Pancake Pandan

12.2K 1.1K 11
                                    


Seminggu menjelang pernikahan Karissa, semua orang tampak semakin sensitif dan sibuk. Padahal kata ibu, mereka menyewa jasa wedding organizer.

Salah satu yang terbaik di Jakarta.

Lokasi. Ok.
Katering. Ok.
Baju pengantin. Ok.
Seragam keluarga. Ok.
Salon dan penata rias. Ok.

Semuanya sudah ditangani dengan baik dan profesional. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya tinggal menyebar sisa undangan. Bukan masalah besar.

Tetap saja tak bisa menghilangkan ketegangan diantara mereka. Psikologis kurasa.

Karissa tambah sensitif. Perbedaan pendapat yang sepele dengan Donny membuatnya marah besar. Curhat pada ibu dan Mila di rumah dengan berurai air mata.

Aku sudah mulai bosan. Jenuh. Ingin segalanya segera berakhir. Satu-satunya yang membuatku bertahan adalah Nastiti.

Entah apa yang akan terjadi pada kami ke depan.

Aku kerap melihat Nastiti wara wiri di sekitar rumah, mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tapi berhubung Karissa dan ibu sudah cuti, sulit bagiku mencari waktu berduaan.

Apalagi Bi Mae sepertinya sudah curiga. Walau belum bereaksi apapun.

Kemarin saat aku hendak bekerja dengan laptop ku di meja dekat kolam renang, ada Nastiti sedang mengambil daun-daun yang berjatuhan di kolam renang dengan jala panjang.

Beberapa lembar daun berada di luar jangkauannya.

Ku taruh laptop dan iPhone ku di meja. Ku dekati Nastiti.

"Butuh bantuan?"

"Ehh...Pak..." Ragu-ragu, gadis bermata indah itu menyerahkan gagang jala padaku.

Ku punguti sisa-sisa daun menggunakan alat yang tadi diberikan Nastiti padaku.

Setelah selesai, ku berikan lagi gagang jala itu padanya.

Dia tersenyum manis.

"Makasih..."

Aku mengangguk. Balas tersenyum.

Saat dia hendak pergi, sesuatu dalam diriku berteriak. Panik. Aku tidak ingin dia meninggalkanku.

"Nas. Kalau ada kopi dan mungkin...kue. Boleh dibawa kesini?"

Nastiti menatapku. Dahinya sedikit mengerut. Lalu seperti mendapat ide. Tersenyum kecil. Nastiti mengangguk sebelum melangkah ke arah dapur.

Beberapa lama setelah aku fokus dengan pekerjaanku di depan laptop, Nastiti datang membawa sebuah baki.

"Apa itu?"

Nastiti terlihat ragu.

"Mmh...kuehnya teh abis. Blom sempet bikin lagi. Saya bikinin...pancake pandan aja. Uuhh. Biarin yah?"

Aku tersenyum.

"Iya dong. Maaf sudah merepotkan ya. Sini..."

Aku menyiapkan tempat untuk Nastiti menaruh piring dan secangkir kopi di hadapanku.

Aku tersenyum melihat tampilan pancake buatannya. Disajikan dengan cantik. Dilengkapi tiga scoop es krim dan beberapa jenis buah potong. Tampak menarik dan layak jual, layaknya sajian pancake yang dipesan di kafe.

"Permisi, Pak..."

"Ehh. Mau kemana? Sini duduk. Temani saya..."

Ragu-ragu, Nastiti duduk di kursi sebelahku. Tak menunggu lama, ku belai punggungnya perlahan. Aku melakukannya seolah itu adalah sesuatu yang alami. Seperti kami sudah bersama cukup lama untuk merasa nyaman dengan apa yang ku lakukan.

Rumahku, di Hatimu (The Beginning of Undeniable Love Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang