Halusinasi

1.7K 35 1
                                    

Chapter 7 : Halusinasi

Ketika membuka kedua matanya perlahan, cahaya lembut matahari terlihat dari jendela kamar yang menghadap ke timur. Menandakan hari sudah sore. Sudah berapa lamakah dia tertidur? Terakhir kali segalanya terasa begitu sesak hingga bernafas di dalam airpun rasanya lebih mudah.

Tempat ia berbaring cukup lapuk namun sangat nyaman, selimut yang menyelubunginya tampak gimbal dengan beberapa tambalan kasar di sana sini. Ketika ia menyingkap selimut itu, Xing Cai menyadari pakaian perangnya telah diganti dengan pakaian tidur. Matanya mulai mencari-cari pakaian perangnya di ruangan itu.

Ternyata pakaian perangnya sudah dicuci dan besinya sudah dibersihkan. Masih ada beberapa retakan, sisa-sisa perang.

Xing Cai duduk di atas kasurnya, bertanya-tanya, siapa yang membawanya kemari? Apa yang terjadi padanya selama tak sadarkan diri? Dimana ini?

Terakhir kali ia melihat Guan Suo. Guan Suo kah itu? Atau hanya halusinasinya saja?

Bila benar itu dia, muncul rasa kagum tentang bagaimana tiga tahun telah membuatnya terlihat lebih tinggi dan semakin menyerupai pejuang.

Ketika ia memperhatikan suara-suara di sekitarnya, ia mendengar suara retakan-retakan lembut dari kejauhan, beserta bunyi gemuruh yang lembut secara konstan. Tampaknya seseorang seperti sedang membakar sebuah lumbung.

Xing Cai pun berjalan keluar melalui pintu yang mengarah ke halaman luar. Dilihatnya lagi sosok lelaki jangkung berkulit kemerahan. Ternyata dia sedang membakar sesuatu. Seperti tumpukan jerami dan ada sesuatu yang diletakan di atasnya kemudian dibakar. Apakah dia sedang membakar mayat seseorang?

“Guan Suo?” panggilnya.

Ia tetap khusyuk memejamkan mata, berkabung. Mungkin mendoakan orang yang dibakarnya itu agar sampai ke surga.

Maka Xing Cai duduk di sebuah kursi dengan kalem sambil memandangi orang di depannya. Dengan sabar ia menunggu lelaki itu menyelesaikan urusannya.

Ketika matahari sudah semakin jatuh ke barat, kobaran api hampir selesai melalap seluruh jerami di sana. Guan Suo membuka matanya dan mengangkat kepalanya. Ia sadar Xing Cai menegurnya tadi, tapi ia tahu gadis itu bisa menunggu.

Dengan santai ia duduk di sisi Xing Cai. Kedua bahunya condong ke depan, bertumpu dengan kedua siku tangannya di atas kedua lutut. Wajahnya terlihat sedikit sedih.

“Red Hare?” Xing Cai memulai percakapan.

Guan Suo mengangguk. “Ayahku dan Red Hare memiliki ikatan batin yang sangat erat. Ayah tidak pernah lupa mencucinya setiap pagi dan sore. Masuk ke kandang kuda yang kotor dan bau, jendral besar Shu itu menginspirasiku. Dan kini … tiga tahun setelah ayah meninggal, ia masih hidup. Ketika aku menemukannya di hutan dan merampasnya dari pewira Wu, ia seperti tercelik, seperti hidup kembali. Ia tahu kemana harus melangkah untuk keluar dari tungku perapian itu.”

Kemudian wajahnya memandang Xing Cai. “Ia yang menyelamatkan kita. Setelah tiba di sini, ia langsung ambruk dan mati tadi pagi.”

Ada segurat simpati di wajah Xing Cai. “Kau … tidak tidur semalaman? Apakah kau menjaganya?”

“Setelah merawatmu.” Guan Suo menambahkan.

Perlahan seluruh wajah Xing Cai tersenyum lembut untuknya. Dari tadi ia mengamati tangan teman sepermainannya saat kecil ini dan melihat ada sesuatu yang disembunyikannya, tak ingin orang lain melihat. Xing Cai meraba lengannya sampai ke telapak tangan. Tangan lembutnya merasakan telapak tangan Guan Suo yang melepuh.

“Kau benar-benar ada di sana… apa yang terjadi padamu?”

“Tangan ini akan sembuh oleh waktu. Tapi saya tidak bisa membiarkan pohon itu ambruk menimpamu.”

Dynasty Warriors fanfic : Folk-taleWhere stories live. Discover now