T E R R O R

7.1K 270 5
                                    

ANNA berjinjit mengintip ke balik pintu kecil yang menghubungkan kamar itu dengan sebuah lorong gelap. Lekas ia berlalu melewati pintu dorong itu. Menyusuri lorong tak tentu ujungnya di mana. Tangan kirinya masih berpegangan pada perban di puncak kepalanya. Menahan rasa nyeri sewaktu-waktu menyerang.

Sampai di mana lorong gelap ini?

Anna meraba punggung tangannya yang tiba-tiba meremang—menyiap-gerakkan bulu tangannya. Layaknya kebiasaan fantasy-nya yang kelewat batas, beberapa potongan film horror mulai berputar di otaknya. Mulai dari Whispering Coridor dari negeri Ginseng, Coming Soon dari Thailand, lalu The Conjuring-nya negeri paman Sam.

Penakut ulung tapi hobby menonton horror, gadis yang benar-benar aneh ... tapi itulah Anna.

'Idiot! Rumah megah mana mungkin ada hantunya'. Ia berdecak mengutuk kebodohannya. Tanpa ragu, dilanjutkannya penyusuran itu hingga menampakkan ujung dan sebuah pintu besar. Sepasang dewa cupid menggantung di pintu.

"Woah ..." Anna berdecak kagum. Surga di dalam rumah, pikirnya masih belum berpaling dari ruangan serba putih itu. Jemarinya menari-nari menjamah satu per satu gantungan kristal-kristal yang menjuntai dari langit-langit. Dekorasi klasik yang mempesona. Seakan berada di kungkungan istana berlian. Di sisi jendela ada ranjang besar dan sebuah baby box.

Anna mengernyit, mungkinkah si pria monster sudah punya anak? Tapi di mana?

"Gerah," setelah berkeliling cukup lama, kini ia sibuk mengibas-kibaskan tangannya, mencoba mengusir panas. Kulitnya basah bermandi keringat. Tidak adakah Air Conditioner di kamar itu? Sayang sekali, Anna berdecak menyesalkan hal itu. Padahal kamar ini begitu nyaman.

Semakin lama suhu makin panas saja, Anna semakin belingsat dalam gerah. Bau aneh menyeruak mengganggu hidungnya. Astaga, sudah berapa lama ia tidak mandi? Bahkan ini siang atau sore, ia tak tahu. Pelan, ia menilik pintu kecil di ujung lemari besar yang mendominasi. Berhura ria ia dalam hati membayangkan sebuah bath tub yang akan merendamnya di dalam sana.

Anna tenggelam dalam semedi berendamnya. Sepasang mata menatapnya, menyatakan bahwa tak seorangpun layak di bath tub itu, kecuali dirinya. Ya ... dialah pemilik kamar ini, seharusnya. Bukan wanita sialan manapun. Lengannya lekas mengambil kabel kecil yang menjuntai di sisi pintu.

"Akh! A-apa ini?" darah, gadis itu meloncat keluar dari air merah pekat itu. Darimana datangnya ini, gumamnya. Matanya membelalak melihat garis kebiruan di lengannya yang bergetar. Tadi ... tadi ia memang merasakan sengatan kecil. Demi Tuhan, ia mulai sesak napas memikirkan sesuatu yang tidak masuk akal. Dengan cepat ia meninggalkan kamar mandi, berusaha mengabaikan gelombang darah dalam wujud kubangan itu.

Sial!

Anna meninggalkan bajunya di sana. Ia tidak akan kembali lagi ke kamar mandi berhantu itu—firasatnya mengakui itu. Tidak, ia tidak akan berani. Mungkin saja sepotong mayat menunggunya di dalam sana, itu yang biasa ia lihat di film-film horor yang ditontonnya.

Ia memerhatikan dirinya yang telanjang di pantulan cermin. Bodoh! Tidak mungkin ia kembali ke kamar Kevin tanpa sehelai benangpun. "Aaaa ...! Apa boleh buat!" Anna berteriak frustasi. Melayangkan tendangan pada lemari besar itu. Untuk ukuran tubuhnya yang mungil serta pendek, Anna menyimpan tenaga super di tubuhnya. Lihatlah, sekarang pintu lemari itu memutar, menampakkan deretan gaun malam digantung rapi. Ia akan mengenakannya—terpaksa. Bajuku basah, alasan yang relevan jika nanti Kevin bertanya. Ia juga sudah terlalu kalut dalam terror yang menyerangnya.

"Wanita sialan! Beraninya kau!"

Belum sempat ia berbalik—gaunnya masih menggantung di lengan—saat benda besar telah menghantam punggungnya. Bertopang rasa sakit, tubuhnya merosot ke lantai. Yang benar saja, kesialannya begitu bertubi-tubi. Kemarin kepalanya menghantam rak buku, baru saja lengannya disengat listrik, lalu sekarang entah benda besar apa yang meremukkan tulang belakangnya. Semua rasa sakit kembali menyerbunya.

Shadow (Complete) Where stories live. Discover now