13. Truth

5.6K 518 192
                                    

~~~~~:*~~~~~

BAMBAM POV

Walaupun banyak orang, disini begitu sunyi. Keheningan sangat jelas menyelimuti kami. Kurasa, kami terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. Mataku terus menatap lantai, betapa pengecutnya aku tidak berani melihat ke depan. Entah. Di kepalaku dipenuhi pikiran negatif untuk saat ini. Kemungkinan terburuk yang mungkin harus aku terima.

Mark mengantar Nathan ke rumah sakit terdekat. Aku belum sempat menanyakan kenapa dia bisa berbalik arah dan menghampiri kami di malam tadi. Sangat tidak tepat mempermasalahkan hal itu di saat seperti ini. Namun, aku bersyukur ada dia di sisi kami. Entah apa yang terjadi kalau Nathan terlambat ditangani.

Telapak tanganku menyangga wajahku yang berantakan. Rasanya, air mataku sudah habis untuk ditumpahkan. Ini salahku. Kalau saja aku menuruti Mark dan tidak berjalan kaki di malam itu, kejadian ini tidak akan terjadi.

"Nih, minum dulu."

Aku mendongak, mendapati Mark berdiri seraya menyodorkan air mineral padaku. Aku mengambilnya, membuka penutup botolnya, lalu meneguknya perlahan. Mark duduk di sampingku. Hening. Tidak ada suara apapun. Aku melihat di depanku Mama dan Papa duduk berdampingan. Mereka terlihat gelisah, sedih, dan khawatir. Lagi-lagi, aku memang pantas menyalahkan diri sendiri.

"Nathan anak yang kuat. Dia akan baik-baik saja." Suara Mark penuh keyakinan. Aku merasakan jemarinya mengusap punggung tanganku, membuat pola lingkaran tidak terlihat disana. Terlalu lelah untuk sekedar menolak, aku hanya membiarkannya saja.

"Bambam."

Segera kutepis tangan Mark saat telingaku mendengar jelas suara itu. Jackson. Dia berdiri di depanku, menatap kami dengan ekspresi yang tidak bisa aku tebak. Ada cemas, sedih, marah, entahlah. Aku berdiri dan memeluknya erat. Namun, pikiranku tiba-tiba mengingat sosok yang memperhatikan kami ketika di taman tadi sore. Siluet itu terlihat seperti Jackson. Segera kuhapus pikiran mustahil itu jauh-jauh. Tidak mungkin Jackson berada disana, sedangkan dia sedang di luar kota.

Aku menghubungi Jackson beberapa menit setelah sampai di rumah sakit, dia bilang akan segera pulang kesini, dan mempercepat pekerjaannya. Dan disinilah dia, Jackson, yang sedang aku peluk. Dari sudut mataku, dapat kulihat Mark menjauh. Jackson mengusap punggungku lembut. Berusaha menenenangkan diriku. "Tenanglah."

Kami duduk, Jackson menyapa Mama dan Papa, lalu kembali duduk di sebelahku. Dapat kupastikan Mark benar-benar pergi menjauh dari kami setelah mataku tidak melihat dia disini.

"Bagaimana Nathan?"

Aku menggeleng tak tahu.

Jackson meraih tubuhku, dan kembali memelukku erat. Aku membenamkan wajahku di lekuk lehernya. Ya, yang aku butuhkan saat ini hanyalah sebuah pelukan hangat darinya.

***

Beberapa jam kemudian, kami diperbolehkan masuk untuk melihat keadaan Nathan. Beruntung sekali anakku selamat dan baik-baik saja. Walaupun sampai sekarang, dia belum sadarkan diri.

Tubuh Nathan dipenuhi alat-alat rumah sakit yang aku tidak kenal itu apa. Hatiku miris melihatnya terbaring lemah. Bagaimana bisa, anak kecil seperti Nathan mengalami hal buruk seperti ini. Aku menggenggam tangan Nathan seraya mengusapnya pelan.

Dokter memanggil kami ke ruangannya. Mama dan Papa menjaga Nathan, sedangkan aku dan Jackson bergegas ke ruang dokter.

"Silahkan duduk."

Kami duduk bersebelahan. Aku kenal betul siapa dokter yang menangani Nathan kali ini. Dokter Park.

Dia tersenyum ramah pada kami. Jemarinya sibuk memegang pena, dan tangan kirinya yang bebas sedikit membenarkan letak kaca matanya. "Bagaimana, Dok?" suara Jackson memulai pembicaraan.

Ma Babies [ MarkBam JackBam ] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang