EIN

219 41 29
                                    

Seyna

Though the road's been rocky it sure feels good to me.
~ Bob Marley ~

•••

" Dilema, nih, ceritanya ?"

Aku meletakkan kembali surat yang dalam beberapa hari ini menguasai pikiranku dan melihat ke arah sumber suara, mendapati sesosok perempuan dengan tampilan menyerupai Lorde, penyanyi dan penulis lagu asal Auckland, New Zealand, tengah berdiri di ambang pintu kamarku.

Siapa lagi kalau bukan Andrea? Fans fanatik Lorde, yang notabene adalah sahabatku sejak kecil yang sekarang tinggal di Surabaya.

" Andrea? Sejak kapan kamu disini?"

Andrea beranjak mendekatiku, duduk di atas ranjang, disampingku. "Sejak zaman purba! Ya dari tadi, udah hampir lumutan kaki gue, ngeliatin elo yang sedang dilema," Andrea merengut kesal.

" Iya deh, maaf. Lagian ngapain kamu kesini?"

"Ohh, jadi gak boleh nih? Seyy, lo gak ingat sama jasa gue yang begitu menumpuk ke elo, lo gak inget siapa yang ada disaat lo lagi sedih, lo gak ingat siapa yang sering traktirin lo, lo gak ing..,"

"Cukup, cukup! Sensi banget sih, dasar mulut lo gak pernah berubah ya?"

Andrea mengerucutkan bibirnya, " Tante Emma kasih kabar ke gue, katanya lo dapat beasiswa dan besok berangkat ke Berlin. Dasar! Nggak kasih tahu gue kalo mau ke Berlin, "

Aku hendak menjawab.

" Nggak perlu dilema, Sey. Lo harus move on, jangan ingat dia lagi dan lanjutkan beasiswa lo ke Berlin. Ingat, lo itu pintar, masih banyak cowok yang mau sama elo. Lagian, belum tentu dia punya perasaan yang sama ke elo, apalagi lo jatuh cinta sama dia saat lo masih duduk di bangku SMP dan sekarang, lo dan dia nggak pernah bertemu lagi sejak dia dahulu pindah ke luar kota. Asal lo tahu, banyak orang bilang, cinta saat SMP hanyalah cinta monyet. NOT TRUE LOVE !" sanggah Andrea cepat.

" Ih, apaan sih, ngawur deh. Lagian siapa juga yang dilema, dasar sok tahu !" Aku menyenggol bahunya kuat.

Andrea meringis.

" Eh, tapi besok lo beneran berangkat ke Berlin ?" Andrea tak percaya.

Aku memutar bola mata. Malas menjawab pertanyaan yang jelas-jelas dia tahu jawabannya.

Andrea mencubit pipinya sendiri. "Aww! Beneran! Ternyata gue nggak mimpi. Oh my God!!! Sahabat gue ini mau ke Berlin,"

Dasar gila! Memangnya untuk apa juga bila aku berbohong tentang beasiswa itu padanya.

Aku terkekeh pelan, melihat ulah konyol Andrea seraya merebahkan diri diatas kasur.

" Oh,ya, Rea, kamu kesini sendirian? "

Andrea mengangguk, ikut merebahkan diri di atas kasur, di sampingku.

" Eh, ngomong-ngomong tentang scholarship di luar negeri, aku mau cerita nih," Andrea mengubah posisinya menatap langit-langit kamarku.

Faithful In BerlinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang