10

1.5K 146 1
                                    

Kendall

Drrt.. drrt..

Ku rasakan getaran dari ponsel yang ku letakan di saku celanaku. Aku mulai mengambilnya dan menatap layar untuk mengecek siapa yang melakukan panggilan. Unknown number. Tanpa pikir panjang, aku mulai menslide tombol berwarna hijau dan meletakannya di telinga kananku.

"Halo? Siapa ini?" Tanyaku tanpa basa basi.

"Kendall? Bisa kau ke rumah sakit medical hospital sekarang? Adikmu.. dia tiba-tiba pingsan." Kata seseorang di seberang sana. Aku merasa pernah mendengar karakter suara itu tapi aku tidak mengingat siapa pemilik suara itu.

Aku mulai berpikir negatif kalau ternyata orang itu adalah seorang penjahat yang ingin mengambil keuntungan dari ku. Kau tahu sekarang ada banyak cara untuk melakukan kejahatan. Ditambah sekarang banyak alat komunikasi yang memudahkan penjahat untuk melakukan berbagai hal diluar pemikiran manusia.

"Apa kau serius, uh? Bagaimana aku harus percaya denganmu?"

Terdengar dengusan kesal dari seseorang disana. Aku mulai merasa khawatir sekarang. Bagaimana kalau orang itu memang serius? Bagaimana kalau orang itu memang sedang tidak bercanda? Apa memamg bemar apa.yang ia katakan? Sebenarnya siapa dia? Bagaimana bisa ia mendapati adikku sampai ke rumah sakit? Sebongkah pertanyaan terlintas di pikiranku.

"Akan ku jelaskan semuanya disini. Jangan banyak berpikir lagi, Ken. Cepat datang kemari, ia membutuhkan dukunganmu." Ucapnya membuyarkan segalanya yang sedang berjalan di otakku.

Belum sempat aku menjawabnya sambungan sudah terputus. Dan pada akhirnya aku beranjak dari sofa empuk ini dan bergegas meninggalkan tempat ini.

"Kau mau kemana?" Tanyanya.

Oh, astaga aku bahkan sampai melupakan keberadaan Harry. Ku harap ia tidak menggangguku untuk sekarang ini? Karena pikiranku benar benar sedang kacau dan memiliki banyak cabang. Aku sedang tidak ingin berdebat dengannya.

"Kylie masuk rumah sakit. Aku harus segera ke sana." Jelasku singkat. Aku langsung berjalan cepat ke luar dari kafe ini. Namun tiba tiba ada sebuah genggaman di tanganku yang sangat erat yang kontan berhasil membuat tubuh ku berbalik menghadapnya.

"Ada apa lagi, Harru? aku sedang tidak punya banyak waktu, aku harus pergi sekarang." Ucapku dengan nada meninggi.

"Aku mengantarmu." Singkat padat namun berhasil membuatku tercengang.

"Katanya kau tidak punya banyak waktu? Cepatlah!" Ucapnya yang sudah berada di dalam mobil Range Rover nya. Aku tersadar, dan segera masuk ke dalam mobilnya.

Ia mulai menjalnkan mobilnya membelah jalanan di Chicago. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi karena kedaan jalan disini tidak terlalu padat. Kami di selimuti keheningan karena kami, atau lebih tepatnya aku sedang bergelut dengan pikiranku sendiri.

Tak terasa ia sudah memarkirkan mobilnya di lapangan parkir Medical Hospital. Aku berlari menuju ke receptionist dan menanyakan di kamar mana Kylie di rawat. Ia segera membuka buku berisi data pasien dan mencarinya. Setelah menemukan seseorang yang ia cari, ia segera memberitahuku ruangan Kylie berada. Aku berlari dengan langkah cepat, tidak mempedulikan Harry yang terus meneriaki ku untuk jangan berlari terlalu cepat.

Sesampainya di ruangan Recovery 008 aku menemukan sosok Louis disana. Oh, iya aku baru ingat bahwa pemilik suara tadi adalah Louis. Aku mengatur nafasku yang tersenggal-senggal, setelah merasa sudah baikan aku mulai angkat bicara.

"Louis?" Tanyaku ragu. Ia menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. "Bagaimana bisa?" Hanya itu kata-kata yang berhasil keluar dari mulutku.

"Ceritanya panjang, Ken. Akan ku ceritakan semuanya padamu nanti."

Aku hanya mengangguk lemah. Dan di antara keheningan aku mendengar suara hentakan kaki yang sedang berlari, ku asumsikan orang itu adalah Harry. For God's sake setelah ini semua tidak akan berjalan aman.

"Apa yang kau lakukan disini, keparat?" Tanya Harry ketus. Seperti dugaanku.

