Chapter 3

201 19 0
                                    

Aku memarkir sepedaku di halaman rumah. Sebelum masuk ke rumah, aku melihat anak-anak sedang bermain di seberang rumahku. Aku ingin seperti mereka. Bermain bersama teman-teman. Sedangkan aku? Teman saja aku tidak punya.

Aku memasuki rumahku tanpa menekan bel. Mom melihatku begitu aku masuk rumah. Ia menggeleng-geleng melihat tingkah lakuku yang begini. Aku hanya tertawa kecil menanggapi sikap mom. 

Aku naik ke lantai atas menuju kamarku dan langsung menghempaskan badanku ke kasur empuk ku begitu aku sampai disana. Menatap langit-langit. Memang itu yang selalu aku lakukan ketika aku pulang sekolah. Aku suka membayangkan bahwa suatu saat nanti aku mempunyai teman yang banyak seperti anak tetangga di seberang rumahku tadi. Aku memejamkan mata, mencoba untuk menghilangkan segala penat dan rasa lelah hari ini.

"Hailee.. Ayo makan! Aku tahu kau belum makan sedari tadi." teriak mom dari ruang makan.

"Iyaa mom tunggu sebentar." aku segera mengganti seragamku dengan baju santai yang biasa aku pakai di rumah, sebuah kaos dan celana pendek selutut.

Aku menuruni tangga lalu masuk ke rumah makan. Harum masakan berebutan memasuki lubang hidungku. Ibu sudah menyiapkan piring untukku jadi aku hanya tinggal mengambil makanan yang sudah disediakan. Aku langsung melahapnya karena paduan suara dalam perutku sudah mulai bernyanyi.

"Bagaimana sekolahmu, honey?" tanya mom di sela-sela makanku.

"Ayolaaah. Tak ada yang berbeda di sekolah mom. Itu pasti selalu sama."

Mom duduk di kursi sebelahku. Mengambil sebotol susu di depannya lalu menuangkannya di gelasku.

"Maafkan aku sayang. Seharusnya aku mencarikan sekolah baru untukmu. Aku tidak tega melihatmu merana di sekolah. Aku berusaha mengumpulkan uang untuk memindahkan sekolahmu." mom terlihat bersalah saat berkata barusan. Aku menatap mom dengan tatapan 'tenang saja aku tidak apa-apa'. Mom hanya tersenyum kecil.

"Pakai saja uangnya mom. Aku tahu kau juga butuh uang itu untuk menyambung hidup kita. Kalau tentang sekolah, biarkan saja aku akan mengurusnya." jelasku panjang lebar. Mom masih saja terlihat merasa bersalah padaku padahal sebetulnya dia tidak punya salah apapun padaku.

"Mom, percaya padaku. Aku YAKIN aku bisa menghadapi para orang jerk itu." aku beranjak dari kursiku. Aku menyimpan piring bekas makanku di tempat cuci piring.

"Kau yakin?" tanya mom tidak percaya.

"Trust me, mom. Aku yakin." sebetulnya aku tidak yakin pada diriku sendiri. Tapi ini demi mom. Aku tidak ingin dia sakit karena memikirkan aku terus.

"Perlukah aku memberitahu Jack soal ini agar dia bisa membantumu?" mom memegang gagang telepon bermaksud untuk menelepon Jack.

"Tidak, mom." aku berlari ke lantai atas menuju kamarku meninggalkan mom yang sendirian di dapur.

Oh ya, Jack itu adalah sepupuku yang tinggal di New Jersey. Ia sudah sering membantuku keluar dari masalah yang mengangguku. Saat ini, rasanya, aku tidak perlu bantuannya. Aku akan mencoba mandiri keluar dari problemku.

...

Triing... Triing... Triing...

Alarm sialan. Bisa-bisanya ia membangunkanku sepagi ini. Aku masih malas untuk melakukan kegiatan pagi ini. Beruntungnya, hari ini adalah hari sabtu. Itu memberikan arti bahwa hari ini tidak ada sekolah. Bebas dari segala macam PEMBULLY-AN. Ahh tenang rasanya.

Aku mematikan alarmku dalam keadaan masih memeluk guling. Terdengar suara mom memanggil namaku menyuruhku keluar dari istanaku.

Please mom, i still sleepy. I'm not in mood to wake up. ucapku dalam hati. Suara mom terdengar lagi dan sekarang disertai suara seorang pria. Oh itu pasti dad.

