Part 2 : All about passion?

37.5K 3K 64
                                    


***

Langit tak pernah mengerti mengapa ia harus repot-repot merealisasikan rencana konyol yang ia dapat sehabis melakukan percakapan singkat tak penting dengan sahabat karibnya, Arya. Pria itu juga tidak tahu kenapa ia nekat mewujudkan ide gila yang sebenarnya sangat tak pantas untuk di sebut ide.

Dan yang lebih mengherankan lagi, mengapa tangannya harus menggeret paksa wanita yang tengah merontah dalam genggamannya ini. Langit tak mengerti. Sungguh, ia sangat tak paham akan keadaan seperti ini.

Hanya saja, entahlah ia pun tak mampu menjabarkannya.

Fakta bahwa Jihan tidaklah terlalu menarik di matanya atau sebeneranya rasa suka pada sekertarisnya itu tak mempan untuk menyulut obsesi dalam dirinya.

Demi Tuhan, Langit tak tahu apa alasan mendasar ia menyeret Melody untuk mengikuti langkah-langkahnya. Cuma karena seberkas penglihatan akan kerapuhan wanita itu yang benar-benar mengusik matanya.

Hah, yang benar saja?

Sejak kapan Melody menjadi rapuh?

Buktinya mulut wanita itu saja masih terus menerus menyumpah serapahi dirinya. Masih saja mengeluarkan kata-kata beracun yang bisa menandingi bisa ular.

Ck, mimpi apa dia semalam hingga dengan gila melakukan semua ini?

"Lepaskan aku brengsek!"

Yah, makian seperti itulah yang sedari tadi ia dengar.

"Sialan, Lang. Lepasin tanganku!"

Oh yah seperti itu.

"Diamlah, cerewet."

Dan anehnya ia merasa perlu menandingi ketajaman mulut cerdas itu. Hingga beberapa kali Langit mengeram, bukti keseriusannya untuk memboyong Melody pulang.

Pulang ya?

Pulang kemana?

Ck, entahlah.

"Langit!" Sekali lagi teriakan wanita itu lolos memecah keremangan malam di tempat parkir diskotik yang mereka datangi.

"Berisik, Mel." Langit meraih kunci mobilnya untuk membuka kunci otomatis pada mobil berwarna putih miliknya.

Menggerutu sambil menghentak tumit sepatu, Melody memilih menuruti pria itu kali ini. Diam dengan sebelah tangan di tarik paksa. Oh, Melody berjanji Langit akan membayar semuanya nanti.

"Oke aku diam." Ia mendesis namun dengan ketajaman yang lebih manusiawi. "Sekarang Langit, kita mau kemana?"

Langit melirik Melody dengan ekor matanya. Tersenyum tipis kala matanya yang hitam melihat bagaimana Melody menekuk wajahnya. Kemudian ia baru menyadari satu hal.

Menghela nafas, Langit menghentikan langkah mereka. Kemudian berbalik sebelum Melody bisa melarikan diri. "Pakai ini." Ia menyodorkan jas yang sedari tadi sudah terlepas dari tubuhnya.

Melody menatap jas hitam itu dengan alis berkerut. Melayangkan pandangan tak mengerti, terlebih tak suka. Dengan aura yang lebih ketus dari sebelumnya, Melody menyipitkan matanya. Menilai Langit dari atas kebawah dengan tatapan mencela. "Like a gentle, huh?" Cibirnya telak. "Sorry man, tapi aku tidak tersentuh."

Langit mengangkat sebelah alisnya dengan sudut bibir terangkat geli. "Tolong Mel, jangan biarin aku mematahkan hatimu lagi." Seringainya mengembang culas. "Pakai ini, karena di dalam mobilku full AC. Mengingat gaun pestamu seperti itu, aku nggak yakin kamu nggak bakal menggigil di dalam sana." Kekehnya menang.

Melody memutar mata, jengah. "Jangan buat tertawa deh, Lang. Karena malam ini aku nggak pengen ketawa."

Langit mengedikkan bahunya santai. "Dan tolong jangan biarkan aku menjadi malaikat tanpa sayap yang harus memaksamu pakai jas sialan ini, Mel. Seenggaknya pakai ini, aku nggak mau kamu muntahi mobilku karena masuk angin."

A Million TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang