Is It Possible To Deny Attraction To Someone?

29.6K 3K 150
                                    

"Besok sore saja." Amia menjawab Gavin yang bertanya kapan mereka akan beli sepeda.

"Di mana belinya?" Suara Gavin terdengar lagi di telinganya.

"Di tempat aku sama Adrien biasa beli."

"OK. Nanti langsung pulang? Aku antar?"

"Aku bisa sendiri."

"Aku tahu kamu bisa melakukan apa saja sendiri, Amia. Apa tidak bisa kamu pura-pura tidak bisa? Biar aku ada gunanya."

Amia tertawa karena Gavin terdengar putus asa.

"Tolong antar aku pulang." Amia memutuskan.

"Kasih tahu jam berapa kamu mau pulang. Ya sudah, sampai nanti. Aku mau ketemu orang warehouse."

Amia meletakkan ponselnya begitu saja di meja dan mengambil sendok, melanjutkan makan siangnya.

"Bisa nggak, kalian nggak pacaran di depanku begitu?" Vara terlihat sebal saat mengaduk-aduk kuah supnya.

"Aku nggak pacaran sama dia." Amia tertawa, mencoba menutupi.

"Denial. Pasti kamu berharap buat pacaran sama dia. Ya, kan?"

Is it possible to deny attraction to someone who likes us, even to ourselves?

"Nggak ada harapan apa-apa, Var." Amia mencoba menjawab dengan santai.

"Apa kata Adrien soal perkembangan baru ini?" Vara menggeser piringnya dan ganti menghadap jusnya.

"Menurutmu? Aku bertengkar sama dia." Amia menghela napas panjang. "Aku merasa bersalah setiap kali nggak nurut apa kata Adrien dan orangtua kami. Cuma mereka orang yang mau menerimaku." Benar kata Adrien, Gavin belum tentu betul-betul peduli padanya. "Aku nggak diizinkan dekat sama Gavin. Tapi aku ingin percaya pada Gavin."

Sejak malam itu Amia menghindari berkeliaran di dalam rumah, menghindari bertemu Adrien. Hanya untuk kali ini, dia ingin sekali saja menuruti kata hatinya. Bukan menuruti apa kata kakaknya.

***

For you people who walking into power company, or another engineering building, the probability you meet a girl is 1 : 8. Harus bertemu dengan delapan laki-laki dulu untuk bertemu dengan satu wanita. Dan jangan kecewa kalau wanita tersebut sudah berlabel taken alias istri orang. Delapan laki-laki mengerubungi satu wanita, jelas permintaan lebih banyak daripada persediaan. Sudah banyak memang kampus-kampus yang meluluskan engineer-engineer wanita, tapi sayangnya, mereka lebih memilih bekerja di bank dan perusahaan asuransi atau jadi dosen dan pegawai negeri.

Peraturan umum yang tidak tertulis di dunianya: if someone are stupid enough to bring their women with them into the engineering building, they're fair game. Orang Orang bebas menikung pacar siapa saja. Amia juga, she's fair game di mata semua engineers di sini. Gavin belum sempat menghitung berapa banyak saingannya di gedung ini.

Seperti sekarang, dia tidak sengaja melihat Amia sedang mengobrol dengan seorang laki-laki di dekat ruang arsip. Bukan Amia yang selama ini dikenalnya—ketus dan tidak mau didekati—tapi Amia yang tersenyum manis dan laki-laki sialan itu tersenyum lebih lebar lagi. Rasanya Gavin ingin menarik Amia dan mengingatkan gadis itu supaya tidak memberikan sinyal yang membuat laki-laki betah berlama-lama di sekitarnya. Tidak mengumumkan Amia sebagai miliknya adalah keputusan yang buruk.

Tapi Gavin menepis pikiran itu, coba realistis apa wanita akan tertarik begitu saja dengan engineer? Dia saja harus berjuang sangat keras untuk bisa membawa gadis itu satu kali keluar kencan dengannya.

Kalau menonton video-video porno, if people wanna get fuck, yang laku itu dokter, suster, guru, tukang piza, sekretaris, dan lain-lain. Apa ada scene di video porno yang memasang peran engineer? Seharusnya mereka mencoba bermain dengan engineer, dan mereka harus membuktikan bahwa electrical engineers dan engineers lain dari cabang-cabangnya punya setruman yang lebih kuat. Mungkin engineer dipandang tidak terlalu membuat orang bergairah, seperti profesi lain.

***

"Adrien masih marah?" Gavin bertanya saat mobilnya meninggalkan gedung. "Sebaiknya aku bicara dengannya."

Amia menggelengkan kepala. "Ini urusan adik dan kakak. Dari dulu aku selalu menurut apa saja kata kakak dan orangtuaku. Aku nggak ingin membuat mereka kecewa. Dan nggak ingin membuat mereka repot karena ulahku. Belum pernah aku bertengkar dengan Adrien seperti ini. Mungkin sudah saatnya aku melakukan sesuatu bukan demi mereka. "

Gavin menoleh ke arah Amia. Saat Amia mengatakan itu, dia tampak melamun dan sedih. "Pacarmu yang dulu?"

"Mungkin kami putus juga karena ini. Susah sekali untuk jalan. Ada batas waktu yang harus kupenuhi. Juga tempat-tempat yang nggak boleh kudatangi. Adrien ribut menelepon sepanjang waktu." Karena dia menghabiskan sedikit sekali waktu dengan Riyad, maka Riyad punya banyak waktu untuk dihabiskan dengan gadis lain.

Apa yang dilakukan Adrien itu wajar menurut Gavin. "Aku tidak punya adik perempuan. Jadi aku tidak tahu bagaimana rasanya jadi kakak seperti Adrien. Kalau adikku cantik sepertimu, aku juga akan mengawasinya dua puluh empat jam. Biar tidak ada laki-laki seperti Adrien yang mendekat."

"Kamu anak bungsu?" Amia ingin tahu lebih banyak tentang Gavin.

"Ya. Ada satu kakak laki-laki dan satu kakak perempuan."

"Orangtuamu?"

"Di Belanda. Papaku dulu duta besar. Sudah pensiun dan menetap di sana. Karena dua kakakku kerja di sana juga," jelas Gavin.

"Kenapa kamu nggak tinggal di sana?"

"Aku tidak pernah tinggal lama di satu tempat."

Satu kekhawatiran menelusup di hati Amia. Jadi nanti Gavin akan pergi? "Berapa lama lagi kamu akan di sini?"

"Tergantung apa kata kekasihku." Gavin tidak bisa menahan senyumnya saat mengatakan ini. "Kalau kamu sudah bosan denganku dan menyuruhku pergi."

"Dasar." Amia tersenyum tersipu. "Kata Adrien kamu dulu pacaran dan...."

"Tidur dengannya?" Kenyataan ini tidak akan disangkal oleh Gavin. "Aku tidak pacaran dengannya. Namanya Samantha, orang Jepang-Amerika. Teman di lab. Karena kita sering sama-sama, lalu ... seperti yang diceritakan Adrien."

"Apa kamu mencintainya? Apa dia satu-satunya orang yang...." Topik ini tidak nyaman untuk dibicarakan tapi Amia ingin tahu tentang ini.

"Aku belum pernah jatuh cinta." Mungkin Amia berpotensi membuatnya jatuh cinta, tapi saat ini belum. "Dia bukan satu-satunya. Ada beberapa kali aku dekat dengan wanita."

"Gimana bisa kamu nggak pacaran sama dia? Adrien bilang kalian tiga tahun ... begitu."

"Dia mencariku kalau ingin dan aku mencarinya kalau ingin. Aku masih muda dan ingin tahu banyak hal. Bagiku saat itu, pacaran adalah sesuatu yang kuno. Tidak ada gunanya juga. Untuk apa pacaran?"

"Mungkin untuk menikah." Amia sudah bosan patah hati dan kalau bisa, ketika dia punya pacar lagi setelah Riyad, mereka bisa bertahan sampai pelaminan.

"Apa setiap orang pasti menikah dengan semua orang yang dipacari?"

Dalam hati Amia membenarkan apa yang dikatakan Gavin.

"Lalu, bagaimana sekarang?" Amia tidak tahu akan bagaimana nasib hubungan mereka.

"Tidak akan ada yang percaya ini, Amia. Mungkin Adrien juga tidak percaya. Tapi aku tidak ada waktu untuk bermain-main. Aku sudah sibuk sekali dengan target produksi. Ada target juga dari orangtuaku. Aku harus membawa calon istri ke rumah." Sepertinya ibunya sudah tidak punya kesibukan. Jadi yang dilakukan adalah mengejar-ngejar jawaban mengenai kapan dia akan menikah.

"Aku nggak pernah hidup di Amerika seperti kamu dan Adrien. Orangtuaku juga selalu berpesan agar aku nggak tidur sama laki-laki kecuali kami menikah." Amia memberi tahu Gavin tentang aturan mainnya saat pacaran.

####

BELLAMIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang