Sesaat ia terpaku pada ruangan serba putih itu. Sudah lama ia tak menginjakkan kaki di sana. Ia terlalu takut pada masa lalunya. Di sana ia berbagi cinta dengan Renata. Di kamar itu ia mengeruk luka, membunuh anaknya dan kamar itu adalah saksi kehancurannya. Sepuluh tahun yang lalu ... nyatanya sudah terlalu lama dan ia masih belum bisa hilang dari jejak-jejak luka itu.

"Kau mau apa lagi, Re? Belum puas hah?" ia memaku pandangannya pada potret seorang wanita cantik di sana. Masa lalu yang pernah dihancurkannya lalu ia perbaiki lagi karena ia tak siap benar-benar menghapus wanita itu dari hatinya. "kenapa, Re? Kau tidak bisa membiarkanku bahagia barang sebentar saja? Dia, gadis itu, aku butuh dia, Re,"

Tangisan pilu itu terulang kembali. Harapan yang baru saja direngkuhnya baru saja diambil lagi. Namun jawaban tak ada di sana. Wajah wanita cantik itu masih sama dengan senyumnya. Kevin bukan gila. Ia tak mungkin percaya Renata melakukan itu, tapi sesuatu yang berhubungan dengan wanita itu. Mungkin ...

Berapa banyak waktu yang dibutuhkan Kevin untuk berpikir tak terhitung. Pikirannya buntu. Tak ada satupun hal yang bisa membawanya ke Anna. Itu membuatnya semakin menjadi gila dengan kekalutan.

Brak!

Kevin menegakkan kepalanya begitu mendengar benda terjatuh itu. Pandangannya mengarah pada kepingan-kepingan di lantai tepat di bagian bawah dinding. Wajah Renata yang sebelumnya terlukis rapi kini menjadi potongan-potongan tak berbentuk.

Pria itu melangkah hati-hati. Ada sesuatu di sana.

Tangan Kevin meraih benda tajam berlipas kertas di sana. Pisau dengan bekas darah. Ia menduga itu adalah benda yang menyakiti Anna di kejadian sebelumnya. Apa maksud orang itu menyembunyikannya di sana? Di belakang potret istrinya. Dan satu hal yang pasti, orang itu adalah penghuni rumahnya, bukan orang luar yang sengaja menyelinap untuk menyakiti Anna.

"Kuharap ini petunjuk darimu," bisik Kevin dengan punggung tangan mengusap wajah Renata. "ijinkan aku bahagia untuk sekali ini saja." Katanya dengan pilu. Memohon pada istri yang selamanya dicintainya itu. Jelas tidak ada maksudnya untuk menduakan Renata atau menggeser posisi wanita itu dari hatinya, justru mereka akan selamanya menghuni tempat terindah. Anna hanya melengkapi keindahan itu. Ibarat kebun bunga yang mendapatkan koleksi baru.

Dengan langkah terburu-buru ia menuruni tangga. Suaranya bergema memanggil seluruh pekerja di rumah itu.

Lili adalah yang paling terakhir datang dengan ember kecil masih tak sempat ia kembalikan pada tempatnya. Beberapa jam ia habiskan untuk membersihkan kolam renang. Harusnya Susan menyuruh orang untuk membantunya namun orang kepercayaan tuannya itu sudah tidak ia lihat sejak siang.

"Darimana?"

Lili sudah tahu pertanyaan itu untuknya. Gadis itu menunjukkan ember di tangannya yang berisi daun-daun khas salah satu pohon yang ada di sambing rumah itu. "ini tuan, membersihkan kolam," jawab Lili hati-hati.

Meskipun Kevin menyerahkan semua urusan pembagian tugas kepada Susan, namun ia tidak lupa kalau pekerjaan itu adalah bagian laki-laki.

"Bukankah itu bukan tugasmu?" katanya menyelidik. Tatapan tak bersahabat dan mencurigai adalah pancaran yang mendominasi matanya. Alisnya bergerak-gerak ragu pada apapun yang dilihatnya. Pria itu merasa dikhianati oleh orang-orang yang telah ia percaya untuk mengurus rumahanya. Selama ini Anna juga begitu bersahabat dengan mereka, tak jarang gadis itu membantu mereka melakukan pekerjaan meskipun ujung-ujungnya mendapat larangan darinya. Bagaimana bisa mereka melakukan teror keji itu pada gadis itu.

Cepol rambut Lili bergerak mengikuti anggukan kepala gadis itu, "harusnya memang seperti itu, Tuan. Tapi Susan sedang tidak di rumah dan kemungkinan Tomo sedang mengantarnya." Jelas gadis itu. Tomo adalah supir sekaligus yang biasa membantunya membersihkan kolam karena pria itu akan santai jika Susan tidak kemana-mana.

Shadow (Complete) Where stories live. Discover now