Mama menangis sejadi-jadinya. "Ini apa, Pa? Ini apa?" Mama menunjukkan sesuatu kepada Papa yang tidak di ketahui gadisnya.

"Mama bener-bener gak nyangka Papa berbuat seperti itu," tambah Mama dengan nada parau.

"Suka-suka saya! Toh ini hidup saya, tidak ada yang boleh melarang. terutama kamu!" telunjuk Papa di arahkan ke depan muka Mama dengan wajah geram.

Nico yang melihat kejadian itu mengepalkan tangan di samping celananya.

"Inget anak-anak Pa," ucap Mama dengan nada serak. Nadanya menyiratkan kesedihan yang amat mendalam.

"Kenapa Papa jadi seperti ini semenjak Sekertaris jalang itu muncul di kehidupan kita?" Mama sengaja menekankan kata jalang di kalimatnya.

Plak.

Satu tamparan keras mendarat di pipi Mana yang berlinang air mata. Nico dan gadis itu berlari menghampiri sang Mama. "Mamaa!!!" teriak keduanya seraya berhambur mendekap tubuh Mama.

"Inget ya Ollie! jangan panggil Ellena dengan sebutan itu lagi, atau...." Papa mengantungkan kalimatnya dan berdecak sembari mengacak-acak rambutnya frustrasi.

Ellena adalah Sekertaris Papanya.

Nico melepaskan dekapannya dengan Ollie lalu berjalan mendekati Papa. "Atau apa Pa? Atau apa hah?" tanya Nico tanpa rasa takut sedikitpun dan di sertai nada tajam dan membunuh. Jujur, ia sudah muak dengan perlakuan Papa terhadap Mamanya.

Papa menatap Nico tak kalah tajam disertai semburat kemarahan yang tercetak jelas di wajahnya. "Kamu diam ya! Kamu tidak usah tau urusan orang tua! Dan jangan ikut campur urusan Papa!"

Nico tertawa sinis. "Tapi, anda sudah menampar Mama saya. Jadi itu sudah mutlak urusan saya!" jawab Nico dengan seringaian.

Papa mengepalkan tangannya, "Sudah jadi anak pembangkang ya kamu sekarang? Berani kamu sama Papa?" tanya Papa dengan nada tajam naik satu oktaf.

"Papa? anda bukan Papa saya lagi semenjak anda memilih tidur seranjang dengan perempuan lain!" teriak Nico tanpa memperdulikan tatapan mematikan milik Papa.

"Lancang ya kamu! Tau apa kamu tentang hal itu? Oh.. sekarang udah berani ya sama orang tua? Iya?" bentak Papa. Tangan Papa sudah mengambil ancang-ancang untuk menampar pipi Nico.

"Tampar aja Pa! Tampar!" teriak Nico sambil menunjukkan pipinya.

Plak.

Tamparan itu mendarat bebas di sudut bibir Nico. Gadis itu terduduk lemas dan semakin mengeratkan dekapannya dengan Mama. Mama terus menangis dan sesekali terisak.

Gadis kecil itu ikut menangis seraya mengelus-ngelus pundak Mama, berharap Mamanya bisa sedikit lebih tenang dengan perlakuan itu.

"Lihat? Pria macam apa anda? Membuat calon penghuni surga menangis!" teriak Nico di depan muka sang Papa.

"Oh iya, anda kan pria yang gelap mata dan lebih cocok dengan si jalang daripada bidadari seperti Mama." Nico menekankan kata jalang-bidadari-Mama.

Plak.

Tangan kekar milik Papa mendarat bebas di pipi Nico sekali lagi namun tamparan itu lebih keras dari sebelumnya.

"Cukupp!!" seru Mama dengan sukuat tenaga. Papa berkacak pinggang lalu mengambil tasnya dan melenggang pergi begitu saja.

Mama bangkit, berjalan mendekati Nico lalu mendekapnya dengan penuh kasih sayang. "Gaboleh gitu sayang, bagaimanapun dia, dia itu Papa kamu," ujar Mama dengan nada sangat pelan sembari mengelus-ngelus puncak kepala Nico.

Tak butuh waktu lama ia langsung balik mendekap Mama dengan sangat erat. "Sini sayang," pinta Mama kepada gadis yang sedang tertunduk itu supaya masuk ke dalam pelukannya.

Gadis itu bangkit dan berhambur ke dalam dekapan sang Mama dan sang Kakak.

Mereka berpelukan dalam diam, hanyut akan pikiran mereka masing-masing. Mereka hanyut dalam tangisan yang sangat pilu.

Mama masih terus menangis sama halnya dengan gadis itu. Tapi Nico tidak, dia tidak menangis namun hati kecilnyalah yang menangis.

Gadis itu memejamkan matanya rapat-rapat di dalam pelukan, berharap ini semua hanyalah mimpi.

•••

Mataku terbuka perlahan dengan napas terengah-engah. Keringat dingin bercucuran di sekitar pelipisku. Aku mengerjapkan mata berkali-kali. Padanganku menyapu seisi ruangan yang hanya di sinari lampu kecil di dekat meja belajar.

"Oh syukurlah, hanya mimpi," gumamku.

Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Aku kembali merebahkan badanku. Aku membolak-balikkan badanku, mencari posisi yang pas untuk terlelap. Tapi, aku tidak menemukan posisi yang pas. Mataku sulit terpejam, rasa kantukku hilang di gantikan rasa takut.

Aku takut. Aku takut mimpi burukku menjadi nyata. Aku takut apa yang kutakutkan akan benar-benar terjadi. Mengingat, keluargaku sedikit renggang belakangan ini. Mereka sama-sama sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Mama sibuk dengan kegiatan arisannya, Kak Nico sibuk dengan kegiatan ekstrakulikulernya, dan Papa sibuk dengan pekerjaannya. Dan aku? sibuk dengan perasaan takut yang terus menghantuiku setiap malam.

Aku memeluk gulingku dengan sangat erat, kurasakan punggungku bergetar. Kutarik selimut itu hingga mencapai leher. Bayang-bayang mimpi itu kembali terputar dalam otakku.

Papamu akan segera bercerai dengan Mamamu, Rachel.

Aku menggeleng kuat-kuat. "Tidak! Tidak akan!" sanggahku.

Keluargamu akan hancur.

Aku menutup kedua telingaku dan menutup mataku rapat-rapat.

Kau dan keluargamu akan menderita

"Shut up!"

•••
a/n: happy reading. don't forget to vote and comments yaa! thx u xoxo!

Broken Homeحيث تعيش القصص. اكتشف الآن