Birth and Death

2.3K 47 4
                                    

Guan Ping telah menikah tak lama setelah Guan Xing dan Xing Cai pergi meninggalkan Jing. Ia segera dikaruniai seorang putra yang sehat. Guan Suo mendampingi istri Guan Ping melahirkan seorang anak karena saat itu Guan Ping sedang berhalangan hadir. Itulah pertama kalinya Guan Suo menyaksikan proses kelahiran seorang manusia.

 

Begitu mendengar suara tangisan bayinya yang lantang,

Seketika wajahnya berubah menjadi begitu bahagia.

Dengan penuh kerinduan ia mencari-cari anaknya, meminta bidan memberikan putranya yang baru lahir itu ke dalam pelukannya, menciumnya penuh kasih sayang.

Kenapa ia tidak mengutuki bayi itu karena telah merepotkannya selama 9 bulan dan kini membuatnya menderita atas kelahirannya di dunia ini?

Apakah saat aku lahir … ibuku juga seperti itu?

Chapter 2 : Birth and Death

Sekitar 2 tahun kemudian akhirnya Guan Yu mulai bergerak untuk menyerang Wei di istana Fan. Ketika hendak mengatur pasukan, Guan Yu mengetahui bahwa perbatasan di Wu dijaga oleh seorang pemuda seusia Guan Xing bernama Lu Xun, Guan Yu mentertawakan pihak Wu. “Betapa bodohnya mereka, menyuruh anak kecil menjaga perbatasan. Tampaknya mereka benar-benar sudah menyerah!”

Saat semua orang sibuk mempersiapkan persenjataan dan ransum, Guan Suo sedang duduk memeluk tombaknya sambil mengais-ais tanah. Semua orang sibuk. Ayah, Guan Ping, tidak ada waktu untuk memperdulikan seorang pemuda labil yang sedang kebingungan mengenai tempatnya di dunia ini dan untuk apa dia hidup bila hidupnya terasa tidak ada artinya.

Guan Suo tidak pernah mendapatkan pelatihan militer atau pelatihan silat secara khusus. Bila ia bertengkar, ia bertengkar dengan gerakan ala kadarnya. Tenaganya memang cukup kuat, namun tampaknya ia memiliki bakat natural mengenai pertempuran…

Kala pertempuran berlangsung begitu dahsyat, Guan Suo menolak ada di barisan aman dan meminta ditempatkan di baris depan. Prajurit pertama yang ia bunuh adalah seorang tentara Wei yang berusaha memotong lehernya. Setelah darah pertama itu memuncrat ke wajahnya, Guan Suo seperti kehilangan akal dan bangkit. Mencabut kembali pedangnya dari leher tentara Wei itu dan membacok seorang prajurit musuh yang sedang menusuk temannya.

Dua orang sudah terbunuh. Ia sendiri tidak mengerti kenapa ia menyeringai.

Guan Suo terus membunuh musuh satu persatu, merasa ketagihan atau barangkali ia hanya kerasukan setan perang. Darah yang memuncrat terasa sangat memuaskannya. Ia ingin membunuh, haus akan nyawa musuhnya.

Dan akhirnya …

Bzrattt………

Tidak sengaja ia membacok temannya sendiri. Ketika ia terpaku menyadari kekeliruannya, seseorang menghampirinya dan mengayunkan pedang ke kepalanya dari belakang. Namun orang itu segera menjerit setelah sebuah godam raksasa menghajar kepalanya. “Jangan diam saja!! Serbu..!!”

Guan Suo tersenyum. Pemuda 18 tahun itu berjalan mandi darah menelusuri areal perang. Pedangnya telah membelah besi dan kulit lawan. Sensasi ini … sendirian, dalam bahaya, tidak ada sudut yang aman….kematian ada di sekitar, depan, belakang, kanan, kiri … Entah mengapa situasi diujung batas kehidupan begitu menggairahkannya.

 

Orang bilang ayahku dewa perang.

Dengan begini, apakah ini berarti aku pewarisnya?

Dynasty Warriors fanfic : Folk-taleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang