Chapter 9

120 7 3
                                    

"Jadi begini, waktu itu malam valentine. Aku mengajak Casey makan malam di sebuah restoran bintang lima di tengah kota. Ceritanya, aku ingin memberikan hadiah valentine spesial untuknya. Kau tahukan Restoran Esta La Freandeu? Restoran itu bernuansa romantis. Aku ingin memberitahu Casey bahwa aku sangat sangat sangat mencintainya. Tapi yang terjadi bertolak belakang. Selesai makan, Casey bilang padaku kalau ia mau ke toilet sebentar. Kutunggu 15 menit kemudian ia tidak kunjung kembali. Karena khawatir aku menyusulnya ke toilet. Toiletnya kosong. Aku berkeliling-keliling restoran. Sungguh aku takut kalau ia diculik. Aku naik ke lantai 2. Dan ya aku menemukannya. Hatiku hancur seketika melihat pemandangan tersebut. Casey, dia disana bersama seorang cowok berambut pirang, makan bersama, tertawa bersama, dan yang terakhir mereka berciuman tepat di depan mataku. Aku sengaja menendang tempat sampah yang ada di sampingku agar Casey tahu aku cemburu. Betul saja, ia langsung sadar akan kehadiranku disana. Mereka berhenti berciuman. Menatap ke arahku. Aku pergi meninggalkan mereka dengan hatiku yang sudah menjadi puing-puing. Bisa kudengar Casey terus memanggil namaku sambil mengejarku. Suaranya sesenggukan. Tapi untuk apa aku peduli pada seorang pembohong sepertinya. Casey itu palsu. Aku tidak pernah berbincang dengannya lagi sampai akhir hidupnya karena kejadian menyakitkan itu. That's why i don't attend the gravel." jelasnya panjang lebar.

Zac menunduk, menyembunyikan wajahnya dari tatapan mataku. Ia menghembuskan nafas panjang lalu menatap wajahku. "Dan kau tahu, aku tahu siapa pembunuh Casey." aku membelalakan mata menatapnya penuh tanda tanya. "Siapa dia dan bagaimana kau tahu?" Zac tersenyum kemudian ia bangkit dari duduknya. "Kau juga tahu" ujarnya. Aku benar-benar tidak mengerti ucapannya. Zac keluar dari ruang musik meninggalkanku sendiri. Kepalaku berputar mencerna perkataan yang barusan diucapkan Zac. Bagaimana ia tahu? Bagaimana jika ia melaporkanku polisi? Jika polisi tahu, identitas Hous ketahuan. Tidak. Aku harus merahasiakan identitas Hous.

Aku bangkit dari kursi, berlari mencari Zac. Aku harus menemukannya agar ia tidak melaporkan hal ini kepada polisi. Suasana sekolah sudah sepi. Kapel juga sepi. Sepertinya orang-orang itu baru saja melaksanakan pemakaman Seorang Casey. Aku terus menelusuri koridor sekolah mencari batang hidung Zac. Mataku terus menerawang lingkungan sekolah.

Aku pergi ke sebuah tempat yang kurasa sering dikunjungi Zac. Laboratorium Komputer. Ya, Lab Komp. Teman-temannya sering berkata padaku kalau Zac sering pergi kesana. Aku langsung melangkahkan kakiku ke lab komputer. Kini, aku sudah berdiri di depan pintu. Tanganku meraih kenop pintu, mencoba membukanya. Pintu itu tak berkutik. Kucoba sekali lagi. Tetap saja. Pintu ini terkunci dan itu membuat kemungkinan kalau Zac tidak ada di dalam. Mungkin kalian berpikir mungkin saja Zac mempunyai kuncinya lalu mengurung diri disana. Itu salah tidak ada seorang pun yang mempunyai kunci ruangan di sekolah kecuali Mr. Dre, penjaga sekolah kami.

"Hei, sedang apa kau?" aku membalikkan badanku tiba-tiba karena seseorang menepuk pundakku. Oh, Mr. Dre. "Aku sedang mencari kawanku" Mr. Dre mengangguk. "Dia ada di dalam sana?" "Mmmm... mungkin tidak" jawabku sambil tersenyum "Aku akan mencarinya ke tempat lain, sir. Permisi." Mr. Dre mengangguk lagi. Aku melangkahkan kakiku menjauh dari tubuh Mr. Dre yang berdiri tegak di depan pintu lab komputer.

Aku terus berkeliling-keliling sekolah mencari sosok Zac McCurthis. Dia tetap tidak bisa ditemukan. Bisa saja aku mencarinya besok. Tapi tidak, aku harus mencarinya sekarang.

Tiba-tiba aku teringat, apa mungkin Zac pergi ke kantor polisi sekarang? Hancur hidupku sudah jika itu terjadi.

Aku terus meneriakkan nama Zac sepanjang aku berjalan di koridor sekolah. Ah sialan si Zac kenapa ia menghilang begitu cepat.

"Zacc, kau dimana? Teriaklah jika kau mendengar suaraku" ucapku sambil terus berjalan. Tapi tidak ada jawaban. Ya tuhaaan aku mohon beritahu dimana Zac. Kalau sampai ia betul-betul memberitahu polisi akan kumakan hidup-hidup dirinya. Aku mengutukmu Zac.

Akhirnya aku menyerah. Aku pasrah tentang apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Apakah itu baik atau tidak aku tidak tahu. Mudah-mudahan saja itu sesuatu yang baik. Aku tidak ingin mom tahu tentang rahasiaku ini. Aku tidak pernah memakai topeng ini di rumah karena kau tahulah mereka pasti mengira aku orang asing.

Aku pulang ke rumah dengan langkah gontai. Pikiranku kacau. Harusnya tadi aku memasang muka pura-pura tidak tahu bukan memasang muka terkejut. Zac bisa saja mencurigaiku dari melihat raut wajahku. Ah sudahlah mungkin memang sudah begini alur cerita hidupku.

Srett... Srett... Srett...

Tubuhku menegang di tempat. Suara apa itu? Aku ingin melihat ke belakang tapi tidak berani. Bagaimana kalau itu pembunuh? Apakah aku harus takut pada pembunuh itu? Toh aku juga pembunuh. Kuberanikan diriku melihat ke belakang. Kosong. Hanya ada jalanan kosong dan pohon-pohon yang berdiri di sisi jalan. Mungkin itu halusinasi jadi aku terus melanjutkan langkahku lagi.

Tokk... Tokk.. Tokk...

Aku kembali terdiam di tempat. Suara yang lain lagi muncul dari arah belakang. Kali ini suaranya seperti suara tongkat yang biasa dipakai oleh kakek-kakek. Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh sisi di jalanan ini. Semuanya sepi seperti tidak ada tanda kehidupan. Kau tahu, rasanya seperti di film Silent Hill. Dimana seseorang datang ke sebuah tempat yang tidak ada penghuninya. Itulah yang aku rasakan. Aku menggeleng-geleng kepala. Tidak. Ini hanya kebetulan.

Srettt... Tokk... Srettt... Tokk...

Sungguh rasanya aku ingin berteriak mendengar suara perpaduan barusan. Aku menggigit bibir bawahku dan membalikkan badanku. Tetap saja kosong. "HEI SIAPAPUN YANG ADA DISANA TOLONG JANGAN GANGGU AKU ATAU KALIAN AKAN KUMAKAN HIDUP-HIDUP" emosiku sudah tidak bisa ku tahan lagi. Bisa saja ada orang iseng yang menakuti-nakutiku. Tapi aku tidak takut.

Tiba-tiba angin dingin berhembus. Membuatku menggosok-gosokkan kedua telapak tanganku. Ini musim semi tapi kenapa angin dingin berhembus? Bulu kudukku mulai berdiri. Rasa takut kini menyelimuti diriku.

Apa yang harus aku lakukan? Berlari? Tidak itu tidak mungkin.

Aku mencoba melangkahkan kakiku sedikit demi sedikit. Akhirnya aku menemukan sebuah bangku taman di dekat sebuah pohon besar. Aku duduk disana sebentar karena kakiku tiba-tiba terasa sakit. Mataku tetap memandang ke semua penjuru arah. Mencari seseorang yang mungkin bisa membantuku

Tapi tunggu...

Mataku menangkap sesosok bayangan. Entahlah bayangan apa itu. Tak selang lama setelah aku melihat bayangan itu sebuah suara musik yang biasa ada di kotak musik anak-anak berputar. Telingaku juga menangkap suara anak-anak di atas pohon besar sejauh 2 meter dari tempatku duduk. Suara-suara itu terdengar tambah kencang seiring bertambahnya menit di jam. Membuat kepalaku pening.

Tuhan, tolong jawab pertanyaanku.


SEBENARNYA APA YANG SEDANG TERJADI SEKARANG INI?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MetamorphsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang