Dua Belas

448 36 1
                                    

PROMPT #2: PENANTIAN

.

SATU lusin tahun dilalui dengan terinjaknya masa kebersamaan kami. Kau mungkin tidak terjaga dari bayang-bayangmu, bagaimana aku bisa berada dalam balutan jas hitam kokoh dan membentuk tegap yang sempurna di tubuhku. Aku paham, kau hanya sekadar meraba ringan mendapatiku yang telah mengapuk keberhasilan, namun tak tahu bahwa dorongan itu hanya dilekatkan olehmu.

Sesekali, ketika pagi menyambut sementara jemariku mulai bermain di atas porselen dengan kafein yang bertampung di dalamnya, genangan memoriku terbawa akan kelampauan tak terulang. Kau yang dua belas tahun lalu adalah gadis dengan kepang ganda di masing-masing bahu, menawarkanku kue bundar berperisa nanas yang menyenangkan indra pencecap.

Kau di delapan tahun yang lalu adalah gadis perangkul pundakku dan menyebar namaku sebagai sahabat sejatimu di hadapan rekan belajarmu. Kau yang lima tahun di masa lewat adalah kau yang berbondong semangat ke arahku demi memberikan kabar menyenangkan; kabar bahwa seseorang yang telah mengunci hatimu sejak lama itu akhirnya berada di genggamanmu.

Kemudian kau di empat tahun yang lalu adalah gadis dengan senyum teduh menyapa setiap pengunjung kedainya ringan. Lantas, membekukan hati setiap lelaki yang menarikmu dalam ajakan berkencan karena penolakan halusmu.

Begitu musim tersapu waktu, aku masih berada di garis aman untuk tetap memperhatikanmu dalam bisu, kendati pun kau tersenyum untuknya dan berbahagia kepadanya. Aku pikir, menunggu adalah lajur terbaik untuk mengharapkan secuil sayangmu padaku.

Namun, musim gugur yang dingin mengantarkanku pada titik keruntuhan benteng penantianku. Mana kala Ibumu yang siang itu singgah ke rumah demi mengirim amplop tebal padaku; amplop berukir hiasan manis dengan corak cokelat—warna kecintaanmu.

Melalui benda pipih yang sederhana itu, kueja namamu yang tertimbun di atas sana, bersanding dengan nama lelaki lain yang membuat keterlambatan menjadi penyesalan terbesar dalam hidupku. Judul besar dari amplop tersebut mengoyak hatiku usai mataku membaca keseluruhannya.

Wedding Invitation.

Di halaman terbelakang, kudapati kutipan yang selalu kauelu-elukan di depanku, “Persahabatan selalu lebih dari cinta biasa.” Aku pun tak pernah menyesal telah menjadi sahabatmu yang menunggu cinta luar biasa darimu.

POINTLESSWhere stories live. Discover now