manusia es batu

6.1K 235 1
                                    

Setelah aku dan Revan keluar dari mobil, tiba-tiba saja Revan menggandeng tanganku.

Aku terkejut dan menoleh ke arahnya,  Revan hanya tersenyum lembut pada ku.

"Biasakan mulai sekarang." kata Revan membuatku mengerejapkan mataku berkali- kali.

"Hey! Jangan bengong. Ayok kita jalan." ucap Revan membuyarkan lamunanku.

Aku menggeleng cepat lalu mengangguk dan tersenyum.

Aku dan Revan berjalan melewati beberapa pedagang.

"Mau makan apa?" tanya Revan padaku.

Aku masih melihat-lihat jejeran dagangan, sampai mataku berhenti di depan gerobak bubur ayam.

"Ehm, bubur aja." ajuk ku.

"Hem, oke," jawab Revan. Aku dan Revan pun menghampiri tukang bubur itu, "Mas bubur dua porsi ya, terus sama pakai tusukannya dua dua." pesan Revan aku hanya mencari tempat duduk yang kosong.

"Rev punyaku jangan pakai sambel ya." pinta ku saat aku sudah duduk.

Revan pun mengangguk dan mengucapkan pesananku pada abang tukang buburnya.
Revan pun menghampiri ku dan duduk disebelah ku.

"Mau sampai kapan gak suka pedes?hem?" tanyanya.

Tenang, aku ga bakal nanya 'kok kamu tau kalau aku gak suka pedes?'. Karena jawabannya selalu sama,
'Aku tau semua tentang kamu.' hem menjengkelkan.

"Mungkin sampai tua?" jawab ku sambil menerawang.

"Terus kalau nanti aku mau kamu bikin sambel gimana?" tanya Revan pada ku. Aku hanya tertawa renyah.

"Yaelah sambel doang kok. Nanti deh kapan-kapan aku masak tapi harus ada kamu, biar kamu tau kalau aku jago masak jadi gak perlu diragukan lagi." ucapku sambil menyunggingkan sebelah bibirku dan menautkan alis ku.

"Iya.tapi yang penting harus lebih jago di ranjang." ucap Revan berbisik di telingaku.

'Wtf! Barusan dia bilang apa?'

Ucapannya sukses membuat ku merinding lalu menatap tajam kearah Revan.

"Dasar mesum!" ucap ku seraya menyentil dahinya.

Dia hanya meringis sambil tertawa.

"Aduh! Hahaha bercanda kali mukanya sampai merah gitu." ucap Revan cekikikan. Aku hanya mengalihkan padanganku dari nya.

'Arghh menyebalkan!' batin ku kesal.

"Mas, mbak ini buburnya. Silahkan dinikmati." ucap tukang bubur yang mengantarkan buburku dan bubur si manusia es batu.

"Makasih ya bang." ucapku pada abangnya.

Revan beranjak dari tempat duduknya lalu kembali lagi dengan dua gelas teh tawar hangat.

"Nih minumnya. Makannya jangan lelet." ucap Revan yang tiba-tiba dingin.

'Ih nih manusia ngapa lagi? Aneh banget.' batinku.

Aku hanya mencibirnya lalu mensuapan kan bubur itu ke mulutku.

"Hei jangan sampe aku cium kamu di sini, karena kamu mencibirku." ucapnya yang masih fokus pada bubur.

Seketika aku menghentikan suapan ku disaat sendok sudah berada di depat mulut ku yang menganga.

Aku menengok kearahnya dan menatap tajam.

"Aish." aku pun menggeser duduk ku menjauh darinya tapi tiba-tiba Revan merangkul pinggang ku lalu menarik mendekatinya.

"Ini tempat umum Rev." ucapku pelan kearahnya. Dia hanya menatapku santai.

"Gak masalah." ucapnya santai.

Aku hanya berdecak kesal lalu melanjutkan makan ku.

Gittha pov end
------------------------------------------------------------------

Revan pov.

Kini aku dan Gittha sudah berada di mobil. Aku mengendarai mobilku dengan kecepatan normal.

"Rev ngendarainnya agak cepetan dong, aku takut telat nih." ucap Gittha sambil melihat rolex kesayangannya.

"Iya ini juga udah mau sampai. Lagi ngapain sih buru-buru." kataku sambik menengok ke arahnya.

"Aku mau ke klinik kampus dulu, mau ngambil alat medis Rev, aku nanti praktek." ucapnya sedikit nada khawatir.

"Yaudah nanti aku temenin kamu kesana ya." ucap ku tersenyum dan mengusap-usap puncak kepalanya.

Dia hanya tersenyum malu dan mengangguk.

'Plis Gitt jangan masang muka kayak gitu, gemes tau gak.' batin ku gregetan.

Setelah sampai aku dan Gittha turun dari mobil lalu berjalan menuju klinik.

Aku menggandeng tangan Gittha. Awalnya Gittha masih canggung karena tidak biasa.

'Iyalah gak biasa. Orang dia kalau pacaran gak pernah gandengan' batin ku protes.

Aku dan Gittha hanya berjalan biasa tanpa ada pembicaraan. Sampai ada seseorang yang memanggil Gittha.

"Gittha!" aku dan Gittha pun menengok mencari orang itu.

Ah, ternyata si Acong. Eh, by the way itu bukan nama aslinya, guys. Nama aslinya aja lebih bagus dariku.

Andrean Kevin Francisco

Acong itu hanya singkatan panggilannya. Andrean bencong.

Sebenarnya dia bukan becong kok. Hanya saja kelakuannya yang agak minim. Dia adalah temannya Gittha, eh ralat sahabatnya yang lebih tepat.

Acong datang menghampiri Kami. Eh, ternyata bukan hanya Acong aja deh, ternyata ada Shania, sahabat Gittha juga.

"Gitt, lo mau kemana? Ke klinik bukan?" tanya si Acong yang kini sudah bersama aku dan Gittha. Tapi nampaknya nih orang gak tau keberadaanku. Buktinya dia dari tadi hanya mandang Gittha.

"Iya cong. Emang ngapa?" tanya Gittha. Tapi ku lihat Shania yang berdiri tegang melihat ku tanpa berkedip sambil mencolek-colek tubuh Andrean. Aku hanya menaikan sebelah alisku melihatnya yang aneh.

"Yaudah ba-" ucapan si Acong berhenti gara-gara Shania dari tadi tidak bisa diam mencolek- colek tubuh Acong.

"Apaan sih..hhh.. Revan?!?!?"

Tuh kan baru dibilang. Andrean baru sadar ketika wajah nya ditangkup oleh tangan Shania lalu dihadapkan ke arah ku.

"Apa?" tanyaku seolah tak mengerti dengan kedua manusia ini.

"Gitt," tiba-tiba saja Andrean menarik lengan Gittha untuk menjauh dari ku.

Ehm gak jauh sih paling sekitar 5 meter dariku. Tapi tetap saja kenapa harus jauh-jauhan ngomongnya? Kan aneh.

"Ceritain.ke.gue.kenapa.lo.bisa.jalan.sama.Revan?" ku dengar Andrean berbisik pada Gittha tapi tetap saja masih terdengar oleh ku.

'Dasar setengah mateng, bisik-bisik aja masih kedengeran sama gue.' batinku gondok.

--------------------------------------------------------------------

Hallo, jangan lupa Vote dan Comment nya yaps.

Love,

Couple DoctorWhere stories live. Discover now