09 - Jevin?

5.1K 480 11
                                    

Aku keluar dari ruang musik dengan perasaan lega. Lega karena sudah mengambil nilai dan tidak perlu ikut susulan besok sendirian. Ditambah, aku menggunakan gitar Arvin untuk pengambilan nilai. Senyumku mengembang.

Saat aku sedang berjalan kearah kelas, aku melihat Arvin berdiri diambang pintu sambil bersedekap, bola matanya bergerak kesana kemari seakan-akan mencari sosok seseorang.

Saat aku sampai di depan pintu, aku menepuk pundak Arvin dengan pelan, ia menoleh dan menyunggingkan senyum tipis. "Ini gitarnya. Makasih ya." ucapku.

Ia tersenyum sambil mengambil gitarnya dari tanganku. Aku membuang muka saking senangnya. Aku tak mau Arvin melihat pipiku yang semerah tomat.

"Yaudah deh, gue ke kelas dulu ya." katanya sambil melambaikan tangan kearahku. Aku memasuki kelas dengan jantung yang berpacu cepat. Kakiku lemas saking senangnya.

Aku duduk dibangkuku. Menatap papan tulis putih sambil tersenyum. Pikiranku melayang membayangkan kejadian tadi. Kejadian dimana Arvin berbicara padaku. Dan tersenyum kearahku.

Bel pergantian pelajaran berbunyi, dalam sekejap senyumku hilang karena Pak Mashud masuk dengan tampang garangnya.

****

Bel istirahat berbunyi.

"Baiklah, anak-anak. Sebenarnya saya tidak rela ya akan menyudahi pertemuan kita. Tak terasa sebentar sekali tiga jam pelajaran itu." kata Pak Mashud berdiri sambil membawa buku-bukunya.

Dalam hati, aku mencibir.

"Selamat siang!" katanya, lalu keluar dari kelas.

Aku merapihkan buku-bukuku kedalam tas. Tak sengaja mataku menangkap Nathan yang sedanh tertidur. Tangannya dilipat dan kepalanya ia tenggelamkan disana. Rambutnya menutupi wajahnya, tanganku gatal ingin menyingkirkan rambut itu, namun, aku mengurungkan niatku.

Aku berjalan keluar untuk pergi ke kantin. Perutku serasa diremas-remas karena lapar. Saat aku sampai disana, kantin penuh. Seperti lautan manusia. Semua stan hampir tak terlihat karna dikerumuni orang-orang yang akan memesan. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kelas atau aku akan menghabiskan waktu istirahatku di perpustakaan.

Ting!

Ponselku berbunyi. Aku mengeluarkan ponselku dari saku rokku.

LINE; Bang Devan

"Maaf bgtbgtbgt Kay, nanti gue nggak bisa jemput. Lo pulang naik bus aja ya?"

Aku mengerucutkan bibir. Lalu membalas LINE Bang Devan dengan malas.

To: Bang Devan

"Iya, aku pulang naik bus aja. Hati-hati ya Bang!"

Send.

Aku berjalan kembali menuju perpus, tak sengaja aku melihat Nathan sedang berjalan bersama seorang wanita sambil tertawa.

Wanita itu cantik, berambut panjang, mulus, badannya ideal, dan tinggi. Tidakk seperti aku yang hanya kebalikannya dari itu.

Saat aku berpapasan dengannya, aku melihatnya menahan rasa sakit yang secara tiba-tiba menerjang dadaku. Ia meliriku sekilas, setelahnya ia melanjutkan percakapannya dengan perempuan disebelahnya. Ia seperti tidak menganggapku ada.

Tanpa basa-basi aku langsung berlari, tak tentu kemana arahnya.

Ternyata kakiku menuju kesebuah ruangan. Yang aku yakini ini gudang. Karena gelap, berdebu dan bau. Aku duduk setelah pintunya kututup. Entah mengapa airmata datang tanpa diundang. Aku menangis. Kali ini aku menangis mengeluarkan semuanya. Mengeluarkan rasa sakit yang aku rasa. Terisak. Tak kuat lagi menangis dalam diam dan hanya mengeluarkan airmata. Aku melepas kacamataku, mengusap airmataku kasar.

Arvin & Kayla [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang