6

2.2K 460 101
                                    

HomeEnam

Lalu hening sepersekian detik, aku sempat berpikir Louis akan mengacuhkan uluran tangan Luke, seperti biasanya ketika aku memperkenalkan seorang laki-laki padanya.

Tapi tidak, Louis mengeluarkan tangannya dari sakunya, lalu menjabat tangan Luke,

Untung saja.

"Umm, hai. Gue Louis," jelas Louis, lalu tersenyum.

Lalu mereka menarik tangannya masing-masing.

Aku bertanya, "Tadi lo mau nanya apa, Luke?"

Belum Luke menjawab, Louis berbicara, "Gue pinjem Olivnya bentar ya?" izin Louis, lalu memegang lenganku.

Luke terlihat seperti linglung, "Hah? Iyaa iyaaa.. Gak apa apa, ntar aja gue nanyanya, gue balik duluan ya kalian," ucap Luke.

"Oke, tiati Luke," ucapku.

"Iya bro, tiati." ucap Louis juga.

Luke mengangguk, "Oke, bye!" lalu berbalik dan meninggalkan aku dan Louis.

"Mau ngapain Lou?" tanyaku.

Louis menggaruk tengkuknya, "Umm, gue gak anter lo gak apa apa gak? Gue mau anter Megan,"

Deg. Hatiku tercekat lagi. Entah apa, entah perasaan apa ini. Aku selalu begini, setiap Louis dekat dengan perempuan lain. Sejak dulu.

Aku menarik nafas agak panjang lalu menjawab, "Ya ampun, Louis. Iya nggak apa-apalah! Gue bisa naik taksi kok," jelasku.

Mata Louis berbinar, "Serius lo?"

"Iyalah! Udah sono! Anterin sampe depan rumahnya ya!" sahutku, mendorong tubuhnya ke arah kelas Megan yang belum bubar.

"Lo mau gue cariin gak?" tanya Louis.

"Cariin apaan?" tanyaku, polos.

"Pacar," jawab Louis.

Aku terbelalak,

"Ya taksilah! Oliv astagaaa,"

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, "Oh! Gak usah, gue bisa cari sendiri kok, bye!" ucapku, lalu mulai berjalan ke arah gerbang.

"Thanks ya, Liv!" aku mendengar Louis berteriak dari tempatnya.

Aku hanya mengangkat jempolku ke udara, berharap Louis bisa melihatnya.

Aku sampai ke gerbang, lalu menengok ke kanan dan ke kiri, bersiap untuk menyebrang.

Aku baru akan melangkahkan kakiku, ketika sebuah tangan menyelip ke sela-sela jariku, memegangnya erat.

Hatiku berdegup lebih cepat saat aku mendongak untuk melihat orang yang sekarang memegang tanganku.

"Luke? Ngapain lo disini? Bukannya lo udah balik?" tanyaku.

Yang ditanya malah tersenyum, "Gue sebrangin tuan putri dulu deh baru balik,"

Deg. Aduh njir, hati gue kenapa sih.

Luke membantuku menyebrang, karena taksi hanya bisa aku temukan di sana.

Luke melepaskan tangannya dari tanganku sesampainya aku dan dia di sebrang jalan, "Lo gak balik bareng Louis, Liv?" tanya Luke.

"Eh? Lo tau darimana gue suka balik bareng Louis?" tanyaku balik.

"Umm, nebak ajasih,"

"Ohh, nggak. Gue nggak bareng dia, tadi dia ada urusan, btw thanks ya udah sebrangin gue," ujarku, lalu tersenyum.

"Ohh... Iya sama-sama. Kenapa gak balik bareng gue aja?" tawar Luke.

"Naik?" tanyaku.

"Gue lagi gak bawa mobil, jadi pake motor," ucap Luke.

"Motor lo nya mana?" tanyaku, karena aku tidak melihatnya daritadi.

Luke menepuk jidatnya, tersadar akan sesuatu,

"Oh iya! Masih di sekolah! Ya ampun gue lupa," ujarnya.

Luke menepuk pundakku, "Lo tunggu di sini ya, jangan kemana-mana! Gue ambil motor gue dulu,"

Aku hanya melongo,

"Hah? Apa?" tanyaku.

Belum aku mendapatkan jawabannya, dia kembali menyebrang jalan, ke sekolah.

Aku terdiam di tempatku. Luke, ngapain sih lo? Bela-belain sebrangin gue terus nyebrang lagi?

home » lwtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang