Bab 2

24.2K 1.1K 8
                                    

Ayah masih menatapku dengan kaget sampai akhirnya Bunda angkat bicara.

"Dia Ceci, yah." Kata Bunda.

Sontak ayah langsung berdiri. Memelukku. Clara juga melakukan hal yang sama. Tapi ia lebih erat memelukku. Sambil menikmati makan malam, kami bercengkrama satu sama lain. Tentang harian kami masing-masing.

"Ci? Kamu mau nyari kerja ya?" Ujar Clara. Aku mengangguk. "Di kantor aja. Bisa kan, Yah? Jadi, Sekretaris Ayah? Soalnya kan Tante Dian mau resign karna bentar lagi mau melahirkan?" Tanyanya.

Aku menatap ayah ragu-ragu, "Tentu saja-"

"Boleh!" Ujar Bunda yang memotong ucapan Ayah. Aku terkekeh melihat Bunda yang menatap Ayah dengan senyuman aneh khas Bunda.

Ayah meletakkan gelasnya, berdehem. Berasa di sidang sumpah, "Tidak Boleh!"

"Lho kok gitu?" Sahut Clara protes. Aku hanya bisa masang wajah mesem. Aku tau Ayah itu keki sama aku. Huh... maybe Ayah mau balas dendam sama aku karena aku selalu ngusilin dia? Hmmm....

"Iss... sama anak sendiri perhitungan." Sindir Bunda.

"Bukan perhitungan, sayang..."

"Iuhhhh..." ujar Si kembar Kells bebarengan saat Ayah menyentuh tangan Bunda.

"Ayah bakal naro kamu di Perusahaan Om Randy. Masih ingat Om Randy'kan?"

Aku terdiam sejenak. Om Randy? Ayahnya Thomas? Mereka udah balik ya? Atau Om Randy aja?

"Masih."

"Nanti ayah bicarakan sama Om Randy. Lalu kamu kerja disana, oke?" Ujar Ayah.

"Oke."

Gapapa lah ga di kantor Ayah. Yang penting dapat kerja. Dan siapa tau bisa ketemu Thomas egen? Aseeekk...

***

Aku menerobos orang-orang. Tangan kiriku memegang secangkir Cappucino yang telah ku beli di Kedai kopi terkenal di seluruh dunia. Aku terus memandang secarik kertas yang di berikan Ayah setelah sarapan tadi pagi. Sebuah alamat kantor Om Randy. Aku sudah minta ayah untuk mengantarku saja. Tapi, you know lah, ayah agak lain padaku. Huhh... jadi aku memutuskan untuk naik kereta saja. Soalnya, tabunganku menipis, dan Ayah tidak memperbolehkan Bunda memberiku sepeser uang pun. Jahat dan pilih kasih. Menyebalkan.

Kakiku pegal, sudah 4 jam mungkin aku mengelilingi daerah ini. Tapi tak ada satu pun alamat perusahaan yang cocok. Aku sudab bertanya pada orang-orang yang berlalu lalang di jalan, tapi mereka bilang alamatnya mungkin salah. Huh... apa benar yah salah?

Aku mengeluarkan ponselku dari saku. Mengetik nomor yang telah ku hapal di luar kepala sejak kecil.

"Halo." Sapa disebrang sana.

"Ayah, alamatnya tidak ketemu. Ceci sudah bertanya pada orang-orang. Tapi mereka bilang mungkin alamatnya salah." kataku

"Oh ya? Memang di alamat ayah tulis apa?" aku menyebutkan alamat yang tertulis di kertas. Dan aku mendengar ayah mendecak.

"Maaf ya, sayang. Sepertinya ayah salah tulis." Aku mendecak. Dan terduduk di tengah-tengah trotoar. Meluruskan kakiku. Kenapa pake salah nyatat sih?

Orang-orang menatapku yang sedang duduk di trotoar ini. Bodo amat. Ayah ini... bikin capek anaknya saja. Jangan-jangan ayah gak sayang sama aku lagi? Huaaa Bunda...

"Heh. Kalau mau ngemis, jangan disini!"

Aku mendongak menatap seorang Wanita berpakaian minim di depanku. Style nya lumayan oke.

Look Like HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang