Ya, siapa lagi jika bukan Namjoon.

Taehyung mengulurkan tangannya. Aku menggapai tangan besarnya dan ia menuntunku untuk berdiri.

"Ayo. Manager-nim mengatakan kita harus pergi duluan karena Bang PD memanggil kita."

Saat kami tiba di pintu backstage BTS, aku melirik kembali kedalam.

Jungkook menatapku, lalu membuang wajahnya seakan tidak pernah mengenalku.

---

Tepat pukul 23.00 KST, aku mendapati diriku duduk diruangan kosong ini bersama Taehyung.

Ruangan kosong yang kumaksud adalah ruangan yang kami tempati saat mengadakan pers.

Hanya satu lampu yang dinyalakan dari enam buah lampu yang tersedia.

Kami berdua duduk di atas meja, menghadap ke dinding kaca.

Kuamati jalanan kota Seoul yang padat dibawah. Seoul adalah tipikal kota yang sibuk, bahkan saat malam. Kau tahu, gedung bertingkat yang tingginya beraneka ragam. Lampu dimana-mana. Halte bus yang dipenuhi para pekerja yang baru pulang. Dan sebagainya.

Kurapatkan kedua kaki di dadaku, "Aku suka disini."

Mataku masih tertuju pada keramaian kota Seoul.

Taehyung bertanya, "Wae?"

"Rasanya seperti di rooftop, hanya disini tidak ada angin yang berhembus kencang." Lalu aku menepuk meja yang kami duduki, "Dan ada meja disini."

Ia mendengus, "Sepertinya kau sangat suka rooftop."

Aku tersenyum, lalu berbalik kearahnya, "Aku suka tempat yang sunyi. Lalu bagaimana denganmu? Kau suka dimana?"

Taehyung memandang kearah dinding, "Hmm.. Aku suka kebun binatang dan taman bermain. Tempat yang ramai."

Kami benar-benar seperti dari planet yang berbeda.

Tapi, kebun binatang? Taman bermain?

Seriously?

Aku menggeleng lalu terkekeh, "Kau yakin kau bukan anak-anak, Taehyung-ah?"

Taehyung cemberut, "Ani. Aku sudah dewasa. Mau kubuktikan?" Ia tersenyum lalu menggigit bibir bawahnya.

Lalu aku memukul pundaknya dengan keras, "Ya!" Aku tersenyum. Dia lucu sekali.

Taehyung mengusap-usap pundaknya yang kupukuli. "Kau tega, Hyeri-ah"

Aku melirik kearahnya, "Jinjja?"

Ia mengangguk, "Tapi tidak apa-apa"

Aku terkekeh.

"Aku tidak apa-apa, Hyeri-ah." Taehyung mengulangi.

Dan aku mulai merasa bahwa untuk kali kedua ini tidak merujuk kepada bahunya.

Aku terdiam.

That Day.Where stories live. Discover now