Bagi cintamu sedikit buat aku

1.4K 150 13
                                    

"Heiii..." Sapanya dengan senyum mengembang...
"Mamah,, tumben dateng ke kantor" ucap Stefan seraya mencium tangan dan kedua pipinya itu.
Stefan mengajak sang Ibu masuk kedalam ruangannya.
"Mamah tuh tadi kerumah kamu tapi ga ada siapa-siapa. Si Yuki kemana sih, suaminya kerja bukannya dirumah malah keluyuran" jengkel sang mamah.
"Ee..ee.. Yuki lagi belanja kebutuhan dapur mah, dia tadi udah bilang Epam ko" belanya, terpaksa berbohong.
"Lagian mamah tuh kenapa ga ngasih kabar dulu kalo mau kerumah. Kan Stefan bisa pulang cepet, Yuki juga biar nyiapin makanan, jadinya ga akan kaya gini" lanjut Stefan.
"Yaudah sayang, mamah cuma kebetulan jadi mampir deh. Oya gimana istri kamu, belum ngisi?" tanya sang mama. Raut wajah Stefan langsung berubah, rasanya malas menjawab pertanyaan yang sama setiap kali bertemu mamanya itu.
Dia hanya menjawab dengan menggeleng pelan.
Ibunya menghela nafas pelan
"Program dong Steff, periksain kedokter. Mamah ini udah kepingin banget punya cucu" ucapnya.
"Mah, kita juga udah berusaha tapi Allah belum nitipin aja sama kita. Mamah sabar yah,, Stefan pasti akan berusaha" pengertian yang sama yang selalu ia katakan setiap kali orangtuanya mendesak tentang momongan.

-------
Ariel berjalan menuju pintu apartemennya saat terdengar beberapa kali bel itu berbunyi.
Ia melebarkan daun pintu itu, terlihat sosok yang memang ia harapkan, yang selalu ia butuhkan. Pria itu menyodorkan bunga mawar merah yang ia bawa.
Ariel menerimanya dengan senang dan menyuruhnya masuk.
"Kamu pucet banget Riel, udah tiduran aja. Aku juga ga lama cuma mau mastiin kondisi kamu aja" Stefan perlahan membantu Ariel bersandar diranjangnya, ia ikut duduk disisi ranjang menghadap Ariel. Ia menatap sekeliling ruangan itu, terlihat ada beberapa foto dirinya terbingkai ditembok.
"Gapapa kan kalo aku pajang foto kamu disini" Ariel nampaknya mengerti apa yang sedang ada dalam fikiran Stefan.
"Itu hak kamu" jawab Stefan sambil melemparkan senyum manisnya.
"Kalo dulu kamu yang ngelakuin ini waktu aku sakit, sekarang giliran aku yang ngelakuin ini buat kamu" ucap Stefan seraya memaksa memasukkan sesuap nasi kemulut Ariel.
"Jangan bandel pokoknya harus dihabisin, kamu harus sembuh. Okee.." Ucapnya terlihat telaten menyuapi Ariel yang sedikit rewel menolak makan. Ariel terus memperhatikan Stefan yang terlihat asik menyuapinya, sesaat ia menahan tangan Stefan. Seolah memaksa Stefan agar menatap matanya serius.
Matanya mulai memerah, cairan terus saja memaksa keluar dari pelupuk matanya. Menumpuk, menggenang dan akhirnya mengalir pasti membuat sungai kecil dipipinya. Stefan menghela nafasnya pelan kemudian menghapus airmata itu.
"Rasanya aku ga sanggup kehilangan kamu, Steff" ucap Ariel semakin erat menggenggam tangan Stefan.
"Aku ga akan pernah pergi dari kamu Riel,, aku sayang sama kamu. Kamu sahabat terbaik buat aku" Stefan kembali menyeka airmata Ariel namun kali ini Ariel memalingkan wajahnya seakan tak ingin disentuh.
"Percuma Steff, kalo kamu ngehapus airmata ini, karena kamu juga yang membuat airmata ini terus menetes. Kamu alesannya" ucapnya disela-sela isak tangisnya. Suaranya terdengar sangat parau menahan sesak yang seolah mencekik kerongkongannya. Emosinya tak terkontrol, sisi egoisnya keluar. Ia tak bisa sesabar yang ia kira. Tangisnya pecah, airmata semakin membanjiri sungai yang terbentuk dipipinya.
"Kamu ga boleh kaya gini terus Ariel. Jangan buang waktu kamu dengan percuma. Ada orang lain yang jauh lebih baik dari aku,, kamu harus buka hati kamu" nasehat Stefan memberi pengertian sehalus mungkin pada Ariel.
"Aku udah pernah bilang, jangan paksa aku untuk pergi Steff. Ini sama aja kaya kamu berusaha mencabut perlahan jiwa yang masih hidup didalam raga ini" ia semakin tak bisa mengontrol emosinya.
Stefan mengusap-usap halus rambut Ariel, berusaha menenangkannya. Hatinya ikut kalut.
"Lalu apa yang harus aku lakuin Riel? Kamu tau aku ga akan bisa ngasih apa yang kamu mau. Tapi aku juga ga bisa ngeliat kamu kaya gini terus. Ini nyakitin buat aku" matanya mulai memerah, posisinya sangat terjepit. Dia tak ingin menyakiti Ariel, tapi dia lebih tak bisa jika harus menuruti keinginannya.
"Bagi cinta kamu sedikit untuk aku, Steff.." kata-kata Ariel seperti petir yang menyambar bagi Stefan. Kata-kata yang paling ia takutkan itu akhirnya keluar dari mulut Ariel. Matanya mulai berkaca-kaca. Kenapa dia harus mengeluarkan kata-kata bodoh itu, tak pernah terlintas sedikitpun dipikirannya untuk membagi cintanya.
Seketika ia langsung teringat Yuki, nama itu menyeruak dari hatinya dan semakin menguasai pikirannya. Ia perlahan melepaskan genggaman Ariel.
"Aku harus pulang Riel,, kamu istirahat yah biar cepet sembuh" ucapnya tanpa menunggu jawaban Ariel, ia tak ingin mengingat ucapan itu. Ariel hanya bisa pasrah membiarkan Stefan pergi, ia menyesal mengucapkan kata-kata itu tapi apa boleh buat. Ia juga tak mengerti apa yang mendorongnya hingga seberani itu memohon hal konyol seperti itu. Dia selalu berusaha sabar dan sebisa mungkin mengikhlaskannya tapi kadang sisi egoisnya tak bisa ia kendalikan. Ia tak dapat mengontrol dirinya.
"Jiwa ini terasa semakin lapuk oleh lara. Dimana langkah ini akan terhenti, terasa lelah mencari kepingan-kepingan cinta yang mungkin masih tersisa. Ya, aku harap masih tersisa sedikit untukku.
Hatiku seolah beku, andai matahari mau merengkuhku, aku ingin melelehkan kebekuan ini.
Kerinduan dan kehampaan ini silih berganti melucuti jiwaku.
Kau membiarkan ku membusuk dalam bayang masa laluku" batin Ariel mengepalkan tangannya kuat, menggigit kuat-kuat bibir bawahnya sendiri menahan rintihan pilu yang menyesak dihatinya.

Our Marriage LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang