Wajah Damian bergerak ke samping. Menekan lembut kepala belakangku Ketika sebuah suara yang kukenal terdengar.

"Hi... apakah kalian..... woo!!"

Aku mendorong bahu Damian menjauh. Menyembunyikan wajahku dari seseorang yang baru datang dan melihat apa yang sedang aku dan Damian lakukan.

Tertangkap basah diciuman pertamaku.

Adakah yang lebih buruk?

"Alec..." Damian mengangguk kearah Alec yang tersenyum lebar. Ia menatap tersirat kearah Damian lalu memandangku yang sedang berusaha bersikap wajar. Tentu saja aku tidak bisa bersikap wajar.

"Hai Alice, maafkan aku jika kedatanganku bukan dalam waktu yang tepat," Alec sengaja memberi jeda pada kalimatnya hanya untuk sekedar melihat reaksiku yang bertambah malu. Sedangkan disampingku Damian mengusap tengkuknya canggung.
Aku menggeleng atas ucapannya... Kurasa aku kehilangan suaraku.

"Bisakah aku meminjam Damian sebentar?" lanjutnya masih dengan senyum lebar.

"Ada apa?"

"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan..." Alec memberi senyum seperti biasanya. Teringat olehku akan perkataan Damian jika ia adalah seorang iblis. Dilihat dari sudut manapun, Alec tidak tampak seperti iblis. Setidaknya tidak tampak seperti iblis yang pernah menyerangku. Dia masih terlalu tampan untuk ukuran seorang iblis.

"Tunggu aku di perpustakaan. Aku ingin mengantar Alicia ke kamarnya dulu,"

"Baiklah. Aku menunggumu. Pastikan kau menyusulku ke perpustakaan, oke?" Alec terkekeh akan ucapannya. Ia tampak sedang menikmati dirinya yang mengejek Damian sekaligus aku.

Setelah Alec masuk ke dalam rumah, kecanggungan luar biasa kembali mengambil alih. Dapat kulihat dari ekor mataku jika Damian tengah memperhatikanku. Aku justru lebih tertarik pada kolam batu yang menyala dengan lampu-lampu kecil itu. Apakah aku bisa memelihara beberapa ikan disana. Mungkin aku akan membeli beberapa nantinya untuk aku masukkan disana. Paling tidak itu bisa..

"Ayo masuk." Ucap Damian mengacaukan usahaku mengalihkan pikiran darinya.

Tanpa menoleh padanya aku berjalan terlebih dahulu memasuki rumah. Damian mengikuti di belakangku dengan langkah ringan. Jika kakiku menimbulkan suara ketika menapaki tangga keramik ini, langkah Damian justru tidak terdengar sama sekali. Jika saja aku tidak tau dia adalah perwujudan bayangan, aku mungkin akan mengira dia benar-benar hantu.

Dia memang bukan manusia, Alice.

Ketika sampai di depan pintu kamar, aku kembali dilema untuk langsung masuk dan mengunci diriku dari sosok Damian yang saat ini terlalu sulit untuk kulihat atau mengucapkan sesuatu terlebih dahulu padanya. Tanganku sudah berada di handle pintu. Damian yang berdiri di belakangku juga tetap diam tanpa berniat bicara lebih dulu. Demi ketenangan hatiku malam ini aku mengais sedikit sisa-sisa keberanian untuk berbalik dan menatap dada bidangnya.

"Aku minta maaf," dari semua kata yang berputar di kepalaku, hanya kalimat itu yang berhasil keluar.

"Untuk?"

Kenapa dia malah bertanya. "Karena, ehm. tadi,-"

"Kau tak perlu memikirkannya.." ucap Damian memotong usahaku bicara. "Itu bukan salahmu. Aku juga menciummu, kan."

Wow. Dia sangat lugas.

Aku mengangguk. Masih dengan wajah menunduk. Aku mengucapkan selamat malam padanya dan berbalik menghadap pintu. Namun lenganku tertahan oleh lengan berjari panjang yang membuatku kembali berhadapan dengan Damian. Damian berdiri sangat dekat bahkan ujung kakinya menyentuh ujung kakiku.

Shadow Kiss [Completed]Where stories live. Discover now