4

7.3K 290 0
                                    

4

Aku merapikan seluruh peralatan arsitektur dan memasukkan semua ke dalam tasku. Tak ada satu pun yang terlewat. Aku yakin itu.

Kaki ku melangkah keluar dari ruangan arsitektur yang cukup megah. Udara dingin langsung merengkuh tubuhku dan menusuk ke tulang-tulangku.

Kedua tanganku mengusap lengan kanan-kiri. Memberi sedikit kehangatan. Ini Indonesia dengan iklim tropis, mengapa bisa ada musim dingin nyasar seperti ini.

Apakah akan turun salju? Dan membawa aku dan pangeranku larut seperti kisah, 'Winter Sonata'? Oh apalah aku ini yang berkhayal terlalu tinggi.

Aku kembali melangkahkan kakiku. Aku melihatmu. Sendiri. Sedikit ada perasaan lega ternyata kamu tidak sedang bersama gadis kemarin. Gadis yang telah meremukkan hati ini.

"Hai."

"Hai. Lo kemarin kemana kok ngilang?"

Aku tersenyum. Kemarin? Ketika aku pergi begitu saja saat ia asyik bercanda dengan gadis itu? Dia sadar aku pergi?

"Gue buru-buru."

"Arin juga buru-buru kemarin. Gue jadi sendiri lagi."

Arin? Jadi nama gadis kemarin Arin? Nama yang bagus untuk gadis secantik dia.

"Lo masih ngerjain tugas?"

"Minggu depan sidang skripsi. Gak mungkin kan gue gak nyelesaiin tugas?"

Aku hanya manggut-manggut seakan mengerti. Padahal, aku tak paham apapun yang ia bicarakan. Ketampanannya membuat pikiran ini terpusat (hanya) padanya.

"Riyoooo. Lo disini ternyata?"

Kenapa takdir selalu berkata seperti ini? Aku yang pertama menemukan dan gadis yang bernama Arin yang harus menemaninya pada akhirnya? Tidak adil. Sama sekali tak adil.

Aku tersenyum masam. Perlahan kuangkat tubuhku untuk berdiri dengan kedua kakiku yang menopang. Kaki kananku melangkah.

"Lo mau kemana, Ran?"

Aku terkekeh. "Pergi," jawabku singkat.

"Sini aja kalik, Ran. Temenin gue. Ya?"

Pertanda apa ini?

Feel(er)Where stories live. Discover now