tubuh Melody dengan kedua otot lengan yang mengerat menandakan sebuah keposesifan.

"Aku tak ingin mengulangi perkataanku, Panji." Geraman dari kerongkongannya bahkan mampu di rasakan Melody dengan tubuh tanpa jarak mereka. "Bawa Ibumu pergi dari sini, atau izinkan aku menghubungi pihak keamanan sekarang juga."

Nadanya dingin mengintimidasi. Menciutkan nyali juga emosi.

"Tolong jaga Melody."

Itu suara Panji.

Dan Melody meragu, antara ingin terus bersembunyi dalam dekapan ini, atau meregangkannya demi melihat mantan terkasih yang hendak pergi dari hadapannya.

"Aku akan memastikannya." Balas Langit mengeratkan pelukkan.

Sejenak, Melody merasa dadanya mengembang dan mengempis di saat bersamaan. Ada haru yang menyeruak disana. Tapi tak sedikit pula piluh yang menyesak di dada. Apalagi ketika kalimat terakhir yang Panji ucap sebelum pria itu membawa ibunya menyingkir dari tempat ini, membuat kegamangan di relung terdalam hatinya. Rasanya ingin menangis, walau Melody tak paham kenapa ia harus melakukan hal itu.

Tetapi Panji… pria itu tetap menjadi sosok yang pernah ia cinta. Sosok pria yang juga ia yakini sangat mencintainya.

"Aku nggak punya apapun selain cinta untuknya. Kupikir itu saja sudah cukup, namun ternyata aku salah." Kesakitan dari suara Panji menggetarkan jiwa Melody, hasrat ingin meraung begitu gencar merongrong jiwanya. Melody sudah tahu sedari awal bahwa pria itu memang mencintainya. Panji memang mencintainya. Terlepas dari restu yang tak pernah mereka dapatkan dari orang tua Panji. "Aku nggak memiliki perjuangan untuknya, maka dari itu aku kalah."

Benar, Panji tidak memiliki apapun selain cinta untuknya. Tidak memiliki apapun selain rasa itu. Dan nyatanya kata tersebut tak cukup untuk mempertahankan cinta mereka. Sebab selain mengagungkan apa yang di sebut cinta, sang cinta yang manja itu tak puas jika dirinya juga tak di perjuangkan. Oleh sebab itulah mengapa cinta mereka berakhir.

"Pernah menginginkannya untuk terus berada di sisiku, tapi kemudian tersadar bahwa aku nggak pernah berjuang untuknya."

Panji...

Kepedihan itu mengoyak nuraninya. Menggetarkan lagi apa yang di sebut perih. Melody menggigil dalam keputus asaan menginginkan Panji atau benar-benar melepaskan pria itu.

Panji...

Pria yang tak hanya menoreh cerita, namun juga cinta. Sesosok adam yang memberinya bahagia lengkap dengan derita.

"Aku mencintainya hingga pada detik yang tak mampu kuhitung. Menginginkan dirinya sampai rasanya ingin mati. Tetapi kemudian aku sadar, bahwa cintaku saja tak layak untuk membuatnya tetap tinggal."

Melody meremas bagian depan dari kemeja yang di kenakan Langit. Menyalurkan sesak yang menghujam hingga rasanya ia ingin terisak. Apa ini, Tuhan?

“Kadang aku berusaha keras untuk mencari jawaban yang sebenarnya nggak pantas di pertanyakan lagi, yaitu kenapa kami berpisah?” serak suara Panji mempengaruhi sesak yang mengumpul di dada Melody. Menggedor pertahanannya, hingga rasanya Melody tak lagi mampu untuk berdiri di atas kakinya yang rapuh.

A Million TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang