Tanpa Adam

15K 1.1K 8
                                    



Kujalani tiga minggu tanpa suamiku. Setiap detik. Menit. Jam. Hari. Terasa berat. Sangat berat.

Tak ada yang tahu. Sendirian aku mengunci rapat-rapat rahasia ini.

Suara tanda pesan masuk. Ku raih iPhone hadiah dari suamiku.

Sehari sebelum Mas Adam pergi ke Portland dia mengumpulkan keluarganya untuk menghabiskan waktu bersama. Pak Omar, Bu Ratih, Bu Karissa, Pak Bagja, aku dan Bi Mae. Kami semua ditraktir makan di restoran. Lalu karaoke selama tiga jam.

Makan malam di rumah. Memesan di salah satu restoran langganan ibu yang menyediakan layanan pesan antar. Itu pun Mas Adam yang bayar.

Setelah makan malam, suamiku memberi kejutan. Dari kamarnya dia membawa banyak hadiah untuk kami semua.

Pak Omar dan Bu Ratih masih-masing memperoleh jam tangan pasangan. Bu Karissa mendapat tas wanita. Pak Donny dompet kulit. Bi Mae baju abaya dan kerudung. Aku iPhone terbaru.

Aku mungkin seorang pembantu. Bukan berarti orang bodoh. Aku tahu harga hp ini sangat mahal. Mungkin paling mahal diantara hadiah lainnya.

Bahkan raut wajah keluarga suami kaget saat  aku mulai membuka kertas hadiahku. Membuatku merasa kurang nyaman. Cemas. Malu. Bahkan takut.

"Wah, Nastiti hp kamu sekarang yang paling bagus. Saya aja kalah..." kata Bu Rissa.

Selama ini aku menggunakan handphone Samsung bekas pakai Bu Rissa. Diberikan padaku saat awal aku kerja di keluarga ini.

"Biar gampang mantau kamu kalo lagi di sekolah atau di luar rumah. Kalo ibu telepon harus di angkat. Janji ya?" Begitu pesan Bu Ratih saat itu.

Selain jam tangan, suamiku juga memberi ibunya satu buku voucher spa. "Kalau ibu pegel-pegel, mau pijet pake ini aja. Aku juga kasih Nastiti. Nanti kalau ibu mau ditemeni, dia punya voucher sendiri."

"Kamu kasih si Titi voucher spa juga?" kata Bu Ratih, heran.

"Iya." jawab suamiku santai.

"Iih, Ti...bilang makasih tuh. Pak Adam dah baik banget sama kamu," kata Bu Rissa.

Aku mengangguk. Ku tatap suamiku. "Makasih ya Pak..."

Dia tersenyum. Sambil mengedipkan sebelah matanya. Mungkin tak sadar kalau kita berada di tengah keluarganya.

"Mas...aku kok gak dapat voucher juga?" kata Bu Rissa cemberut.

"Halah. Minta sama suami mu tuh," jawab suamiku.

Walau tidak mengatakannya, aku paham maksud Mas Adam memberi Bu Ratih voucher tersebut. Dia tidak ingin ibunya menyuruhku memijatnya lagi.

Bu Ratih memang kerap memanggilku ke kamarnya untuk dipijat. Bagiku itu hal biasa. Tapi sepertinya Mas Adam kurang berkenan. Entah kenapa.

Adam : I miss u babe :(

Aku : Miss  u too :(

Adam : Ngapain?

Aku : Di kamar, dengerin radio.

Adam : Mmh... Lagu apa?

Aku : Thinking out loud. Ed Sheeran

Adam : Nice. Wait...just turn this song on too :)

Aku : Hihi..

Adam : Send pic plz. Topless.

Aku : Haha

Adam : No?

Aku : Yes to pic.

Rumahku, di Hatimu (The Beginning of Undeniable Love Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang