Prolog

52.2K 1.5K 12
                                    

Kami berempat mengayuh sepeda kami, aku dan Clara mengayuh sepeda roda empat kami. Sementara Kak Anka dan Kak Thomas mengayuh sepeda roda duanya. Kami berkeliling komplek sore itu. Sambil mengenakan kostum hewan kami yang lucu. Aku dengan kostum kelinciku. Clara dengan kostum kucingnya. Kak Thomas dengan kostum buayanya, dan Kak Anka dengan kostum Jerapah.

Kami pergi ke taman kompleks tepat depan rumah setelah letih dengan bermain sepeda. Kami duduk melingkar di bawah pohon rindang. Aku dan Clara berusia 5 tahun. Kak Anka 10 tahun. Dan Kak Thomas 6 tahun. Kami hanya bocah yang sedang bermain.

"Aku mau kita buat janji." Ujar saudariku. Kami bertiga menatap Clara dengan wajah polos kami.

"Janji apa?" Tanya Kak Anka yang tepat di samping Clara.

Clara melotot menatap Kak Anka. "Ih. Diam dulu kak. Aku belum selesai bicala!" Kata saudariku itu.

Kak Anka hanya terdiam, lalu mempersilahkan Clara berbicara.

"2 hari lagi, kita akan belpisah kan?" Kata Clara sambil menunduk. Sebagai saudari kembarnya, aku tau dia sedang menahan nangis.

"Clara?" Tegurku dengan suara mungilku.

Dia mendongak, air matanya sudah membasahi pipinya. Aku mau menghapusnya, tapi Kak Anka lebih dahulu menghapus air mata itu. Aku dan Thomas saling bertatapan.

"Clara kenapa?" Tanya Kak Anka.

Tapi Clara menggeleng, "Kak Anka bakal di kilim sama Ayah ke Jelman. Kak Thomas bakal pindah sama Papa Lendi ke Austlalia. hiks." Dia terisak, "Telus, Ceci, bakal tinggal sama Eyang Clala di Belanda. Telus-" ia makin terisak.

Apa saudariku takut kami meninggalkannya?

"T-telus, y-yang... j-jaga Clala... d-disini s-siapa?" Katanya. Tangannya mengepal. Aku ikut merasakan kesedihannya. Dimana, 2 hari lagi, dan untuk beberapa tahun ke depan, kami tak akan bertemu. Bermain sepeda bersama lagi.

Dan aku menangis, Kak Anka memeluk Clara yang sedang menangis.

"You okay?" Ujar suara lucu di sampingku.

"I guest." Kataku. Aku menatap Kak Thomas, dia sedang berpikir. Menatapku, menatap kami.

Ia menjulurkan tangannya, kelingking kecil lebih tepatnya.
"Kita buat janji. Kita ga boleh sombong. Kita harus sering-sering kasin kabar!" Katanya.

Aku mengernyit, gimana mungkin ngasih kabar? Ayah dan Ibu ku pasti tidak mengizinkan kami memiliki ponsel.

"Tapi gimana? Sementara kita gak punya enpon." Kataku.

Kak Anka menautkan kelingkingnya di kelingking Kak Thomas. "Kira pake surat aja? Kita bisa kirim dari sekolah kita kan?" Katannya. Senyumku dan Clara langsung mengembang.

Kami berdua menautkan jari kelingking kami pada dua orang itu. Dan berjanji akan selalu saling ingat.

Dan ini awal dari kisah ku. Kisah kami.

Look Like HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang