Bagus! Sampai jumpaaaa.”

“Sampai jumpa, Danbi. Aku mencintaimu.”

Danbi pun memutuskan hubungan teleponnya pada Sehun sesaat setelah pria itu menyampaikan kasih sayangnya. Entah apa yang membuat Danbi tidak pernah membalas ucapan itu, namun yang pasti dan tanpa ia sadari, ia selalu membalas ucapan Sehun di tiap malam sesaat setelah Sehun tertidur.

Sejak perbincangan singkat mereka, jam seakan berlalu dengan sangat lambat. Membuat kedua manusia itu ingin cepat-cepat bertemu satu sama lain. Namun tuntutan akan pekerjaan terus menghampiri mereka dan tak membiarkan keduanya berbicara untuk beberapa jam kedepan.

Terkadang alis Sehun berkerut, entah karena bahasa yang ditulis didalam berkas, yang kini sedang ia baca, sulit di terjemahkan atau karena bayang-bayang akan Danbi yang selalu berkeliaran dibenaknya yang tak kunjung menghilang. Pria itu pun mendesah dan menyandarkan tubuhnya di kursi kuasanya. Ia memijat-mijat keningnya lelah lalu memejamkan matanya barang sejenak.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu itu berhasil membuat mata Sehun terbuka lebar. Mengingat bahwa sebentar lagi adalah jam makan siang. Namun kenyataan yang dihadapinya begitu pahit, Sekretaris pribadinya datang dengan seorang pria berambut hitam yang membuat Sehun menghela napasnya.

“Presdir, kau kedatangan tamu.”

“Biarkan ia masuk.”

Diam-diam Sehun memutar bola matanya malas, dikerjakannya lagi berkas-berkas dihadapannya. Karena bagi Sehun, lebih mudah menghadapi berkas-berkas dihadapannya daripada seseorang yang memiliki status sebagai adiknya ini.

Hyung?” panggil Sanghoon saat ia sudah berada di depan meja kerja Sehun. Pria itu pun bergumam, seakan-akan bertanya ada apa pada sang adiknya.

“Aku—ingin minta tolong padamu, boleh?”

Sehun mengangkat wajahnya sejenak untuk menatap Sanghoon lalu kembali mengerjakan berkas yang berada dihadapannya. “Apa?”

“Bolehkah—bolehkah aku—“

“Presdir, Nyonya Han sudah berada di lobby.” Potong Sekretaris Cha yang kini berada di ambang pintu.

Sehun pun mengangkat wajahnya senang lalu menatap Sanghoon sejenak. “Lanjutkan.”

Sanghoon menarik napasnya panjang lalu berbicara dalam satu napas. “Aku tau aku begitu keterlaluan karena selalu membebanimu dan ayah. Namun untuk yang terakhir kalinya, boleh aku meminjam uang untuk biaya rumahku? Aku tau aku adik yang—“

“Lupakan, Sanghoon,” ujar Sehun yang kini sudah dihadapan Sanghoon. “Aku akan membiayai rumahmu sampai kau lulus. Dan ini adalah pertemuan terakhir kita sebagai adik kakak. Untuk pertemuan selanjutnya, aku ingin bertemu denganmu sebagai rekan kerja. Mengerti?”

Sanghoon pun menatap Sehun tak percaya. Tanpa ragu pria yang berstatuskan adik Sehun itu mengangguk lalu tersenyum lebar. “Terima kasih banyak, hyung! Baiklah, aku akan pergi sekarang dan temui aku beberapa tahun lagi. Annyeong!”

Sanghoon melesat pergi dari ruangan Sehun secepat kilat. Membuat Sehun melebarkan senyumannya sejenak lalu berlari kecil untuk menghampiri Danbi yang kini sudah berada di lobby. Beberapa pegawai yang melihat Sehun sedang berlari pun seketika membungkuk kikuk dan bertanya-tanya apa yang mebuat seorang Oh Sehun berlari. Karena selama 6 tahun terakhir, segenting apapun situasinya, seorang Oh Sehun tidak pernah berlari. Ia hanya akan berjalan santai dan memaki siapapun yang berani membantahnya.

Segera setelah ia menangkap batang hidung istrinya, Sehun pun langsung berhenti berlari dan berjalan kearahnya. Ia merapikan tataan rambut serta jasnya yang terlihat sedikit berantakan setelah belari.

RainWhere stories live. Discover now