"Ya. Angkat saja dulu, Sayang," ujar Damian.

Firanda berdiri dan pergi menuju kamarnya, ia meninggalkan makanannya bersama Bobby, Damian dan Alena.

"Istrimu menakutimu, Dam?" bisik Alena.

Damian tak menjawab pertanyaan Alena, tetapi memang benar bahwa Firanda menakutinya. Segala peristiwa yang terjadi dari mulai keberadaan istrinya ke Morning Abby sampai dengan pertanyaan jebakan yang Firanda tujukan pada Damian. Semuanya memang bukan kebetulan, Damian yakin ada sesuatu yang disembunyikan istrinya. Kecurigaannya datang lagi atau memang pada dasarnya dia sendiri yang tidak mantap dan mudah goyah. Pikirannya mudah sekali berubah, namun petunjuk-petunjuk tidak boleh ia lupakan. Ia masih ingat tekadnya untuk menjawab segala teka-teki yang telah ia temui.

"Sayang!" teriak Firanda memanggil suaminya.

Damian segera berdiri dan menghampiri Firanda di kamar mereka. Wajah Firanda terlihat senang, namun bisa dilihat ada kekhawatiran dari caranya memandang Damian.

"Fiona! Dia meneleponku, dia ingin bertemu!" ucap Firanda agak berbisik.

"Adikmu?" jawab Damian bingung sembari memandang istrinya dengan pandangan tak percaya. "Aku akan mengantarmu," tambahnya.

"Tidak! Biarkan aku sendiri saja yang menemuinya," bantah Firanda yang kemudian mengambil kunci mobil di atas meja dekat ranjang.

"Hati-hati! Aku selalu tidak tenang jika kau menyetir sendirian," ungkap Damian.

"Aku akan berhati-hati, percayalah!" Firanda tersenyum pada Damian, mengambil jaketnya yang tergantung dan pergi.

Damian merasa penasaran. Fiona yang diketahuinya sudah tidak pernah memberi kabar apapun kepada keluarganya, tiba-tiba minta bertemu dengan kakaknya. Pastilah ada sesuatu yang sangat penting dan mendadak yang membuatnya memutuskan itu. Damian mengubur rasa penasarannya dan kembali ke ruang makan.

"Apa yang terjadi, Dam?" tanya Alena yang tengah merapikan meja makan.

"Firanda pergi menemui adiknya," jawab Damian.

"Mama tidak mengajakku!" ungkap Bobby kesal.

Damian membopong anaknya yang tampak marah itu dan membawanya ke ruang tengah. Ia menurunkan Bobby ke atas sofa, mengambil remote, ia menyalakan televisi untuk mengalihkan pikiran anaknya dari ibunya. Wajah kesal anaknya sama saja, tidak berubah. Anak kecil itu cemberut dengan tangan bersedekap.

"Mamamu akan segera kembali, Sayang! Bagaimana kalau besok kita pergi?" kata Damian mencoba meluluhkan perasaan anaknya.

Bobby menoleh ke arahnya dengan wajah cemberutnya, namun mata anak itu seakan bertanya ke mana ayahnya akan mengajaknya pergi. Damian membuka senyumnya lebar-lebar dan memberikan opsi pada anaknya ke mana mereka akan pergi minggu besok. Anaknya memang mudah luluh, dengan cepat wajahnya kembali ceria.

Alena bergabung dengan Damian dan Bobby, duduk di sofa bersama. Ia membawa semangkok popcorn yang baru saja ia buat. Mereka menonton televisi bersama sampai sekitar pukul sembilan. Damian menyuruh Alena agar membawa Bobby tidur, walau bocah itu tampak belum mengantuk, ia tetap mau menuju kamarnya.

"Tante! Apakah Tante Lena benci dengan Mama?" tanya Bobby.

Alena menggeleng. "Bobby, Tante Lena tidak membenci siapapun! Kenapa kau menanyakan itu?" tanya Alena sembari mengambil baju tidur Bobby.

"Aku hanya ingin tahu," jawab Bobby. "Aku akan menggosok gigi dulu!" tambah bocah itu segera lari ke kamar mandinya.

Setelah gosok gigi Bobby mengganti pakaiannya sendiri. Anak itu memang sangat pintar, di usianya yang belum genap lima tahun, Bobby kecil sudah bisa membaca dan menulis. Anak itu juga mengetahui banyak hal, ia sangat aktif bertanya dan mudah menangkap apa yang orang lain katakan. Selain kepandaian anak itu dia memang tetap anak kecil yang bertingkah layaknya anak-anak.

The Red Affair 「END」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang