Bab 5

18.9K 918 5
                                    

Aku disuruh menunggu di kantor Om Randy sebelum ke ruangan Anaknya. Om Randy bilang, Kak Thomas tidur di kantor, tepatnya di ruangannya. Jadi, karena takutnya kak Thomas sedang mandi atau gimana. Ehm, tapi aku pengen ngeliat dia bertelanjang... dada. Pasti keren, perutnya pasti berkotak-kotak. Dadanya bidang. Eh.

"Gimana? Thomas perlakuin kamu dengan baik kan?" Tanya Om Randy.

"Sejauh ini masih baik Om." Ujar ku. Ya meski dia terlihat acuh. Om Randy hanya menganggukkan kepalanya. Sambil menatap laptopnya. Hanya menatap, bahkan sampai menyanggahkan kepalanya dengan tangannya. Dia tidak mengerjakan pekerjaannya kurasa. Sebab, di pantulan kaca matanya, ia sedang menatap sebuah gambar di dalam laptop yang membelakangiku. Aku tidak tau foto apa, tapi yang jelas foto perempuan. Soalnya rambut panjang dan berwarna coklat.

"Om." Panggilku yang melihat nya memasang wajah terlalu serius.

"Om." Panggilku sekali lagi melihatnya yang tak menyaut.

"OM!" Aku meninggikan suara ku saat kulihat matanya memerah dan berair.

"Eh. Maaf." Ujarnya. Dia mengelap matanya dengan dasi hitamnya. "Ya? Ada apa?" Ujarnya sambil tersenyum.

"Ngg... Kak Thomas kok bisa lupa sama aku, yak Om? Kak Thomas amnesia ya, Om?" Tanyaku.

Om Randy kembali tersenyum. "Ceci, tidak semua orang mengingat masa kecilnya. Mungkin Thomas salah satu anak yang sama sekali tidak ingat masa kecilnya. Di tambah, kamu tau sendiri. Masa kecil Thomas adalah hal yang terberat dalam hidupnya."ujar Om Randy. Aku mengernyit. Berat apanya? Setauku, saat kami masih kecil dia sangat ceria.

"Maksudnya Om?"

"Ceci, semenjak bayi,Thomas tidak tumbuh oleh tangan Bundanya," ya. Setahuku, tante Wulan memang koma semenjak melahirkan Kak Thomas, "- dan, ibunya juga pergi. Mungkin Thomas ingin menghilangkan memori itu, karena itu adalah cobaan terberat untuknya. Mungkin suatu hari nanti dia akan ingat kamu. Kamu tenang saja." Ujar Om Randy.

"Iya, om." Kataku.

"Ingat, Ceci. Sampai kapanpun, kamu tetaplah kelincinya Om dan Thomas." Sambungnya.

Aku tersenyum saat mengingat dulu karena aku sangat menyukai kelinci. Aku di jadikan kelinci oleh Om Randy dan Kak Thomas. Kelinci mereka.

Tok... tok... tok...

"Masuk." Ujar Om Randy.

Suara pintu terbuka terdengar. "Bukannya kerja malah disini." Ujar seseorang di sampingku. Suaranya yang tak asing membuatku menoleh.

Kak Thomas bersidekap menatapku. "Tadi Om Randy..."

"Sekarang tolong buatkan saya Susu.." aku terkekeh pelan.

"Thomas..." ujar Om Randy.

"Ayah, kalau punya pekerja jangan di manjakan." Ujar Kak Thomas pada Om Randy.

"Yang bilang ayah manjakan siapa?"

"Ayah, jangan mentang-mentang dia mir-"

Om Randy memelototi putranya. Kulihat Kak Thomas menghela nafasnya. "Apa?" Ketusku saat ia menatapku.

Kak Thomas berjalan ke arahku, "KAKKK!!! EHHH TURUNINNN!!!" Teriakku saat ia menggendongku layaknya karung beras.

"Thomas!" Ujar Om Randy.

"Duhhh.. Papa diam aja. Dia kerjanya sama aku bukan sama Papa." Ujar kak Thomas. Ku pukul punggungnya dengan kepalan tanganku. Aku selalu takut jika di gendong. Baik seperti ini atau Bridal. Aku takut ketinggian.

Langkah kaki Kak Thomas sangatlah cepat. Jantungku deg degan. Beberapa karyawan yang kami lewati menatap heran.

"Kak!!!" Pekikku saat dia melemparku di atas sofa ruangannya. Dia berjalan santai menuju kursinya.

"Saya sudah bilang. Panggil saya 'Pak'. Kamu bukan adik saya." Ujarnya sembari duduk. "Buatkan saya Sarapan!" Katanya.

Aku langsung berdiri. Ku hentakkan kaki ke lantai. Berjalan cepat ke arah dapur. Dasar! Menyebalkannya tidak pernah menghilang sejak kecil.

Aku membawa nampan hitam penuh hati-hati. Isinya lumayan berat. Kuletakkan nampan itu dengan hati hanti di mejanya.

"Sarapannya sudah siap, Pak. Selamat makan." Kataku dan memasang senyum manisku.

"Sarapannya apa?" Tanyanya masih berkutat pada laptopnya. Kenapa tidak lihat sendiri saja sih?

"Nasi Goreng plus Telur Ceplok plus pake cinta," samar, tapi terdengar kekehannya, "-dan Susu Putih dan air putih." Lanjutku.

"Thanks." Ujarnya singkat.

Aku beranjak dari hadapannya sebelum Kak Thomas mengusirku. Aku mengambil sapu dan kemoceng. Lalu, masuk kedalam Kamar nya Kak Thomas. Bahuku terkulai lemas saat melihat Kamar yang seperti puing-puing kapal Titanic. Berserakan!

Seprai kasurnya yang terbuka. Selimut yang jatuh. Guling dan bantalnya. Baju-baju yang berserakan. Kaleng-kaleng soda. Bekas makanan. Iuhhh... Kak Thomas jorok!!!

Ntah apa jadinya jika aku menikah dengannya. Nggg... kayak udah yakin aja bakal di lamar Kak Thomas. Hadehhh...

Aku memasukkan sisa makanan dan minuman ke dalam kantong plastik. Mulai melepas Bed Cover nya yang sudah tercium aroma yang luar binasa harumnya. Setelah kamar ini benar-benar harum. Aku langsung membawa dua plastik besar keluar.
Yang satu tumpukam sampah. Satunya lagi tumpukan kain kotor. Bagaimana bisa? Pria tampan seperti Kak Thomas memiliki kebiasaan jorok seperti ini? Kain sudah menggunung di kamar mandinya yang beraroma tidak enak. Bahkan, ehm, underwearnya, berserakan di lantai. Astaga, sebenarnya aku ini OG? Atau pembantunya sih?

Aku bersusah payah mengeluarkan kantung plastik yang besarnya bukan main. Kak Thomas tidak ada di mejanya. Mungkin dia sedang ada rapat.

Aku meletakkan kantung plastik di lantai. Mengambil air ditergen. Kini aku sedang berada di tempat loundry yang tak jauh dari sini.

Aku memasukkan beberapa sen, lalu mulai mencuci kain Kak Thomas dengan terpisah.

Kringg...

Aku asik membaca majalah, saat bunyi pintu terbuka. Seseorang duduk di sampingku. Merasa di perhatikan, aku menoleh ke arah wanita yang sedang menatapku angkuh.

Ahhh wanita gila ini rupanya...

"Anda yang kemarin lempar kopi ke kepala saya kan?" Ujarnya sambil menunjuk wajahku. Ku tepis tangannya.

"Iya. Dan tolong jangan nunjuk muka saya!" Ketusku.

"Belagu amat!" Dia memasukkan pakaiannya ke dalam mesin cuci di samping mesin cuciku.

Aku bangkit untuk mengambil cucian yang telah kering. Memasukkannya kembali dalam plastik. "Itu cucian majikan lo? Haha... benar ternyata kiraan gue. Kalau lo gembel." Sindirnya di belakangku.

Ini cewek gatel maunya apa sih?

Aku masih terdiam hingga sepintas ide terpikir olehku. Terinspirasi dari tokoh favoritku. Ku ambil sebuah kopi. Lalu menukarkan gelas ditergennya dengan gelas kopi hitam milikku. Dia masih asik membaca majalahnya.

"Minggir!" Ketusnya mendorongku dan memasukkan gelas kopi dalam putaran kainnya. Aku tertawa dalam hati. Mampus lo, cewek gatel.

"Permisi, semoga pakaianmu bersih." Pamitku dan langsung segera keluar dari Loundry. Dari taksi aku melihat wajah merahnya saat menyadari perkataanku sambil memegang baju nya yang telah menghitam. Bhakkk...

***

"Apa?!"

Teriak Kak Thomas yang kurasa di sedang bertelephonan dengan kekasihnya itu. Sambil membuatkannya kopi. Aku asik menguping pembicaraan mereka.

"Udah sayang... nanti Mas belikan baju yang baru dan lebih mahal dari itu. Oke?"

"..."

"Iya, sayang. Mas janji, kalau ketemu mas Tampar 2 kali."

"..."

"Boleh kok. Mas tunggu ya. Nanti kalau sudah sampai di depan bilang."

Whatt??? Ceweknya bakal datang nih? Sumpah? Wah wah... gak bisa di biarin ini!

Tbc.
Gaje ya? Hmmm..

Look Like HerWhere stories live. Discover now