Kulihat rahangnya mengeras dan sorot matanya menunjukan sebuah permusuhan diantara mereka. Louis juga tak mau kalah, ia juga mengepalkan tangannya sangat kuat sampai buku jarinya memutih.

Louis dan Harry mendekatkan tubuh mereka sampai tidak ada jarak yang tersisa. Entah siapa yang memulai terlebih dahuku, sekarang mereka mulai dorong-mendorong dengan bahu mereka dengan tatapan kebencian yang tidak terlepas dari dua pasang manik mata itu.

"Kumohon, jangan sekarang." Ucapku lirih, namun masih bisa terdengar jelas di telinga mereka. Ia mulai menjauhkan tubuh mereka dan saling memberikan lirikan mata 'tunggu saja nanti'.

Beberapa saat setelahnya, Dokter keluar bersamaan dengan para perawat. Aku berjalan mendekati dokter itu untuk meminta semua penjelasannya.

"Dimana orang tuanya?" Kalimat itu berhasil mencelos hatiku dan membuatku tertunduk lemas. Namun dengan sekuat tenaga yang aku miliki, aku berusaha membalasnya dengan tegar dan suara bergetar.

"Me-mereka... sudah tidak ada, jadi bagaimana kondisinya?"

"Oke baiklah. Pasien belum memasukan sedikitpun makanan hari ini, ditambah ia banyak sekali minum alcohol saya perkirakan sekitar puluhan gelas yang ia minum dan membuat lambungnya tidak kuat. Sehingga ia harus dirawat beberapa hari untuk pemulihannya." Jelas Dokter tersebut.

"Tapi apakah ia akan baik baik saja, dok?"

"Tentu saja, jika ia bisa menjaga pola makan dan makan dengan teratur, karena ia juga sudah mengidap maag yang sudah cukup akut, bukan? Saya rasa ia mabuk karena ia memiliki banyak tekanan atau masalah, jadi lebih baik anda memberinya dorongan dan motivasi agar pasien bisa melewati masa-masa sulitnya."

Aku mengangguk lemas. San dokter itu meninggalkan kami bertiga.

***

"Sekarang ceritakan!" Ucapku pada Louis di kantin rumah sakit. Ya, aku hanya berdua dengan Louis. Karena aku meminta Harry untuk pulang dan beristirahat, namun tidak semudah itu meminta Harry pulang. Awalnya ia sangat bersikeras tetap berada di sampingku untuk menjagaku dan tidak membiarkan Louis berdua bersamaku. Namun dengan perjuangan keras akhirnya ia mengalah, ia mau pulang dan meninggalkan kami berdua.

"Pada waktu itu aku sedang berkunjung ke apartemenmu untuk mengajakmu berjalan jalan sebentar. Namun saat aku mengetuk pintu berkali kali tidak ada yang menjawab, aku merasa sangat khawatir dan takut terjadi apa apa denganmu sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk mendobrak pintu itu dan melihat adikmu terkapar lemas di lantai. Aku sangat panik waktu itu, aku mengambil ponsel adikmu dan menyimpan nomermu. Sesampainya aku dirumah sakit aku langsung mengabarimu untuk datang ke rumah sakit waktu itu juga. Ya, kurang lebih seperti itu kejadiannya." Jelasnya.

Aku tidak langsung menjawabnya. Aku masih mencerna setiap kalimat yang ia ucapkan. Sampai pada akhirnya aku mengangguk mengerti.

"Thanks." Ucapku singkat tanpa menatap ke manik matanya.

"It's okay. Semua orang yang melihatnya juga pasti akan melakukan hal yang sama."

Aku menggeleng cepat.

"Tidak semua orang" ucapku membenarkan.

"Whatever " ucapnya sambil menggidikan bahunya. "Kenapa bisa bersama dengan Harry?"

Aku terperagah mendengar kalimat tanya darinya itu. Skakmat. What should i do? Demi apapun, Louis pasti akan memarahiku. Lebih baik aku mengatakan yang sejujurnya atau membohonginya? Batinku sedang bergelut hebat untuk menentukan siapa pemenangnya.

To be continued..

A/n :

Seperti dugaan gue. Baru juga belom ada seminggu sekolah tugas udah seambrek gini. Jadi maklumin aja kalo lama ngeupdate ntar. Sekolah tetep nomer satu :v but school still sucks ._.

Kritik dan saran buat cerita ini dong. Biar aku juga bisa mengintropeksi diri dimana kekurangannya. But don't use the rude words, akikah gasuka dikasarin. sorry for typo(s) btw.

Vote + Comments.

Kecupszx. A.

Moved On // h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang