Chapter six (END)

691 22 4
                                    

Kok author kaget ya pas tau ini udah end semoga kalian menikmati ya.hehe jan lupa votenya!

***

Setelah kejadian bangunnya Sehun dari koma singkatnya, kedua manusia itu dikejutkan dengan kabar bahwa merk terbaru mereka terjual dengan sangat cepat dan bahkan perlu membuat stock yang lebih banyak. Tak lupa, Sehun dan Danbi pun berterima kasih serta meminta maaf karena ketidakhadiran mereka selama perilisan terlaksana, yang disambut baik oleh para pegawai dengan senyuman diwajah mereka.

Hari-hari berikutnya, Sehun dan Danbi kembali berkencan disela-sela kesibukan mereka. Kali ini, mereka menghabiskan waktu libur mereka di rumah keluarga Oh. Sang ayah pun menyambut baik kedatangan Sehun serta menantunya. Dan seperti orangtua lainnya, pria yang mulai menginjak kepala 5 itu pun menceritakan kisah konyol Sehun saat ia masih kecil hingga beranjak remaja.

Ketika matahari mulai turun, Sehun sempat kecewa ketika hujan tak membasahi bumi senja ini. Lantas ia menoleh kearah Danbi yang sedang bersandar di sofa dengan segelas susu cokelat hangat. Sebuah ulasan senyuman pun terukir diwajah Sehun ketika gadis itu menoleh dan mulai berjalan menghampirinya.

Sehun memeluk gadis itu dari belakang sesampainya Danbi dihadapannya. Ia pun menyandarkan kepalanya diantara bahu dan leher gadis itu, lalu dihirupnya wangi vanilla yang selalu melekat pada tubuh Danbi. Sementara gadis itu hanya tersenyum sembari menikmati senja yang tak kunjung dihiasi oleh hujan.

“Apakah hanya aku yang merindukan hujan?”

Sehun mendongak, kali ini ia menyandarkan kepalanya diatas kepala Danbi. Lalu pria itu kembali menatap pemandangan diluar sana.

“Aku juga merindukan hujan,” ujarnya pelan. “Ibuku.”

Danbi mengangguk. Ia setuju dengan pemikiran Sehun—ibunya. Danbi sudah lupa bagaimana rasanya dibesarkan oleh seorang ibu. Ia bahkan juga sudah lupa bagaimana rasanya dipeluk oleh seorang wanita yang telah melahirkannya.

“Aku juga merindukan ibuku,” Lirih gadis itu. Sehun pun sangat sadar bahwa gadis itu sedang menahan suaranya yang bergetar dan air mata yang akan segera turun. “Dia sama sepertimu, dia membenci hujan.”

Dan semua kilasan-kilasan akan rumah mereka yang terbakar melintas di benak Danbi. Bagaimana asal mulanya rumah itu terbakar pun, Danbi masih dapat mengingatnya jelas. Ketika ibunya menggerutu tentang ponselnya yang tidak mendapat sinyal saat petir sedang menyambar bumi bertubi-tubi, sang ayah yang ikut memarahi ibunya untuk mematikan poselnya dan sesaat setelah itu, yang Danbi ketahui ia sedang berlari keluar rumah karena terjadi kebakaran.

Ketika hujan telah berhenti dan api telah padam, Danbi hanya bisa menjerit ketika ia melihat kedua orangtuanya telah menjadi abu. Tak ada jejak. Tak ada sisa. Dan tak ada kalimat perpisahan.

“Seharusnya aku tidak membahas itu,” ucap Sehun ketika dirasanya gadis itu sudah meneteskan air mata. “Bodoh sekali aku.”

“Sudahlah, aku tak apa,” Jawab Danbi sembari menyeka air matanya. “Bagaimana kalau kita mengajak ayah untuk bermain kartu?”

Hari pun kembali berubah menjadi minggu, sehingga minggu berubah menjadi bulan. Dan bulan pun terus berganti hingga tak terasa dua tahun telah terlewati begitu saja. Kini Sehun sudah melupakan rasa takutnya dengan hujan, sebagaimana Danbi yang sudah melupakan rasa takutnya dengan petir serta kilat.

Saat itu, ketika Sehun dan Danbi sedang mengunjungi restoran milik Sanghoon, sebuah kebakaran hebat terjadi. Membuat para pengunjung serta kedua manusia itu berlari keluar restoran secepat mungkin. Sementara Sanghoon sedang mencoba menelepon pemadam kebakaran, sebuah petir pun menggelegar dan membuat kebakaran yang terjadi semakin membesar.

Danbi yang menyaksikan itu pun menjerit histeris. Lagi-lagi kilasan akan memori keluarganya terngiang dibenaknya, Sehun yang berada disamping gadis itu pun memeluk Danbi erat sembari mengatakan bahwa Sanghoon akan baik-baik saja.

Ia tak akan mati.

Suara seorang pria terbatuk pun membuat Danbi mengalihkan perhatiannya dan kembali menangis ketika mendapati darah segar mengalir dari telinga pria itu. Sehun  pun yang ikut menyaksikannya menangis dalam diam, membiarkan hujan yang menghapus air matanya.

“Sanghoon-ah!”

Pria itu tidak menoleh ketika Sehun memanggilnya, membuat hati Sehun seperti ditusuk oleh ribuan jarum dan dihempaskan begitu saja dari langit. Ketika Sanghoon melewati keduanya, Danbi pun meraih lengan pria pemilik restoran itu sembari menahan tangis.

“Kau dengar aku?”

Sanghoon yang menatap kedua kakaknya itu pun seketika menangis. Ia sadar bahwa ia tidak bisa mendengar lagi. Danbi yang tangisannya akan segera pecah pun memeluk Sanghoon erat sembari mengusap-usap punggung pria itu. Sementara Sehun hanya bisa terdiam di tempatnya sebari mendongak menahan tangis.

Para korban kebakaran itu pun kembali menjerit ketika sebuah ledakan kembali terjadi dari dalam restoran. Danbi pun menarik Sehun dan Sanghoon untuk berlari menjauh, namun Sanghoon melepaskan genggamannya pada Danbi dan memilih untuk kembali masuk ke dalam restorannya.

Danbi menjerit ketika Sanghoon mulai memasuki restorannya sembari tersenyum dan melambai kearah Sehun dan Danbi. Namun Sehun menahan tubuh Danbi untuk mengejar Sanghoon dan memintanya untuk terus berlari karena api semakin membesar.

Pada akhirnya kedua manusia itu pun saling berpegangan erat dan berlari sejauh mungkin. Ketika hendak menyeberangi jalan raya, keduanya melihat keluarga mereka yang sudah pergi di tengah jalan. Danbi yang terharu melihat keluarganya itu pun langsung berlari sembari menarik tangan Sehun. Dan pada saat itu pula, keduanya saling bertatapan dan tersenyum dengan air mata yang terus berjatuhan dari kedua mata mereka.

“Aku mencintaimu, Han Danbi.”

“Aku juga mencintaimu, Oh Sehun.”

TIN TIN

The End.

RainDove le storie prendono vita. Scoprilo ora