tiga

14.1K 1K 62
                                    

Ian melangkah tergesa-gesa melewati koridor bersama dengan adik kelas sekaligus teman dekat Mia selama bersekolah disini. Tasha. Gadis itu baru saja mengadukan keparnoannya kepada sang ketua osis saat tadi ia tak sengaja melewati gudang untuk ke kamar mandi, namun ia mendengar suara minta tolong dari dalam gudang. Mulanya, ia panik, ia pikir itu adalah suara dari makhluk tak kasat mata. Namun, setelah makin mempertajam pendengarannya. Barulah ia sadar, suara Mia berteriak sembari memanggil nama Nara membuat Tasha duakali lebih panik dari sebelumnya.

Karna tak berhasil mendobrak pintu, alhasil ia memanggil kakak Mia--sang ketua osis yang memang seharusnya bertanggung jawab bila menyangkut hal seperti ini. Upacara baru saja selesai dilaksanakan. Dan 30 menit sisanya digunakan untuk break.

BRAK!

Dengan sekali tendangan super, pintu tua milik gudang itu sudah terbuka. Menampilkan objek yang membuat Ian dan Tasha menganga bersamaan.

Mia sedang merangkul kepala Nara yang berada dipangkuannya. Gadis itu terisak sesenggukan dengan mata yang sudah sembab. Gadis itu benar-benar rapuh dan cengeng.

Dengan wajah khawatir, Ian dan Tasha segera melangkah mendekati Mia. Kakak yang baik itu segera menjadi sasaran Mia untuk melemparkan ketakutannya selama hampir setengah jam terjebak di dalam sini.

"Kak, Nara, Kak... Hiks, hiks, Cepet, dia udah kejang-kejang tadi..." Mia segera mengusap kasar air mata dipipinya. Mengusap kening Nara yang sudah dibanjiri keringat dingin.

Ian mengangguk cepat, ia segera beranjak untuk membopong tubuh Nara, tidak lupa Mia dan Tasha yang sigap membantu.

"Lo oke aja, kan?" tanya Ian sembari berjalan cepat membopong tubuh lemas Nara ke arah UKS yang tak jauh dari sini. Sudah banyak anak-anak yang menatap tak percaya ke arah mereka.

Mia menggeleng, "buruk. Gue ketakutan," Mia masih sesenggukan, menggenggam erat tangan Tasha. Tubuhnya masih bergetar hebat. Jujur, wajahnya terlihat pucat pasi dengan bibir yang kering. Diduga bahwa gadis ini mengalami shock parah.

"Tenang, sekarang lo udah gak dikegelapan lagi. Udah rame, kok." Tasha menenangkan. Ia mengusap-usap lengan Mia ditengah rangkulan mereka.

Tasha segera membuka pintu UKS saat mereka berempat--termasuk Nara yang tak sadarkan diri-sudah berada di depan UKS. Terburu-buru Ian membaringkan tubuh Nara di bangsal. Memanggil petugas UKS, karna jam segini suster pasti belum datang. Sekitar jam 9 barulah suster mulai bekerja.

Saat di gudang tadi, Mia panik bukan main saat dirinya terjebak di dalam gudang bersama Nara yang tak sadarkan diri. Ia menangis semakin jadi saat mendapati tubuh Nara yang kejang-kejang dengan nafas tersengal. Ia pikir, Nara kemasukan. Namun sepertinya itu tidak mungkin.

"Ver, coba periksa Nara." tiba-tiba saja Ian datang membawa seorang gadis manis berkaca mata dengan rambut terjalin rapi menggunakan stetoskopnya. Ia berlagak seperti seorang perawat sungguhan saat memeriksa Nara.

"Sha, bawa Mia ke kantin. Mukanya pucet, dia perlu sarapan." interupsi Ian tegas ke arah Tasha, yang langsung direspon anggukan.

"Nara gimana, Kak?" Mia enggan sebenarnya untuk melangkah pergi. Karna bagaimanapun juga, ia benar-benar merasa bahwa Nara seperti ini akibat ulahnya.

"Nara kayak gini pasti--"

"Bukan salah lo, Mia. Nara biar gue yang urus. Sekarang denger perintah kakak,"

Mia menggigit bibir bawahnya, menatap tubuh tak berdaya Nara sebentar sampai akhirnya mengangguk. "Titip salam buat Nara, Kak."

Ian mengangguk. Menatap kepergian adik dengan teman dekatnya itu keluar dari ruang UKS. Cowok itu segera membuang nafas kasar. Kembali mengalihkan pandangannya ke arah gadis yang sedang mencatat dianogsa atas hasil pemeriksaannya terhadap Nara.

Someone NewWhere stories live. Discover now