Akhirnya aku mengalah. Dengan langkah gontai, aku keluar dari istanaku. Meninggalkan pulauku, kekasihku, dan semua yang kucinta. Ha.. itu menyedihkan. Aku memutuskan pergi ke kamar mandi dulu untuk mencuci mukaku. Setelah itu aku baru turun ke lantai bawah menemui orangtuaku. Mereka. Terlihat. Sangat. Rapih.

"Mom, dad, kalian mau kemana?"

"Kita akan menghadiri pesta pernikahan teman dad. Kau menunggu saja dirumah karena aku tahu kau benci menunggu lama." jelas mom sambil membetulkan dasi dad.

Apa? Sendirian? Di rumah? Lama? Itu lebih membosankan dibandingkan ikut ke pesta pernikahan. Aku menggerutu dalam hati. Aku memanyunkan bibirku. Kesal.

"Tak apa kan? Tidak akan lama kok." ucap dad sambil mengenakan jasnya.

"Okay take care, Hailee." mom dan dad pergi ke luar rumah. Masuk ke mobil. Lalu melambaikan tangan mereka kepadaku. Aku membalasnya dan melihat mobil mereka langsung melesat pergi meninggalkan pekarangan rumah, eh maksudku, meninggalkanku disini seorang diri.

Aku masuk ke rumah. Mengunci pintu agar tidak ada seorang pun yang masuk ke rumahku tanpa ijin dari seorang Hailee. Tanpa berpikir panjang, aku mengambil handuk dan langsung melesat memasuki kamar mandi.

...

Uhh bosan

Aku terus saja menggerutu. Bagaimana tidak, orangtuaku yang bilang hanya sebentar pergi tanpa disangka lama sekali. Karena bosan, aku memilih untuk berkeliling komplek. Aku mengambil earphone dan memasangnya di telingaku. Aku membuka pintu lalu menutupnya lagi sekaligus menguncinya karena aku akan berjalan-jalan sebentar untuk mengurangi kebosananku.

Aku melihat sekeliling. Banyak terdengar suara anak-anak kecil tertawa. Oh tidak, aku teringat kejadian kemarin. Hampir saja aku melupakannya. Gara-gara ini aku mengingatnya lagi. Uh menyebalkan. Jalan-jalan ini memang menghilangkan rasa bosanku tapi malah meningkatkan rasa dendamku.

Aku melihat sebuah bangku kecil di taman komplekku. Aku duduk disana sambil mendengarkan musik favoritku dari handphone. Sungguh hari ini harusnya menjadi hari menyenangkan untukku jika saja orangtuaku tidak menghadiri pesta pernikahan sialan itu.

"Hai. Bolehkah aku duduk disini?" aku mendongak melihat siapa yang datang. Seorang pria memakai topi, kemeja putih dan celana jeans. Aku tidak mengenali siapa pria itu. Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaannya. Dia pun duduk di sebelahku.

"Sepertinya kau ada masalah. Bisakah kau cerita padaku? Mungkin aku bisa membantu." kata pria itu sambil memainkan topinya.

Siapa sebenarnya dia? Kenapa dia sok akrab? Tapi bodohnya aku malah menceritakan semua masalah yang aku alami di sekolah. Padahal aku selalu berkata kepada diriku kalau aku tidak boleh menceritakan masalah pribadiku ke orang yang tidak ku kenal.

"Hmm aku mengerti. Kau ingin membalas perbuatan mereka kan?" tanya pria itu.

"Yaaa begitulah." aku berharap dia mau membantuku meskipun dia bukan orang yang ku kenal.

"Ini" dia menyodorkan sebuah kertas padaku yang bertuliskan alamat rumah. Aku menduga kalau itu alamat rumahnya. "Datanglah besok. Aku akan menunggu jam 3. Kau bisa?"

"Oh yeah" entah kenapa aku merasa girang ada orang yang mau membantuku.

Setelah itu, pria misterius tadi bangkit dan mohon permisi untuk pergi. Aku mengiyakan. Tak selang lama, aku juga pergi dari taman itu. Berlari menuju rumahku dengan perasaan amat sangat bahagia. Aku sudah tidak sabar menunggu besok. Menemui seorang pria yang akan membantuku melancarkan misi membalas perbuatan semena-mena The Gangs.

Tak lama lagi, aku akan berkuasa. The Gangs akan ku buat bertekuk lutut padaku. Memohon-mohon maaf padaku. Aku tidak bisa membayangkan betapa serunya melihat mereka seperti itu.

Sebentar lagi,, akan kubuat itu menjadi kenyataan. Tunggu saja.

MetamorphsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang