Dua Puluh Enam

16.8K 1K 25
                                    

Enjoy the story and  sorry for the typo.....

_______________________

Fay tersentak kaget dari tidurnya ketika mendengar suara dorongan kursi di dalam yang semakin larut. Ia pun bangun terduduk ketika sadar kalau putrinya sudah tidak tidur dalam pelukannya lagi. Fay menghela nafas lega ketika sadar kalau pembuat gaduh malam ini adalah putrinya, Clara sudah duduk di samping tempat tidur pasien ayahnya.

Setelah kejadian mengkhawatirkan tadi, akhirnya mereka harus kembali ke rumah sakit lagi. Ivar harus beristirahat total. Dan menurut dokter pria itu harus melakukan pemeriksaan lanjutan yang sebagaimana mestinya sebelum ia kabur di hari sebelumnya. Ada sedikit perasaan bersalah di hati Fay, benarkah hanya sedikit? Ia sempat menangis saat kejadin itu terjadi. Bahkan semakin terisak ketika harus menenangkan Clara di pelukannya saat putri mereka meraung-raung dan memanggil ayahnya berulang kali, memintanya untuk segera membuka mata.

Dengan masih sangat ngengsinya Fay harus mengakui semuanya, ia memiliki keluarga yang sangat luar biasa menyayanginya. Tidak ada penyesalan atau apapun dari mulut kakeknya ketika acara spesialnya berakhir dengan seperti ini. Bahkan kakeknya terlihat sangat khawatir, begitu juga dengan yang lainnya. Mereka berharap Ivar baik-baik saja. Ivar, selalu memenangkan hati semua orang.

Mereka semuapun rela menunggu hingga larut malam, menunggu sampai Ivar siuman dari pingsannya. Mereka ingin memastikan semuanya baik-baik saja. Namun hingga tengah malam beralihpun, Ivar masih sangat pulas dengan tidurnya. Mungkin paduan antara kelelahan dan obat-obatan membuatnya terlelap menyenangkan. Hingga para keluarga memutuskan untuk pulang dan akan kembali lagi esok.

Seharusnya Clara harus ikut pulang, akan tetapi ia memilih bergatung erat pada pelukan sang ibu ketika pengasuhnya ingin menariknya pulang. Ia menangis sekeras-kerasnya, ia tidak ingin meninggalkan ayahnya. Akhirnya Fay meminta mereka untuk tidak membawa Clara pulang, ia tidak tega melihat putrinya menjerit-jerit, bahkan tersedak oleh tangisnya sendiri.

Mungkin karena kelelahan menangis, Clara akhirnya tertidur pulas dalam pelukannya, pada sofa kecil di depan TV. Fay yang sedikit kelelahan dengan pikirannya, akhirnya ikut tertidur sambil mendekap erat putrinya. Hingga kejadian gaduh itu terjadi....

"Clara, kenapa kau bangun selarut ini?" tanya Fay seraya melihat ke jam tangannya. Waktu menunjukan pukul 02:23 AM. Masih terlalu pagi untuk anak kecil itu bangun.

"Clara mau nunggu Daddy bangun," jawabnya masih menatap tubuh ayahnya lekat, suaranya terdengar sendu. Membuat Fay menghela nafas tak kalah lirih.

Fay berjalan mendekat ke arah putrinya terduduk. Pakaian mereka masih sama dengan yang tadi, belum ada kesmpatan untuk menganti. Tapi, Fay tadi sudah meminta Lily untuk menyiapkan dan membawanya ke rumah sakit melalui Oscar.

Fay mengusap kepala Clara pelan. "Mom, ganti bajumu dulu. Pasti sangat tidak nyaman memakai gaun itu, sayang."

Clara menunduk untuk menatap gaun yang ia pakai. Kemudian mengusap bagian roknya pelan. "Seharusnya kita foto bersama tadi. Kita kan belum punya foto bersama. Teman Clara pernah kasih lihat foto dia sama ayah dan ibunya. Baju mereka juga sama. Clara juga mau punya foto seperti itu. Supaya Clara bisa pamer ke teman-teman. Kalau Clara punya ayah yang tampan dan ibu yang cantik. Tapi, Daddy sakit," ungkapnya sedih masih mengusap gaunnya.

Mendengar ungkapan sedih putrinya, membuat hati Fay berdenyut perih. Clara, putrinya punya mimpi yang indah, mimpi wajar yang seorang anak inginkan dari orang tuanya. Mimpi yang sebenarnya sangat sederhana dan sangat mudah untuk sebuah keluarga, keluarga yang normal. Hanya saja bocah polos itu tidak pernah tahu, keluarga indah seperti yang ia harapkan selama ini. Hanyalah sandiwara kedua orang tuanya, yang hanya bertahan untuknya. Karena keluarganya bukanlah keluarga normal.

PAIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang