A F F R A I D

3.2K 165 3
                                    

"Aku akan tetap di sini, tidurlah," Kevin menarik selimut hingga ke leher gadis itu. Mengusap pelan puncak kepala Anna yang sudah terpejam. Jangan ditanya apa yang dirasakan gadis itu, ia benar-benar tenang sekarang. Belaian Kevin senada dengan belaian ayahnya. Atau mungkin lebih menenangkan yang sekarang. Hingga tanpa sadar, mulutnya menggumamkan kata ayah dalam perjalanan alam bawah sadarnya, yang tentu saja masih didengar Kevin.

'Jika saja kata ayah itu diucapkan putriku untukku, betapa bahagianya aku Tuhan. Tapi mendengar gadis ini mengucapkannya, aku juga bahagia. Setidaknya aku merasa kalau aku masih punya putri. Aku tidak ingin kehilangannya, dia sudah menjadi hal pertama yang membangkitkan semangat hidupku. Dia memang bukan Renataku, bukan juga putriku Anna, tapi dia kedua-duanya. Dia hadiah teridah untukku setelah hidupku yang gelap selama delapan tahun. Untuk sekali ini saja aku meminta padaMu, jangan ambil dia lagi dariku.'

Ketika bermonolog dengan kalimatnya itu, ia teringat pada kelakuannya beberapa saat yang lalu. Apa sebenarnya yang diinginkannya? Rasanya ia menjadi buta sejak matanya menangkap tubuh dewasa itu. Nalurinya bangkit dan jantung berulah dengan debaran lain yang seharusnya tak ia rasakan.

Ia memandangi goresan apik wajah gadis itu dengan sayang. Mengusap dan membelai helaian rambut Anna penuh perasaan. Tanpa sadar, sebutir air mata menetes dari pelupuk matanya yang berair. Telaga itu tak kuasa menahan bendungan air yang mulai menggenang saat pria itu berucap dalam doa malamnya. Doa seorang pria yang putus asa. Yang kini telah bangkit berdiri oleh kekuatan seorang gadis sederhana yang tak sengaja ditemukannya. Ia tak ingin kehilangan lagi, semoga Tuhan berkehendak demikian untuknya.

Semoga ...

__

"Kau mendapatkan semua yang kuingin dapatkan dengan mudahnya, tanpa menunggu dan kehilangan orang yang kau cintai. Siapa kau yang dengan mudahnya menggulingkan posisiku, hah?" dengan kejamnya wanita itu menggoreskan ujung pisau yang sedari tadi diusapkannya di pipi Anna. Membelai kulit yang basah oleh keringat itu penuh kebencian. Benci oleh keberuntungan yang didapat gadis polos itu.

"Aku tak mengerti apa yang kau maksud? Apa yang kudapatkan? Aku tak tahu posisi apa yang telah kuambil darimu? Jika kau tak keberatan, berikan aku penjelasan," Anna tak terima ia disalahkan tanpa tahu seluk beluknya. Memangnya siapa dia yang tega mengambil posisi orang lain. Demi Tuhan, ia sudah puas dengan apa yang ia terima sejak kecil. Tak ada maksud dalam benaknya—tak pernah muncul di otaknya sekalipun—untuk menggantikan posisi orang lain untuknya. Anna bukan gadis serendah itu, ayahnya selalu mengajarkannya untuk merasa puas pada apa yang didapatnya tanpa menyakiti orang lain.

Wanita itu terbahak, entah apa yang ditertawakannya. Anna berharap dunianya berbalik sekarang. Ia tak ingin ada di posisi ini. Ia takut—sangat ketakutan. Sejak kecil, belum seorang pun yang pernah melakukan hal semengerikan ini padanya. Hal terburuk yang didapatkannya adalah ketika ia baru mengenal Kevin. Ini bahkan lebih menakutkan daripada melihat monster Arizona mencabik-cabik mangsanya. Anna ingat, ia pernah menonton adegan ini dalam film-film psikopat yang ia pinjam dari Jeremy.

Biasanya, korban akan dimutilasi dan di buang entah ke mana—yang jelas bukan tempat yang layak. Tapi, setiap tindakan itu juga selalu punya alasan yang jelas mengapa psikopat itu melakukannya. Entah itu karena patah hati atau dendam terselubung. Ia tidak akan membunuh korbannya tanpa katar belakang yang jelas. Yah, kecuali dari latar belakang mental yang diderita. Ah .. yang benar saja, mungkinkah wanita yang di hadapannya ini menduduki alasan terakhir? Celakalah Anna jika itu memang kenyataannya.

"Anak sialan! Jangan pura-pura polos! Apa yang kau lakukan selama ini? Bukankah merebut perhatian Kevin? Merebut kasih sayangnya, kepercayaannya, perhatiannya. Yah, aku tidak akan marah kalau kau melakukannya sampai di situ. Tapi apa yang terakhir kulihat? Kau jelas-jelas merebut cintanya. Kau merebut segalanya gadis murahan!"

Shadow (Complete) Where stories live. Discover now