Aku termenung menatap Om Randy. "Lalu? Om minta bantuan apa ke Ceci?"

"Kalau ada seorang wanita centil yang datang menemui Thomas dan mengaku pacarnya. Usir saja."

Aku tersentak. "Lah, kalo Kak Thomas marahin Ceci gimana?"

"Itu urusan, om."

Aku mengangguk. Meskipun, sedih saat mengetahui bahwa Thomas telah memiliki kekasih, aku akan tetap berjuang. Toh, om Randy juga gak setuju sama kekasih Kak Thomas. Dan aku berpeluang besar untuk mengejar cinta Kak Thomas. Asekkk. Semoga aja, Kak Thomas nyangkut di aku.

Aku beranjak meninggalkan ruangan Om Randy saat sekilas aku melihat dia menghela nafasnya dengan pelan dan menyandarkan punggungnya dengan lemas di sandaran kursi.

Setelah mengganti pakaianku dengan seragam OG, aku langsung membuat kopi untuk Kak Thomas. Gak disuruh sih, inisiatif aja. Itung-itung belajar bikin kopi untuk calon suami, asekkk. Pacaran aja belum, hmm...

Ini konyol bukan? Aku, Princecilia Anderson. Putri dari Joananda Anderson, Pengusaha terkenal yang telah sukses di berbagai negara. Menjadi seorang office girl di perusahaan kerabatnya sendiri, dan itu atas permintaan Ayahku sendiri. Jahat, seharusnya aku bisa seperti Clara, menjadi wakil direktur. Ya, paling tidak jadi sekretaris Ayah. Lah ini? Jadi OG. Eh tapi gapapa, ding. Jadi OG-nya kak Thomas, daku mah pasrah aja mau disuruh-suruh.

Kuletakkan kopi hitam yang telah kubuat dengan cinta ini diatas nampan. Membawanya menuju ruangan Kak Thomas. Sekretaris Kak Thomas duduk di mejanya di depan pintu ruangan Kak Thomas.

"Ceci, ya?" Tanyanya sekretaris wanita itu. Cantik.

"Eh, iya iya."

"Pak Randy tadi sudah hubungi saya. Karena mbak OG khusus Bapak Thomas, mbak punya dapur sama ruang istirahat sendiri di dalam." ujar dengan lembut.

"Dapur sendiri? Maksudnya di dalam ini?" Tanyaku sambil meletakkan nampan kopi di mejanya.

"Iya, mbak. Kata Pak Randy, biar mbaknya gak usah naik turun kalu ada perlu."

Kuanggukkan kepalaku. "Oh begitu. Terima kasih, ya. Eh iya nama saya Ceci." Ujarku menyodorkan tanganku.

"Leora. Ternyata kata orang-orang benar ya." Ujarnya ramah

Aku mengernyit bingung. "Benar apa, ya?"

"Ah, bukan apa-apa. Silahkan masuk, Ci."

Kudorong pintunya dengan punggungku. Kak Thomas dengan seriusnya mengetik di laptop. Kudekati mejanya. "Hai kak." Sapaku sambil menyengir lebar.

Dia menghentikan jemari indahnya, dan mendongak menatapku. "Kak? Kamu-" dia terhenti saat ia benar-benar menatapku. "Ehm, kamu panggil saya 'Kak'?" Lanjutnya dengan ketus.

"Iya, Kakak lupa sama aku ya?" Tanyaku.

Dia mengernyit. "Emang kamu siapa?" Oke, mungkin karena aku sudah tumbuh jadi dia lupa wajahku.

"Pftt... aku Ceci, kak." Ujarku.

Kerutan didahinya semakin dalam.
"Ceci mana? Perasaan saya gak punya kenalan namanya Ceci." Ujarnya acuh.

Serius nih lupa?
Wah parah...

"Aku Ceci kak. Masa lupa... kan dulu pas kecil kita bareng-bareng. Ada aku, kakak, Kak Anka dan Clara." Jelasku. Kedua alisnya terangkat.

"Saya tidak mengerti apa yang kamu katakan, lebih baik kamu ke ruangan kamu. Daripada disini? Bikin konsentrasi saya hilang aja." Katanya ketus, kembali berkutat dengan laptopnya.

Drttt... drttt...

"Halo? Ya sayang?" Aku berhenti ketika tepat di depan pintu dapur. Sayang? Apa Kak Thomas di telpon pacarnya?

Aku menguping pembicaraan mereka, ya mungkin lebih tepatmya pembicaraan Kak Thomas saja.

"Iya, kamu kenapa sayang? Pelan-pelan ngomongnya. Mas gak bisa denger kamu ngomong apa kalau sambil marah begitu." Ujar Kak Thomas.

"..."

"Iya, nanti kalau Mas ketemu sama orang itu. Mas tonjok dia, oke?"

"..."

"O gitu. Kalau gitu, nanti Mas tampar dia kalau itu bikin kamu senang."

"..."

"Sudah, 10 juta kan? Coba kamu cek dulu, uang dari Mas masuk apa tidak."

Ehhh ceweknya minta 10 juta? Gilak+Matre ih. Pantesan Om Randy gak demen.

"Oke, Love you."

Nyesss... huh aku cemburu. Aaaaaa....

Tbc.



Look Like HerWhere stories live. Discover now