Part 8 : Kepemilikan

30.4K 2.7K 133
                                    

***

Jika kau terus melihat ke belakang, kau tentu tak akan bisa menatap masa depan. Mengenang kisah memang indah, tapi percayalah semua memiliki porsinya. Termasuk kenangan di masa lalumu.

Melody mengerang saat Panji membelai lidahnya. Melenguh tertahan kala pria itu menyentuh dadanya. Tubuhnya sudah condong ke depan, bak busur panah cupid yang siap menghempas busur cintanya. Ia gemetaran merasakan sensasinya kemudian menggigil saat pria itu membelai lehernya.

Panji mengenal tubuhnya. Sangat mengerti di bagian mana harus menyentuh hingga membuat Melody memasrahkan dirinya.

Melengkung tak lagi berguna, sesaat setelah pria itu mendorongnya di tepian meja, membuainya terbang keawan dengan sentuhan-sentuhan ajaib tangan malaikat. Namun tatkala tangan itu menerobos kedalam rok hitam yang di kenakan Melody, wanita dalam rengkuhannya itu seolah tersadar akan buaian nafsu yang memupuk dan membesar tersebut.

Umpama kata bahwa setan selalu berada di sekeliling manusia memanglah benar adanya. Setan-setan dari neraka sana mungkin memang hebat dalam menyesatkan manusia. Namun ketahuilah, selain setan yang berada dimana-mana, manusia juga memiliki iman yang siap sedia memayunginya dari kebusukan dosa.

Jadi berdasarkan kepercayaannya akan adanya Tuhan, Melody tersadar atas apa yang tengah ia lakukan bersama Panji. Kesadaran menerpanya tanpa instruksi, membuat dirinya pening dan oleng ketika mengetahui situasi yang terjadi.

Tubuhnya masih bergetar akan hasrat yang minta di tuntaskan. Gairahnya belum juga surut kala dengan kesadaran itu, ia mendorong dada Panji menjauh darinya.

"Mas...!" Serunya seraya memastikan dorongannya mampu membuat jarak di antara keduanya. Dan halauan tangan Melody cukup menciptakan ruang hampa di antara sepasang anak adam di ruangan ini.

Melody terengah dengan tangan menyusuri rambut dan tubuhnya. Memeriksa detail dari setiap penampilannya yang jelas telah acak. Melody menyipit menatap Panji dengan mata memerah marah.

"Apa-apaan kamu, Mas!" Ia berang. Terlebih tersinggung atas respon tubuhnya sendiri. "Sadar Mas, kamu sudah menikah!" Raung Melody membenahi pakaiannya yang kusut, serta rambut panjangnya yang terurai masai.

Panji terlihat lebih tenang dari Melody. Nafasnya mungkin terengah serupa dengan wanita di depannya ini, namun jelas ia sudah terlebih dahulu menguasai suasana, hingga dengan tenang ia melenggang untuk memangkas jarak lagi dengan mantan kekasihnya itu.

"Mel,"

"Minggir Mas, jangan mendekat kamu!" Hardik Melody berang. "Jangan bersikap seolah tak terjadi apa-apa Mas. Dan tolong hilangkan ekspresi santai itu di wajahmu. Kita jelas tahu ini salah." Jelas Melody panjang lebar.

Panji menutup matanya demi memperoleh kesabaran yang masuk akal untuk menghadapi Melody jika wanita itu sudah berada dalam mode histeris seperti ini. Karena alih-alih kita bisa melawan, Melody jelas akan semakin tak terkendali.

Cukup ia mengenal Melody selama dua tahun. Mempelajari sikap dan sifat wanita itu selama waktu mereka bersama. Melody adalah wanita yang selalu menyelaraskan emosi dan situasi. Sangat terkontrol dan jarang sekali meledak-ledak. Setidaknya, tidak dengan keadaan yang bisa di tolerirnya.

"Aku di sini untuk bicara, bukan mengenang segala yang pernah kita lakukan."

Panji diam mengamati. Membiarkan Melody melepas segala uneg-unegnya adalah hal bijak yang bisa ia lakukan sekarang ini.

"Berhenti menemuiku, Mas. Dan tolong jangan pernah menganggu hidupku lagi." Melody membalikkan tubuh, membungkuk untuk mengambil tasnya yang terjatuh setelah aktivitasnya dengan Panji tadi. "Aku tidak menerima semua yang kamu sodorkan padaku lagi, Mas. Sungguh, tolong berhentilah mencoba." Ia terlihat jengah.

A Million TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang