Fokus kini beralih kepada Rinoa, wajahnya menyiratkan pemahaman yang mendalam tentang apa yang sedang terjadi di hadapannya. Matanya menyipit, penuh konsentrasi, saat dia mengamati setiap gerakan di sekelilingnya. Dia telah bekerja keras untuk mendapatkan tempatnya di hierarki Atlantis, sering berjuang melawan anggapan bahwa dia hanya 'anak guru' dengan koneksi. Rinoa tahu, keberhasilan tidak datang begitu saja, dan ia memiliki banyak beban untuk membuktikan diri. Dia menggigit bibirnya, berusaha menjaga ketenangan meski ada tekanan yang menyelimuti.
Rinoa:
"Dia tidak bicara. Tapi aku tahu dia mencoba mengajari kita sesuatu. Sebuah bahasa... bukan untuk mulut, tapi untuk realitas."
Di sisi lain, Freya, yang berasal dari latar belakang berbeda, merasakan ketegangan yang membara. Pundaknya yang kaku menunjukkan ketidaknyamanan, dan jarinya yang mengepal menciptakan garis halus di telapak tangannya. Dia tumbuh dalam lingkungan yang keras, di mana kekuatan dan kecerdasan selalu dipertaruhkan. Kecintaannya pada Fitran bukan hanya obsesi; ini adalah panggilan untuk diterima dan diakui oleh dunia yang telah meremehkan dirinya. Saat dia memikirkan hal ini, ketakutan terdalamnya menghanguskan pikirannya: apa jadinya jika Fitran memilih Rinoa? Suara detak jantungnya bergemuruh, membungkam semua pikiran lain, sementara tatapannya bergeser ke Rinoa—ada campuran iri dan ketegangan dalam ekspresinya, mata mereka bertemu sejenak, lalu terputus, seolah ada dinding tak terlihat antara mereka. Saat dia memikirkan takdirnya, cahaya samar sihir yang terpancar dari arah Freya tampak bergetar, menciptakan aura mengelilinginya; itu mencerminkan kecemasan yang membara.
Keiran, murid yang dulu pendiam, kini berdiri di sebelah entitas itu. Matanya hitam polos, tapi di kulit tangannya muncul huruf-huruf yang belum pernah terlihat dalam manuskrip manapun, bergerak lembut seolah-olah ingin menceritakan rahasia yang dalam. Saat ia merenungkan makna di balik huruf-huruf tersebut, suasana di sekelilingnya bergetar, seolah-olah ruang kecil ini menyimpan rahasia yang lebih dalam, membuat aliran udara menjadi berat dan dingin.
"Ia tidak mengajarkan kata. Ia mengajarkan niat. Dalam bentuk suara. Mantra tidak harus logis, asal dunia percaya padamu." Suaranya bergetar, kata-katanya meluncur dengan intensitas yang memikat, saat ia menatap entitas itu dengan kerinduan dan ketakutan yang menggumpal di matanya.
Di tengah perbincangan yang penuh ketegangan ini, Keiran menggoreskan satu lingkaran ke lantai—tangannya sedikit bergetar, menciptakan cetakan yang bersinar samar. Tiba-tiba, sepotong dimensi lain muncul dalam ruang kecil:
Langit merah yang menangis air batu, mengalir deras dari awan kelam. Gunung-gunung yang melayang, menggelinding di langit, dan suara anak kecil menyebut nama Rinoa berkali-kali dalam bahasa yang belum pernah ada, echo-nya menyayat kesunyian.
Seiring dengan kehadiran dimensi baru ini, Rinoa terhisap dalam pandangan, wajahnya pucat, berlutut, mengerutkan dahi dengan ekspresi campur aduk saat dia merasakan intensitas dari pengalaman yang tak terduga mengalir dalam dirinya.
"Ini... adalah Gamma." Suaranya nyaris berbisik, napasnya tersendat seolah kata-kata itu berat untuk diungkapkan.
Perpindahan fokus membawa kita ke Dewan Atlantis yang mulai mengkhawatirkan keberadaan Fitran. Angin berdesir membawa aroma garam laut, membuat rasa cemas menjadi semakin mendalam.
"Para murid berubah," kata salah satu Archmage, suaranya bergetar dengan kecemasan, wajahnya keruh dari keringat. Tubuhnya tegap, tetapi matanya berkilau penuh ketegangan. "Keiran mengubah struktur bahasa sihir. Rinoa menciptakan ruang bawah tanah ilegal. Dan Fitran... terlalu diam, seperti badai yang siap meledak."
Dalam keheningan yang mencekam, mereka mengirim Lady Freya untuk menyusup dan mengalihkan perhatian Fitran. Namun, seperti yang selalu terjadi ketika dua kekuatan cinta dan cemburu bertemu, ketegangan mulai menyelimuti seluruh atmosfer. Freya berjalan dengan langkah hati-hati, jari-jari tangannya membentuk kepalan kecil saat dia merasakan denyut jantungnya bergetar cepat. Wajahnya memerah, matanya berkilau dengan kecemasan yang tak tertahan, membuatnya terasa lebih nyata dalam kegelapan. Di sudut matanya, dia melihat bayangan Rinoa, berdiri anggun dengan kehadiran yang menawan—sisi sinistenya terasa seperti badai yang mengancam dari jauh.
YOU ARE READING
Memory of Heaven
FantasyDi dunia yang terluka oleh luka eksistensial dan kenangan yang terfragmentasi, Fitran Fate adalah salah satu dari sedikit orang yang masih berpegang pada kehendaknya sendiri. Namun, takdirnya terikat pada misteri kuno yang tersembunyi dalam akar Poh...
Chapter 90 Language That Logic Cannot Smell
Start from the beginning
