"Jangan ditanya." katanya enteng.

"Bisa emang?" tanyaku.

"Nggak."

Aku memasang muka datar. ia tertawa sangat keras. Cih, dasar gila. Batinku.

Bang Devan tertawa, aku kembali membuang pandanganku ke danau yang luas.

Aku bingung. Aku sudah terjatuh terlalu dalam pada Arvin.

Namun, kemunculan Nathan, entahlah. Ia baik padaku. Berbeda dengan Arvin.

Entahlah. Aku juga tak mengerti.

Tiba-tiba saja, kepalaku berdenyut sangat kencang. Rasanya aku ingin terhuyung kebelakang.

"Lo kenapa?" tanya Bang Devan panik.

Aku menggeleng cepat. "Pulang yuk?"

"Kan belom curhat." katanya cemberut.

Aku menggeleng sambil tersenyum tipis, "Kapan-kapan kesini lagi aja." kataku.

Ia mengangguk. "Oke. Tapi harus curhat ya?"

Aku mengangguk. Kemudian kami tertawa bersama.

"Bang, gendong." kataku manja.

Bang Devan mengangkat sebelah alisnya, "Nggak. Lo berat."

"Dih, yaudah. Kita nggak temenan."

Bang Devan menghembuskan nafasnya. Ia berjalan kearahku. kemudian ia berjongkok di hadapanku.

"Naik," ujarnya.

Tanpa basa-basi, aku langsung naik. Tanganku bergelantung di leher Bang Devan.

Aku tertawa riang.

Setidaknya, aku sedikit lupa tentang Arvin dan Nathan.

***

Alarm ku berbunyi dengan nyaring dipagi buta ini. Aku membuka kelopak mataku. Melihat kondisi sekitar. Ini kamarku. Seingatku, kemarin aku masih terjebak di tengah-tengah kemacetan kota Jakarta.

Aku menghela nafas. Menyibakkan selimut. Lalu menguncir rambutku.

Dengan cepat, aku melesat menuju kamar mandi. Takut keduluan Bang Devan.

Setelah selesai mandi, aku langsung memakai seragamku lengkap. Tak lupa kacamata berframe hitam yang selalu bertenggee di hidungku. Dan rambut yang selalu aku ikat kebelakang.

"Kay, buruan!"

Aku mendecak, "Iya, sabar dong."

Setelah dirasa siap, aku langsung membuka pintu kamar dan melihat Bang Devan berdiri disana.

"Nggak mandi ya?" tanyaku sambil melotot.

Ia menggeleng cepat, "Enak aja, mentang-mentang gue nggak mandi dikamar mandi lo ya? Kan shower gue udah bener. Dibenerin Kang Maman."

Aku mencibir, "Yaudah buruan berangkat."

"Pake mobil apa nih?" tanyanya semangat.

Aku yang sedang mengikat tali sepatu mendongak, "Mobil sedan aja. Nggak boleh pake mobil sport."

Bang Devan menghampiriku. "Mobil sport, please?"

"Sekali nggak tetep nggak." kataku.

Bang Devan mengikatkan tali sepatuku. "Nih kan udah gue iketin. Pake sport ya."

"Yaudah. Aku naik bus aja." kataku.

"Yah, lo mah gitu, Kay." katanya sambil memegangi dasinya.

1... 2... 3...

Arvin & Kayla [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now