03 - diam diam

6K 543 10
                                    

Aku menaruh tas ku di atas kasur. Ku rebahkan badanku yang terasa sangat pegal ke kasurku yang amat empuk. Aku menghela nafas, mengapa aku harus hidup begini? Menyukai orang dalam diam. Hanya bisa melihatnya dari jauh.

jika ia tersenyum, aku pun ikut tersenyum. Jika ia tertawa, entah mengapa aku merasa bahagia.

Mencintai seseorang dalam diam memang menyakitkan.

Aku menatap langit-langit dengan penuh frustasi. Ku raih ponselku dan menelpon Bang Devan.

"Bang, kamu dimana?"

"Dikamar. Lo udah pulang?"

"Udah. Sini deh ke kamar, aku mau cerita."

Setelah berkata seperti itu, aku memutuskan sambungan. Aku melempar ponselku kesembarang arah.

Sedetik kemudian, pintu kamarku terbuka. Bang Devan berdiri diambang pintu dengan lengannya yang bersandar pada dinding. Dia menaikkan satu alisnya.

"Sini, aku mau cerita." ucapku sambil menggerak-gerakkan tanganku mengisyaratkan Bang Devan untuk duduk di sebelahku.

Bang Devan berjalan ke arah kasurku, dia merebahkan badannya lalu memejamkan matanya.

Aku yang melihatnya hanya dapat tersenyum tipis, aku tahu Bang Devan pasti sangat lelah hari ini.

"Pasti abis Basket ya?" tanyaku sambil menoel-noel lengannya.

"Hmm. Tadi abis ngjarin junior," katanya. Matanya masih terus terpejam.

Aku hanya ber-oh- ria, kemudian terjadi keheningan yang cukup lama.

Hingga akhirnya aku bertanya, "Bang, pernah gak kamu mencintai orang dalam diam? Kamu cuma bisa melihatnya dari jauh. Kalo kamu ngeliat dia, kamu merasa bahagia. Kamu pernah gak sih?"

Bang Devan membuka matanya, "Oh, jadi adek gue yang satu ini, lagi jatuh cinta dalam diam, huh?"

Aku membuang muka, terlalu malu dengan pipiku yang sudah memerah sekarang.

"Lo suka sama siapa emang?" tanya Bang Devan sambil menoel-noel daguku.

Aku menepis tangannya, "Kamu gak bakal kenal."

Bang Devan hanya tertawa, kemudian ia mulai memainkan ponselnya. Setelah ia lama menggulir ponselnya, ia berbicara, "Dek, masa sekolahan lo tadi abis tawuran lagi," ucapnya sambil melihat serius ke arah ponselnya.

Aku mulai ketakutan, "Si -- siapa?" tanyaku.

"Si Arvin. Dia ngelawan sekitar dua belas orang dan dia menang." kata Bang Reno sambil geleng-geleng kepala.

Deg. Aku merasa jantungku berhenti berdegup sedetik.

Dia, Arvin. Orang yang aku cintai dalam diam.

****

Bang Devan mengetuk-ngetuk pintu kamarku.

"Bangun, Dek! Dua menit gak bangun gue tinggal ya." teriaknya dari luar kamarku.

Tanpa ba-bi-bu, aku langsung membuka mataku, tanpa menunggu rohku untuk balik ke badanku, aku langsung berjalan ke kamar mandi.

Setelah sepuluh menit membersihkan badan dan menggunakan seragam. Aku berjalan ke bawah sambil menyampirkan tasku.

"Lama lo ah," kata Bang Devan sambil cemberut.

"Ngantuk." kataku lalu mengambil sepatuku yang berada di rak sepatu bawah tangga.

Bnag Devan berdecak, "Laper nih gue, Dek." kata Bang Devan sambil mengelus-ngelus perutnya.

"Mohon maaf, semalam saya lupa memasak nasi. Jadi untuk hari ini, anda sarapan di kantin sekolahan anda saja. Terimakasih." kataku sambil memakai sepatu.

Arvin & Kayla [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang