15. The Scandal

46.4K 2.3K 31
                                    

GIBRAN menatap cincin silver Cartier yang melingkar ditangan kirinya seraya tersenyum seperti seorang idiot. Entah apa yang membuat dia akhirnya memutuskan untuk menikahi muridnya sendiri, bahkan dia sendiri bingung dengan kenyataan yang dia alami sekarang. Gibran bahkan tidak pernah berfikir akan menemukan gadis lain yang mungkin membuatnya jatuh cinta selain seorang Arabella.

Terlalu lama dia terpaku dengan seorang gadis. Bahkan dia lupa kapan pertamakali dia jatuh cinta dengan Arabella.

Ya, Arabella Brawijaya Donnovan.

Lelaki itu tersenyum dibalik meja kerjanya yang ada di ruangan kampus universitas swasta itu. Ingatannya akan pertemuan pertamanya dengan sang calon isteri pun terngiang dikepalanya.

Seorang gadis dengan hotpants putih setengah paha--yang cukup membuat lelaki manapun ngiler melihatnya, kaos hitam polos, dan Nike Flyknit Lunar yang membingkai kaki jenjangnya yang panjang--mengingat betapa tingginya gadis itu. Dia sedang berjalan di koridor perkampusan ekonomi sembari mengoceh dengan telepon yang menempel di telinga kanan-nya. Dalam bahasa italia yang susah dimengerti.

"Bene, Valentino! Smettere di essere childlish. Sono qui va bene, non ci si deve preoccupare perché ero il figlio di bambini sotto i cinque anni. Per l'amor di Dio sono una ventina di anni. (Sudahlah, Valentino! Berhenti kekanakan. Aku disini baik-baik saja, kau tak perlu mengkhawatirkanku seperti aku adalah anak bayi dibawah lima tahun. Demi Tuhan, aku gadis duapuluh tahun.)",

"Ma, accidenti--",

Tanpa banyak bicara, gadis itu menutup sambungan telepon itu secara sepihak dan menggerutu dengan kesal seraya membenarkan posisi ranselnya sampai seorang laki-laki datang menghampiri gadis itu.

"Litha! Lo kenapa lagi sih, berapa kali musti gue bilang jangan pake hotpants sama kaos ke kampus! Lo nggak cape apa kena protes Pak Herlambang, hah?", ucap lelaki dengan kemeja tartan merah dan ransel hitam Polo Ralph Lauren itu.

Disisi lain, gadis yang mendengarnya hanya memutar bola matanya dengan bosan dan menjawab,

"Yaelah, Bar. Lo kayak nggak ngerti gue aje, lagian Pak Herlambang ngomongnye doang mau kasih SP. Dari gue semester satu juga gitu terus, nyatanya? Kagak, kan? Udeh dua tahun lebih kale gue sekolah disini. Lagian tuh botak juga mau pensiun, kan?",

Bara kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya seraya mendengus. Talitha memang tidak pernah berubah dan tidak akan pernah berubah, sampai kapanpun itu.

"Lo emang gila ya, nggak pernah berubah. Eh tapi lo udah tau dosen yang bakal gantiin Pak Herlambang? Katanya dia anaknya yang punya universitas ini, loh!", ucap Bara dengan bersemangat, dan mereka berdua sedang berjalan menuju kantin.

Lagi-lagi gadis itu memutar bola matanya.

"Oh, c'mon, Bara. Gue nggak pernah peduli, mau dia anaknya yang punya sekolah, anaknya presiden, anaknya Obama sekalipun, terus gue harus ngapain, hah?!", semprotnya dengan nyolot membuat Bara menggeleng-gelengkan kepalanya, lagi.

Tiba-tiba suasana kantin yang awalnya ramai bak pasar malam, menjadi hening seketika. Sementara kedua orang yang duduk dipojok kantin itu mengernyitkan dahi mereka dengan bingung. Ada apa?

Kemudian suara bisik-bisik yang didominasi para kaum perempuan-pun terdengar.

"Gilaaaa, ganteng bingits!",

"Itu anaknya yang punya universitas? What?",

"Busettt, dia yang gantiin Pak Herlambang? Rajin ngampus dong gue!",

Miss BombshellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang